"Jabatan, setinggi apapun, bukanlah kebanggaan atau indikator tunggal keberhasilan hidup. Setiap amanah yang berhasil diemban dengan baik, serendah apapun, pasti bernilai tinggi di sisi Allah SWT. Salama’ki Kak Rul, salama’ki Pak Agus." (Surya Darma)
----------
PEDOMAN
KARYA
Kamis,
12 April 2018
Kolom:
Jabatan Bukanlah
Indikator Keberhasilan
Oleh: Surya
Darma
Hari ini, tanggal 8 April 2018. Tepat 10
tahun yang lalu, 8 April 2008, saya punya kenangan tersendiri. Sebab saat itu
saya memimpin sebuah acara istimewa bernama Rapat Paripurna Istimewa Pelantikan
Gubernur Sulsel.
Ya, di hari itu, di bawah tatapan sekitar
5.000 undangan, paket Sayang (Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang)
resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel.
Sebelum pelantikan dilaksanakan, langit
politik Sulsel haru-biru oleh sengketa hasil Pilgub yang berakhir di MA. Hampir
setengah tahun lamanya acara ini tertunda, sehingga kepemimpinan provinsi
diambil alih oleh pusat dengan mengirim Mayjen Ahmad Tanribali Lamo (pejabat
eselon 1A di Depdagri) sebagai Plt Gubernur Sulsel.
Saya ingat Pak Mardiyanto, Mendagri saat
itu, duduk bersebelahan dengan saya. Yang baca doa adalah Ustadz Arifin Ilham,
sesuai usulan panitia. Sebelum acara pelantikan dimulai, para tamu dari
berbagai kalangan sudah berdatangan. Banyak sekali, tapi yang paling saya ingat
adalah sosok Hariman Siregar dan Bambang Pamungkas.
Yang terakhir ini pemain nasional yang
terkenal dengan golnya melalui sundulan kepalanya yang dikenal maut itu.
Awalnya, saya pikir Bambang itu
posturnya tinggi. Ternyata waktu salaman, saat itu ada juga Bima Sakti dan
beberapa pemain sepakbola nasional lainnya, posturnya tidak setinggi yang saya
bayangkan. Untuk ukuran orang Indonesia, Bambang tergolong rata-rata. Orangnya
kalem. Hanya senyum waktu salaman. Tapi suasana dalam rujab pecah jadi meriah ketika
Hariman Siregar, tokoh Malari 1974, muncul.
Saya sudah lupa apa yang ia ucapkan waktu
itu, tapi kehadirannya jelas memicu kemeriahan dalam ruang utama di Rujab Gubernur.
Aksen Medan-nya terdengar jelas pada setiap kata yang meluncur dari mulutnya.
Pergaulan Hariman luas, sebab Mayjen Suparto,
mantan Pangdam VII/Wirabuana, yang duduk di samping saya, berangkulan mesra
dengannya diiringi bisik-bisik yang membuat keduanya cekikikan beberapa saat.
Setelah itu ia merangkul SYL (Syahrul
Yasin Limpo) cukup lama kemudian mereka tertawa berderai. Sebagai pimpinan
acara, saya waktu itu hanya ingin berpesan pada dua hal. Pertama, suksesi ini,
meski diwarnai perselisihan yang sengit dan menguras waktu cukup lama, tidak
boleh menyisakan luka di hati rakyat Sulsel.
Kedua, saya juga ingin mengulang hikmah
Nabi Muhammad SAW tentang hakikat makna kepemimpinan. Untuk yang pertama, saya
mengajak semua yang hadir, juga rakyat Sulsel, untuk tetap mengenang jasa dan
hasil karya Pak Amin Syam, Gubernur sebelumnya. Tak ada pembangunan yang
ujug-ujug. Apa yang kita saksikan hari ini adalah akumulasi kerja dan karya
para pendahulu.
Dalam dunia intelektual dikenal ungkapan
bahwa bulatan pengetahuan hari ini, adalah akumulasi ikhtiar keilmuan dari para
raksasa pemikir di masa lalu. Saya juga menyampaikan ucapan terima kasih untuk
Pak Amin Syam, meski tidak hadir waktu itu, atas pengabdian dan kerja kerasnya
selama lima tahun menjadi nakhoda provinsi.
Saya juga mempersilahkan beliau untuk
tidak berhenti mengabdi dengan selalu memberikan masukan maupun pikiran kepada
nakhoda yang baru.
Untuk yang kedua, saya mengulangi
nasehat Nabi Muhammad SAW tentang posisi pemimpin yang sesungguhnya, ”Kasihanilah
pemimpinmu itu. Karena di dunia, ia sibuk melayani rakyatnya, sementara di
akhirat ia juga akan sibuk menjawab pertanyaan Penciptanya.”
So, jabatan, setinggi apapun, bukanlah
kebanggaan atau indikator tunggal keberhasilan hidup. Setiap amanah yang
berhasil diemban dengan baik, serendah apapun, pasti bernilai tinggi di sisi
Allah SWT. Salama’ki Kak Rul, salama’ki Pak Agus. (Ahad, 08 April 2018)