PROTES. Puluhan warga Takalar mendatangi DPRD Takalar, Rabu, 06 Juni 2018, memprotes harga yang ditawarkan pemerintah untuk ganti rugi tanah proyek pembebasan lahan Pembangunan Bendungan Pamukkulu. Warga diterima langsung oleh Ketua DPRD Takalar H Jabir Bonto dan sejumlah Anggota DPRD Takalar lainnya.
----
Jumat, 08 Juni 2018
Warga
Takalar Protes Harga Ganti Rugi Pembangunan Bendungan Pamukkulu
-
Harga
Pembebasan Lahan Terlalu Rendah
-
Jamaluddin
Alle: Kami Dijanji Harga Memuaskan
-
Jabir
Bonto: DPRD Takalar Tidak Pernah Dilibatkan
TAKALAR,
(PEDOMAN KARYA).
Rencana proyek pembangunan Bendungan Pamukkulu kembali mengalami hambatan,
karena warga Takalar yang tanahnya terkena pembebasan lahan melakukan protes dan
tidak menerima harga ganti rugi yang ditawarkan pemerintah pusat.
Protes tersebut disampaikan kepada Ketua
DPRD Takalar H Jabir Bonto dan sejumlah Anggota DPRD Takalar, di Ruang Bamus
DPRD Takalar, Rabu, 06 Juni 2018. Mereka secara tegas menyatakan menolak keras menyetujui
harga yang ditaksir oleh Tim Appraisal, karena dinilai terlalu rendah dan jauh
dari harapan mereka.
Salah seorang perwakilan warga, Arsyad,
meminta agar pihak DPRD Takalar menghadirkan unsure Pemkab Takalar dan Badan
Pertanahan Nasiona (BPN) Takalar untuk memperjelas siapa-siapa saja anggota Tim
Appraisal yang menilai harga pembebasan lahan tanah.
“Kami tidak mau terjebak dengan membaca
aturan yang tidak jelas. Siapa yang kami akan gugat? Tanah kami akan diambil,
lalu kalau kami tidak setuju dengan harga yang ditawarkan, kami disuruh
menggugat ke pengadilan, aturan apa ini?” tegas Arsyad.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, amplop
yang berisi harga pembebasan lahan tanah untuk pembangunan Bendungan Pamukkulu
diserahkan kepada 73 warga yang memiliki sebanyak 93 bidang tanah, di Aula
Kantor Camat Polongbangkeng Utara (Polut) Takalar, Kamis, 31 Mei 2018.
Pertemuan dihadiri Kepala BPN Takalar,
Nurlaila Hidayanti, Wakil Bupati Takalar H Achmad Daeng Se’re, serta sejumlah
pejabat terkait.
“Total lahan yang masuk dalam kawasan
pembangunan bendungan sebanyak 200 hektar. Sebanyak 100 hektar di antaranya masuk
dalam kawasan hutan lindung milik Kementarian Kehutanan, sedangkan 100 hektar lainnya
merupakan lahan pertanian milik warga,” jelas Nurlelah Hidayanti pada kesempatan
tersebut.
Amplop dan pertemuan itulah yang
diprotes oleh warga, karena mereka hanya diberikan penjelasan sepihak, kemudian
dibagikan amplop yang berisi harga pembebasan tanah, dan kemudian pertemuan
dinyatakan selesai.
Pada pertemuan ketika itu disampaikan bahwa
apabila harga yang bervariasi yang tertera di dalam amlop tersebut tidak
diterima, maka warga disarankan mengajukan gugatan ke pengadilan dalam tenggat
waktu 14 hari terhitung sejak tanggal pertemuan tersebut.
Dijanji Harga
Memuaskan
Salah seorang pemilik lahan, H Jamaludin
Alle, kepada Ketua DPRD Takalar mengungkapkan bahwa sejak dua tahun lalu
masalah pembebasan lahan sudah disampaikan oleh pemerintah kepada warga dan
dijanjikan akan diberi harga ganti rugi yang memuaskan.
“Kami warga pemilik lahan, dijanjikan akan
harga pembebasan tanah dengan harga memuaskan dan tidak akan dirugikan. Beberapa
kali kami diundang pertemuan oleh pihak-pihak yang terkait dengan proyek
tersebut dan yang paling sering kami tanyakan adalah masalah harga pembebasan
tanah, seberapa nilai harga yang akan yang akan dikenakan untuk tanah kami,
tetapi sampai sekarang belum pernah ada penjelasan dari pihak manapun,” tutur
Jamaluddin Alle.
Ia mengaku pihak proyek menjanjikan
ganti untung dan bukan ganti rugi, tetapi kenyataannya saat mereka diundang pertemuan
beberapa waktu lalu, mereka ternyata hanya dibagikan amplop yang berisi harga tanah bagi setiap pemilik
lahan dengan harga yang bervariasi, bahkan ada tanah yang hanya dihargai
Rp4.000 per meter.
“Ini merupakan bentuk pemaksaan,
perampasan hak milik kami, dan menjebak kami kalau tidak setuju kami disuruh
menuntut kepengadilan. Olehnya itu kami berharap kepada Anggota Dewan sebagai
wakil kami, untuk mempertemukan kami dengan pihak-pihak terkait untuk
membicarakan hal ini. Kami tidak akan mau memberikan tanah kami kalau kami
dirugikan,” tandas Jamaluddin Alle.
DPRD Takalar
Tidak Dilibatkan
Ketua DPRD Takalar, H Jabir Bonto, yang
menerima langsung aspirasi warga mengatakan dalam persoalan rencana pembangunan
Bendungan Pamukkulu, pihaknya tidak pernah dilibatkan.
“Kami tidak pernah dilibatkan dalam
rapat-rapat menyangkut soal rencana pembangunan Bendungan Pamukkulu, nanti
bermasalah baru datang disini, tapi kami disini selalu siap untuk mengikuti
perkembangan masalah ini,” ungkap Jabir Bonto.
Ia berharap kepada warga pemilik lahan, agar
penetapan harga melalui Tim Appraisal dibawa ke pengadilan untuk dibatalkan sebelum
jatuh masa tenggat waktu 14 hari sesuai tahapan aturan yang telah ditentukan. (hasdar sikki)