Dari kiri atas searah jarum jam, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo melaunching pembangunan Bendungan Pamukkulu, Anggota DPRD Takalar Basri Timung, Kepala Seksi Pengadaan Tanah Badan Pertahanan Nasionak Takalar Fauziah, Sekda Takalar Nirwan Nasrullah, Ketua LSM Gertak Muhammad Arsyad, dan Kantor Proyek PT Nindya Karya di lokasi pembangunan Bendungan Pamukkulu.
---------
Selasa, 01 Mei 2018
Pembangunan
Bendungan Pammukkulu Terancam Tertunda
-
Warga
Takalar Tidak Proaktif Lengkapi Dokumen
-
Bendungan
Terbesar Ketiga di Sulsel
-
Butuhkan
Dana Rp1,7 Triliun
TAKALAR,
(PEDOMAN KARYA).
Kontrak Pembangunan Bendungan Pamukkulu’ yang berlokasi di Kecamatan Polongbangkeng
Utara (Polut) dan Kecamatan Polongbangkeng Selatan (Polsel) Kabupaten Takalar, telah
ditandatangani pada November 2017, tetapi pembangunan bendungan terbesar ketiga
di Sulsel itu (setelah Bendungan Bili-bili dan Bendungan Pasellorang) terancam
tertunda.
Pasalnya, sejumlah pemilik lahan pada
dua desa, yakni Desa Kale Ko’mara dan Desa Ko’mara (Kecamatan Polut), tidak pro-aktif
melengkapi dokumen sebagaimana yang dipersyaratkan panitia pembebasan lahan untuk
pembangunan Bendungan Pammukkulu’.
Kepala Seksi Pengadaan Tanah Badan
Pertanahan Kabupaten Takalar, Fauziah S SiT, yang ditemui di kantornya, April
2018, mengatakan, pihaknya sudah sekitar 10 bulan bekerja, yakni mulai dari
tahap sosialisasi aturan sebagai persyaratan pembebasan lahan, sampai kepada penyiapan
kelengkapan dokumen hak kepemilikan lahan sebagai prasyarat pembayaran lahan.
Sayangnya, hingga akhir April 2018, kelengkapan
dokumen kepemilikan tanah bagi warga yang lahannya terkena pembebaasan tanah untuk
masuk wilayah kawasan bendungan, masih jauh dari harapan.
“Kami dari panitia telah berupaya bagaimana
supaya program ini bisa jalan ke tahap-tahap selanjutnya. Kami sudah lima kali
mengunjungi warga pada dua desa (Desa Ko’mara dan Desa Cakura) guna memberikan
pemahaman terhadap proses syarat pempebasan sampai ke tahap pembayaran. Kami juga
sudah melakukan penyuratan kepada warga agar segera melengkapi dokumen kepemilikannya,
misalnya PBB, KTP, KK, tetapi mereka itu tidak pro-aktif, bahkan dalam sebulan,
untung kalau ada yang datang satu sampai dua orang ke sekertariat panitia,”
papar Fauziah.
Tim Pengadaan Tanah Lahan Bendungan
Pammukkulu’, katanya, juga sudah menyampaikan bahwa kelengkapan dokumen tersebut
masih akan diverifikasi oleh BPKP bahwa tanah itu layak dibayarkan ganti
ruginya.
“Posisi kami atau tugas kami di sini
dalam pembebasan lahan bendungan, pengukuran dan admistrasi mengumpukan dokumen kepemilikan, sebatas
kelengkapan administrasinya. Setelah berkas lengkap dan dinyatakan memenuhi
syarat sesuai hasil verifikasi BPKP dan PP4D, maka baru diteruskan ke tahap
musyawarah di tingkat desa. Itu pun juga belum ada pembebasan atau pembayaran,
karena masih ada lagi tahapan penaksiram nilai dan itu bukan kewenangan panitia.
Ada tim khusunya lagi menyangkut nilai atau harga tanah per meternya,
menyangkut itu ada yang lebih kredibel yang menjeladkan. Jangan kami ditanya
soal itu,” tutur Fauziah.
Dia mengaku sesuai yang dia ketahui,
untuk tahap pertama, hanya 100 hektar yang akan dibebaskan, selanjutnya tahap
kedua juga 100 hektar. Nilai pembebasan juga demikian, ada konsultan dari pihak
proyek yang bekerja untuk itu.
“Konsultan menaksir harga tanah dan
membayarkan kalau semua persyaratan sudah rampung. Kami hanya mengantar sampai
ke tingkat musyawarah, selebihnya pihak proyek yang akan menyelesaikan soal
harganya,” kata Fauziah.
Untuk progres pembebasan tanah, katanya,
pihaknya juga sudah pernah melakukan dan mencoba menawarkannya pada bulan Februari
2018 kepada pihak proyek agar dilakukan pembayaran lahan yang sudah
bersertifikat sebanuak 26 bidang, tetapi ternyata dananya belum ada dan pihak
proyek menyatakan pembayarannya akan dilakukan secara keseluruhan.
“Jadi kami menganggap karena dana yang
akan digunakan adalah dana APBN, maka tergantung dari pusat sana. Bisa cepat,
bisa juga lama. Sama yang terjadi di Jawa Barat, sekitar puluhan tahun baru
jadi. Namanya rencana. Bisa saja ditunda. Kalau kita maunya secepatnya lebih
baik, tapi tergantung dari dananya saja, apa sudah siap atau belum,” papar
Fauziah.
