PLAKAT DPD RI. Pimpinan delegasi Komite III DPD RI, Iqbal Parewangi (tengah) memberikan kenang-kenangan berupa plakat DPD RI, kepada Plt Sekda Provinsi Sulsel Tautoto Tana Ranggina (paling kiri), seusai diskusi terkait Rencana Revisi UU Guru dan Dosen, di Kantor Gubernur Sulsel, Senin, 16 April 2018. (ist)
-------------
Selasa, 17 April 2018
Revisi UU Guru dan Dosen, DPD RI Serap Aspirasi di Sulsel
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA).
Tiada
peradaban besar tanpa pemuliaan profesi guru dan dosen. Mereka adalah pendidik.
Pencerdas generasi. Sayang, nasibnya tidak seindah pujian “pahlawan tanpa tanda jasa” yang sering dialamatkan kepada
profesi pendidik.
Segudang persoalan, keluhan dan
kekecewaan, masih menghampiri profesi guru dan dosen. Seperti dilema tuntutan
kompetensi yang tidak sepadan dengan kesejahteraan. Kebijakan negara lebih
berpihak pada lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah. Sampai isu
pencabutan tunjangan profesi.
Warna-warni
nasib pendidik mengemuka di dalam rapat Inventarisasi Materi RUU Perubahan UU
14/2005 tentang Guru dan Dosen dalam rangka Kunjungan Kerja Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI), di Provinsi Sulawesi Selatan, Senin, 16 April 2018.
“Rapat
dilakukan pada dua tempat, yaitu di Kantor
Gubernur Sulsel, dan di Kantor
Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX Sulawesi. Kunjungan kerja kami ini untuk menyerap aspirasi dalam rangka
revisi Undang-undang Guru dan Dosen,” kata Pimpinan Delegasi Senator
Komite III DPD RI, asal Dapil Sulsel,
HAM Iqbal Parewangi, kepada wartawan di Makassar, Selasa, 17 April 2018.
Dalam kunjungan
ke Kantor Gubernur Sulsel, rombongan Komite III DPD RI diterima oleh Plt Sekda
Sulsel Tautoto Tana Ranggina bersama berbagai pemangku kepentingan, sedangkan
saat berkunjung ke Kantor Kopertis Wilayah IX Sulawesi, mereka diterima
langsung Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi Prof Jasruddin Malago bersama
sejumlah pimpinan perguruan tinggi.
Sementara
rombongan delegasi senator Komite III DPD RI yang dipimpin Iqbal Parewangi, terdiri
atas Ir H Abd Jabbar Tobba (Dapil Sulawesi
Tenggara), H Abdurrahman Abubakar Bahmid (Dapil Gorontalo),
H Oni Suwarman (Dapil Jawa Barat), KH Muslihuddin Abdurrasyid
Lc MPdI (Dapil Kalimantan
Timur).
Juga ada Dr Dedi
Iskandar Batubara, Ssos SH MSP (Dapil Sumatera
Utara), H Muhammad Rakhman SE ST (Dapil Kalimantan
Tengah), Hj Suriati Armayn (Dapil Maluku Utara),
dan KH Muhammad Syibli Sahabuddin SAg MAg (Dapil Sulawesi
Barat).
Pada rapat di Kantor Gubernur Sulsel, acara dibuka oleh Plt Sekprov Sulsel, Tautoto Tana Ranggina, yang dalam sambutannya memaparkan
berbagai agenda dan kebijakan Pemprov Sulsel bagi
perbaikan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
Kebijakan
tersebut termasuk
menerbitkan kebijakan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) bagi guru honorer.
Terobosan tersebut dilandasi keprihatinan rendahnya gaji guru honorer. Tidak sesuai dengan beban mengajarnya
hingga ke daerah pelosok.
Sedangkan HAM Iqbal Parewangi
dalam pengantar diskusi mengatakan, masih banyak guru
belum memiliki kompetensi yang baik, kesejahteraan minim,
dan terancam profesinya.
“Maka, tentu sukar
diharapkan tumbuh generasi berprestasi dan peserta
didik yang bermutu,” kata Iqbal.
Dia
mengatakan, persoalan
yang membelit guru, akar masalahnya terletak pada UU 14/2005
tentang Guru dan Dosen yang sudah tidak
memadai menjamin kesejahteraan dan kualitas guru.
“Untuk
itulah, DPD RI berinisiasi melakukan Perubahan
UU 14/2005 secara partisipatif melalui
penyerapan aspirasi dalam kunjungan kerja ini,” jelas
Iqbal.
Guru IPA Mengajar Matematika
Pada sesi diskusi, rapat yang
dihadiri para pemangku kepentingan seperti organisasi profesi (PGRI dan IGI,
para guru serta satuan kerja perangkat daerah, mengemuka berbagai aspirasi,
pernyataan dan harapan.
Perwakilan PGRI Sulsel antara lain mengeluhkan tugas guru dalam
UU 14/2005 yang dinilai sangat berat, mulai
dari mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik.
Di sisi lain, pemerintah
mewajibkan guru menulis karya ilmiah saat mengurus
kepangkatan. Belum lagi beban mengajar 24 jam
seminggu.
Perwakilan Biro Tata
Laksana Organisasi Pemprov Sulsel,
menggagas penerapan skema manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(P3K) untuk mengatasi guru honorer. Bila
guru honorer diangkat menjadi P3K, masalah penggajian akan lebih jelas serta
terlindungi secara hukum.
Salah seorang guru dari Kabupaten Bone
berpendapat, distribusi guru di daerah juga bermasalah. Di Kepulauan Pangkep
dan Selayar, guru dengan basis pendidikan IPA terpaksa mengajar Matematika,
karena tidak ada yang mau mengajar disana. Resikonya, sebagai honorer tidak
bisa dibayar honornya dari Dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) karena bidang ilmunya
tidak
linear.
Perwakilan Ikatan
Guru Indonesia (IGI) Sulsel menyatakan keprihatinannya atas berbagai
kasus-kasus kriminalisasi guru. Sulsel paling besar mengalami kasus-kasus guru
dipidanakan.
Baginya, revisi UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, harus memberikan jaminan hukum agar
penegak hukum tidak mudah memidanakan guru. Dia mengatakan,
perlu
dibedakan kekerasan dengan tindakan mendisiplinkan siswa. (win/r)