---
Rabu, 09 Mei 2018
RRI
Diminta Tingkatkan Program Siaran Anak
-
Rini
Riyatika Djohari Lantik Empat Kasubbid dan Dua Kasubag
YOGYAKARTA,
(PEDOMAN KARYA). Anak-anak
dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran disebut sebagai khalayak khusus.
Namun porsi siaran yang memperhatikan kebutuhan anak tidak cukup banyak,
termasuk di Radio Republik Indonesia (RRI).
Padahal, menurut Sekjen Pengurus Pusat
Forum Komunikasi Pemerhari (FKP) RRI, Ulfa Matoka, program siaran yang
melibatkan anak-anak sebaiknya dimulai dari anak-anak yang duduk di PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini). Karena dengan begitu, orangtuanya juga akan
mendengarkan RRI.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas
Haluoleo Kendari itu menyampaikan hal tersebut di hadapan peserta Rapat Kerja
FKP RRI, bertema "Sinergitas Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) LPP RRI
dalam Mendukung Program-Program Siaran RRI dalam Rangka Penguatan Kelembagaan
RRI Melalui FKP RRI", di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta, 7-9 Mei 2018.
Direktur Program dan Produksi LPP RRI,
Soleman Yusuf, mengakui bahwa program siaran anak masih perlu mendapat perhatian.
Padahal, sejauh ini respons atas program anak cukup baik. Dia mencontohkan
program teater radio “Dapunta” yang disiarkan di RRI Pro2 Network. Dikatakan,
program ini sebenarnya menyasar segmen remaja di atas 13 tahun.
“Kenyataannya, ada anak-anak usia enam tahun
yang mendengarkan siaran itu,” ungkap Soleman Yusuf.
Acara lain yang juga ditujukan untuk
anak-anak di RRI, yakni program siaran “Anak Cerdas Indonesia” (ACI).
Sayangnya, belum semua stasiun RRI di daerah punya siaran ACI.
Rusdin Tompo, Ketua FKP RRI Makassar,
kemudian menceritakan pengalamannya ikut menghadirkan anak-anak di program
siaran ACI RRI Pro1 Makassar.
Dalam sesi yang menghadirkan Ketua Dewas
LPP RRI, Mistam, Kepala Puslitbangdiklat LPP RRI, Martoyo, dan Dewan Penasihat
LPP RRI, Paulus Widiyanto, Rusdin Tompo menyampaikan bahwa sekolah-sekolah yang
pernah diundang merasa gembira dan memberi apresiasi kepada RRI.
Karena dengan begitu, katanya, anak-anak
mereka mendapat pengalaman diwawancarai dan bisa unjuk kebolehan terkait bakat
mereka di bidang seni suara, sastra dan lain-lain.
Bahkan, kata aktivis perlindungan anak
itu, pihak sekolah mengaitkan kehadiran mereka di studio RRI dengan
program-program yang tengah dikembangkan di sekolahnya, seperti SDN Kompleks
Sambung Jawa dan SDN Borong, yang mengaitkan tema pembahasan di RRI dengan
program Sekolah Adiwiyata, program Dokter Kecil Mahir Gizi (DKMG), serta
program Sekolah Ramah Anak (SRA).
UU Penyiaran maupun Peraturan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar
Program Siaran (SPS) mengatur bahwa anak-anak perlu dilindungi dari
siaran-siaran yang tidak sehat, antara lain siaran bermuatan kekerasan,
pornografi dan mistik/horor.
Tapi, selain itu, anak-anak juga perlu
diberi ruang untuk berpartisipasi dalam program siaran. Kehadiran anak-anak
sebagai pengisi acara, baik dalam kapasitas tamu/narasumber maupun penyiar
merupakan wujud pelaksanaan hak partisipasi itu.
Paulus Widiyanto mengatakan, bila perlu
RRI bikin kanal khusus untuk anak di mana siaran anak-anak merupakan yang
dominan. Supaya anak-anak mendapat pembelajaran dan kita mengedukasi anak-anak
sebagai bagian dari pendidikan karakter.
“Ini jika kita menganggap anak sebagai
aset dan masa depan bangsa,” katanya.
Segmen Anak dan
Pendengar Baru
Lebih jauh Rusdin Tompo, yang pernah
jadi Ketua KPID Sulsel, mengusulkan agar RRI menjadi lokasi bagi wisata
literasi media bagi anak-anak. Dengan menyasar segmen anak berarti RRI
sekaligus menjaring pendengar baru.
Sebaliknya, anak-anak dan orangtua
mereka juga biasanya memposting penampilan mereka di medsos, sehingga, mereka
ikut menginformasikan tentang program RRI kepada sesama generasi milenial.
RRI, lanjut Rusdin Tompo, punya halaman
yang cukup luas untuk sebagian dijadikan fasos dalam bentuk taman bermain anak.
“Alangkah bagusnya jika anak-anak ketika
ke RRI bisa belajar sambil bermain,” harap Rusdin Tompo. (win/r)
Tags
Aneka