Dua Opsi
Sekda Takalar Dr H Nirwan Nasrullah yang
ditemui secara terpisah mengatakan ada dua opsi pembebasan tanah yang akan dilakukan
Pemkab Takalar bekerjasama pihak proyek.
Opsi pertama, warga yang lahannya terkena
pembangunan kawasan bendungan, setelah mendapat dana pembayaran akan mencari
pemukiman atau lahan sendiri. Opsi kedua, dicarikan pemukiman baru kemudian
dibangunkan infra-struktur dan biaya pembebasan tanahnya tidak diterima langsung
sesuai jumlah nilai harga tanahnya, akan tetapi dikurangi biaya penyediaan
tanah dan pembangunan infra-struktur yang dibangunkan oleh pihak proyek.
“Mereka tidak mendapatkan lagi dana
senilai harga tanahnya, tetapi dihitung berapa besar dana yang dipakai
membangun pemukiman yang akan ditempatinya,” kata Nirwan.
Warga Menunggu Kepastian
Perwakilan warga pemilik lahan yang
masuk lokasi kawasan rencana pembangunan Bendungan Pammukkulu pada Desa Ko’mara
dan Desa Kale Ko’mara, Kecamatan Polut, yang juga Direktur Lembaga Suwadaya
Masyarakat Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERTAK) Takalar, Muhammad Arsyad,
justru mengaku sudah sering mempertanyakan masalah pembenasan lahan tersebut dan
warga menunggu kepastian.
Sebagai pendampin dalam mengadvokasi
warga yang lahan nya tanahnya terkena pembebasan kawasan Bendungan Pammukkulu’,
dirinya bersama warga setempat sudah lebih dari satu tahun bolak-balik
mempertanyakan masalah pembebasan lahan yang dijanjikan akan dibayarkan
secepatnya, tetapi hingga akhir April 2018 belum juga ada pembayaran.
“Pembangunan Bendungan Pammukkulu’ sudah
dilaunching oleh Gubernur Sulsel, Pak Syahrul Yasin Limpo waktu itu (November
2017), di Ruang Pola Kantor Bupati Takalar, dan Pak Gubernur menyampaikan bahwa
proyek tersebut harus rampung paling lambat 2020, tetapi sampai saat ini tidak
ada tanda-tanda akan dibayarkan,” kata Arsyad.
Dia juga menyampaikan bahwa pihaknya
sudah mendengar informasi tentang telah cairnya dana sebesar Rp5 miliar sebagai
dana awal untuk pembebasan lahan, tetapi sampai akhir April 2018, belum ada
satu orang pun warga yang menerima pembayaran.
Sebaliknya, pihak proyek dari PT Nindya
Karya telah membangun kantor di lokasi tetsebut, sehingga warga setempat
semakin merasa khawatir bahwa lahan tanah mereka akan diambil begitu saja tanpa
adanya pembayaran pembebasan lahan.
Untuk itulah, pihaknya berharap Anggota
DPRD Takalar sebagai wakil rakyat agar pro-aktif melakukan komunikasi dengan
pihak pemerintah agar ada kejelasan mengenai kelanjutan pembangunan Bendungan Pammukkulu’
dan dana pembebasan lahannya.
Belum Jelas
Harganya
Anggota Komisi I DPRD Takalar, H Basri
Timung yang dimintai tanggapannya di tempat terpisah, mengatakan, proyek yang
sudah disosialisasikan sekitar dua tahun lalu itu dan disebutkan proses
pembangunannya pada awal 2018, semakin tidak jelas kelanjutannya.
“Bagaimana proyek tersebut bisa berjalan
pembangunannya kalau lahan warga saja belum ada yang pembebaskan. Harga
pembebasan tanah per meternya saja belum ditahu berapa,” ungkap Basri.
Karena itulah, dirinya yakin pembangunan
Bendungan Pammukkulu’ akan tertunda, yakni menunggu hingga ada kepastian
pembebasan lahan yang sudah lama dipersiapkan warga pemilik lahan pada tiga
dusun yakni Dusun Pa’lilanga, Dusun Kale Ko’mara, dan Dusun Kupanga di Kecamatan
Polut yang berjumlah sekitar 500 KK.
Mengenai status kepemilikan tanah, dia
mengatakan sebenarnya tidak ada masalah karena tanahnya sudah turun temurun
digarap oleh masyarakat Ko’mara. Tanah itu tanah dari nenek moyang mereka
sampai kepada anak cucunya dan mereka memiliki surat keterangan garapan.
Dia mengatakan, dirinya sebagai wakil
rakyat dari Kecamatan Polut dan Polsel, sering kali ditanya oleh masyarakat
pemilik lahan tentang sejauh mana progres rencana pembebasan lahan mereka.
Mereka bertanya apa masalahnya sehingga sampai saat ini tidak ada kata pasti,
sementara pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan Sulsel sudah
membangun kantor di dalam kawasan yang direncanakan dibebaskan.
“Pertemuan demi pertemuan sudah
dilakukan dengan semua pihak, baik itu pihak BPN, Balai Pompengan, Kehutanan,
Masyarakat, dari unsur pemerintah kabupaten Takalar, unsur kejaksaan tinggi,
polres, TNI, dan lain lain. Pertemuan pertemuan sudah tidak bisa lagi kita
hitung berapa kali, tetapi sampai saat ini belum juga ada kejelasannya,” tutur
Basri Timung. (hasdar sikki)