“Sakka, maafkan nak. Saya tidak bisa maksimal sebagai pembimbing. Tolong kau sampaikan apa yang harus saya buat. Saya tidak mampu membaca lembar demi lembar disertasimu. Kita diskusi saja apa yang akan kau tulis. Cepatmi tuntaskan, saya mau segera melihatmu doktor, bahkan menjadi guru besar menyusul anandaku Ahmadi Miru,” katanya ketika itu.
------
PEDOMAN
KARYA
Kamis,
28 Juni 2018
Prof Nurhayati Abbas: Saya Mau Segera Melihatmu Doktor
Innalillahi wa innailaihi rajiun. Telah
berpulang ke rahmatullah Prof Dr Hj Nurhayati Abbas SH MH, pada Rabu malam, 27
Juni 2018, di RS Awal Bros, Makassar. Rumah duka di Kompleks Chrysant (belakang
Swissbell) Panakkukang, Makassar.
Selamat jalan Maha Guru. Jasa dan ilmu yang
engkau berikan, adalah bekal abadi kepada saya. Almarhumah adalah pembimbing saya
dari jenjang S1, S2, hingga S3. Tidak sekadar memberi ilmu, tetapi seperti ibu
yang begitu menyayangi anaknya.
Tak jarang di saat S3, bunda prof meski
dalam keadaan sakit, tetap selalu meluangkan waktu untuk saya. Bahkan kata-kata
maaf selalu keluar dari mulut ibunda prof.
“Sakka, maafkan nak. Saya tidak bisa
maksimal sebagai pembimbing. Tolong kau sampaikan apa yang harus saya buat. Saya
tidak mampu membaca lembar demi lembar disertasimu. Kita diskusi saja apa yang
akan kau tulis. Cepatmi tuntaskan, saya mau segera melihatmu doktor, bahkan
menjadi guru besar menyusul anandaku Ahmadi Miru,” katanya ketika itu.
Ibunda prof....
Walau fisik yang tidak lagi kuat,
semangat untuk mengajar dan berbagi ilmu dan pergi ke kampus tetaplah besar.
Suatu waktu, di saat ibunda turun dari
mobil yang mengantar ibunda prof, saya yang sudah di atas mobil sepintas
melihat prof yang tersengal-sengal, tak pikir panjang saya lompat dari mobil untuk
menggandeng dan mengantar prof. Tapi ibunda prof mengacungkan tangan seolah
mengatakan, “tunggu, saya masih kuat.”
Sekejap saya menunggu nafas ibunda prof
teratur, tapi bunda prof masih berusaha menolak.
“Bisajaka nak kalau sudah teraturmi
nafasku. Saya jalanmi, mauja menguji. Saya tau kau sibuk dan pasti buru-buru,”
katanya.
Dengan pelan saya raih dan cium tangan
ibunda prof.
“Bu, urusan saya bisa ditunda, saya
tidak bisa meninggalkan ibu, bahkan saya tungguiki sampai selesai menguji,”
kata saya.
Ibunda prof tersenyum, sambil berkata, “janganmi
nak, biasami begini.”
Ibunda prof…
Kemarin di acara halal bihalal Fakultas
Hukum (Unhas), siapa sangka itulah pertemuan terakhir kita. Mencium tangan prof
yang lembut, serta pelukan ibunda dan segala nasehat-nasehatnya, tidak akan saya
dengar lagi dari bibir yang selalu berkata bijak.
Tidak lama dan tidak banyak cerita yang saya
dengar kemarin bunda prof, hanya sepintas saya mendengar dengan suara bahagia
bercerita tentang cucu yang sudah kuliah di luar negeri.
Beberapa saat lalu, ketika saya
sampaikan ke Pak Ahmadi, kalau ibunda prof berpulang, saya semakin sedih,
karena ternyata beliau tidak sempat bertemu dengan bunda. “Ma, sepintas saya
liat prof Aty, tapi saat saya pergi cari, beliau sudah pulang.”
Semoga ibunda prof mendapat tempat
terbaik di sisi Allah SWT.
Sakka Pati
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar)
Alfatihah buat nenek
BalasHapus