"Hasil survei merupakan kerja-kerja penelitian yang ilmiah, harus dihormati. Tapi menjadi tidak etis bila lembaga survei itu berstatus konsultan politik. Nah, soal survei terakhir ya kalau dari kacamata politik, wajarlah JSI unggulkan kliennya, tapi lagi-lagi dari sisi akademis dan kepatutan, itu sangat tidak etis," kata Amir Ilyas, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Makassar.
----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 29 Mei 2018
Pengamat Nilai Wajar Jika JSI Unggulkan IYL-Cakka
Makassar, (PEDOMAN KARYA). -Jaringan Survei Indonesia (JSI) merilis riset terbarunya mengenai potret Pilgub Sulsel 2018. Hasilnya, Ichsan Yasin Limpo-Andi Muzakkar (IYL-Cakka) berada pada posisi pertama dengan elektabilitas 29,8 persen pada survei yang diambil periode Mei 2018.
Disusul Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman (NA-ASS) 26,1 persen; Nurdin Halid-Aziz Qahhar Mudzakkar (NH-Aziz) 20 persen; dan Agus Arifin Nu’mang-Tanribali Lamo (Agus-TBL) 7,1 persen.
Hasil riset JSI memantik gejolak di publik. Itu tidak lepas karena JSI selama ini diketahui sebagai konsultan politik dari Punggawa Macakka-julukan IYL-Cakka.
Status JSI sebagai bagian dari pemenangan pasangan nomor urut empat bahkan sempat diumumkan sendiri oleh tim pemenangan IYL-Cakka, Ian Latanro, pada Agustus tahun lalu. Kala itu, Ian Latanro menyampaikan pihaknya menggunakan dua jasa lembaga survei yakni JSI dan LSI.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Amir Ilyas, mengungkapkan fenomena penggunaan hasil survei menjelang pencoblosan untuk menggiring opini publik terkait keunggulan tidak semestinya dilakukan. Terlebih, bila lembaga survei yang merilis berstatus konsultan politik dari kandidat. Terkesan sangat tidak etis. Tidak heran bila lembaga survei tersebut mengabaikan prinsip ilmiah dan menjagokan kliennya.
"Hasil survei merupakan kerja-kerja penelitian yang ilmiah, harus dihormati. Tapi menjadi tidak etis bila lembaga survei itu berstatus konsultan politik. Nah, soal survei terakhir ya kalau dari kacamata politik, wajarlah JSI unggulkan kliennya, tapi lagi-lagi dari sisi akademis dan kepatutan, itu sangat tidak etis," kata Amir, saat dihubungi Selasa, 29 Mei 2018.
Menurut Amir, masyarakat Sulsel sudah cerdas dan tentunya bisa menganalisis terkait hasil riset terkait pilkada dari berbagai lembaga survei. Baik itu dari statusnya, apakah memang lembaga survei resmi atau abal-abal hingga rekam jejaknya selama pilkada. Rekam jejak yang dimaksud meliputi kinerja selama ini dan kedekatannya dengan partai politik maupun kandidat.
"Sekarang zaman teknologi, masyarakat tidak sulit untuk mengetahui apakah lembaga survei itu memang memiliki track record yang baik atau tidak, apakah lembaga survei itu berafiliasi dengan parpol maupun kandidat atau tidak," terangnya.
Berdasarkan hasil penelusuran di laman Google, rekam jejak JSI tidakah sebaik pencitraan yang coba dibangun sebagai peraih rekor MURI. Banyak catatan JSI dalam pilkada.
Bersama Puskaptis, JSI terbukti melanggar kode etik terkait quick count Pilpres 2014 karena memenangkan Prabowo Subianto. Alhasil, JSI sempat dicoret dari keanggotaan Perhimpunan Survei Opini Publik atau Persepsi.
Di level pilkada, citra independen dan kredibel yang coba dibangun JSI, khususnya pada Pilgub Sulsel 2018, mudah dibongkar. Di laman Google, bila ditelusuri, banyak ditemui berita terkait JSI yang ditunjuk menjadi konsultan politik IYL-Cakka. Pun semasa Syahru Yasin Limpo memimpin Golkar, JSI pun sudah menjadi konsultan politiknya. (zak/r)