SAYUR CAMPUR. Beberapa perempuan menjajakan sayurannya di Pantai Malunda, Majene, jalan poros Makassar - Mamuju. Salah satu yang menarik dari jualan mereka yaitu sayur campur yang disatukan dalam satu piring, terdiri dari sayur kol, wortel, labu, bayam atau kangkung. Diiris masing-masing secukupnya. Ada juga jagung putih yang juga dipotong-potong dengan tangkainya. (Foto: Haidir Fitra Siagian)
-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 22 Juli 2018
Sayur Campur di Pasar Tradisional Malunda
Laporan: Haidir Fitra Siagian
(Malunda, Sulawesi Barat)
(Malunda, Sulawesi Barat)
Umumnya pasar tradisional di berbagai daerah di Indonesia adalah menjual kebutuhan pokok sehari-hari. Atau biasa juga disebut dengan istilah kerennya, sembako, sembilan bahan kebutuhan pokok masyarakat setempat.
Pasar tradisional ini biasanya berpindah dari satu kampung ke kampung lain. Dia sifatnya tidak menetap. Kios atau tempat jualannya dibuat dengan cara yang sederhana.
Jika berada dalam satu ruangan terbuka yang dipakai atau seperti balerong, cukup menarik tali atau bambu sebagai pembatas antara satu kedai yang satu dengan yang lainnya. Tali dan bambu itu juga menjadi tempat gantungan barang jualan.
Jika berada di lapangan terbuka, maka kedai itu harus dilengkapi dengan atap atau terpal plastik. Ya namanya kedai sederhana, kasihan sekali jika musim hujan. Walaupun pakai atap, jika ada angin kencang, maka hujannya bisa membasahi dagangan. Maka pembeli pun mungkin akan berkurang karena enggan belanja karena becek.
Saya agak paham dengan kondisi pasar tradisional seperti ini. Sekitar 30 tahun lalu, saya biasa menemani ibuku jualan di pasar tradisional dari kampung ke kampung di Sipirok, pedalaman Sumatera Utara. Ya tentu juga dengan segala suka dan dukanya.
Pasar Malunda, Majene, terletak di jalan poros Makassar - Mamuju. Di pinggiran pantai arah selat Makassar seberang Pulau Kalimantan. Dulu sebagian serpihan bodi pesawat Adam Air yang jatuh di perairan Majene, ditemukan di sekitar pantai ini.
Namanya pasar tradisional di negeri ini, masih sangat sederhana. Selain kondisi pasar yang walaupun sudah direnovasi, tetap saja kelihatan agak kumuh jika dilihat dari aspek kesehatan. Dan seterusnyalah.
Walau bagaimana pun saya sangat senang datang ke pasar ini, membawa putri bungsuku. Bukan datang sengaja untuk belanja. Ya sekedar melihat kehidupan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Seperti yang pernah saya sampaikan dalam artikel terdahulu, mengutip pandangan sahabat saya, Prof Hamdan Juhanis, bahwa pasar itu adalah miniatur kehidupan.
Begitu masuk ke pasar ini, saya melihat seorang ibu yang jualan agak ke pinggir bagian belakang pasar. Isi jualannya tidak banyak. Terdiri dari sayuran dan bahan-bahan dapur. Saat saya datang, tak ada pembelinya.
Saya coba diskusi dengan ibu yang sudah setengah tua ini, tentang kehidupannya, omset jualan dan seterusnya. Perhatian saya tertuju kepada satu objek jualannya yaitu sayur campur. Tidak semua pasar tradisional menyajikan jualan sayur campur mentah seperti ini. Biasanya yang dijual adalah jenis-jenis sayuran secara utuh.
Pertama kali saya beli sayur campur mentah adalah sekitar 14 tahun lalu di pasar Wonomulyo, Polman, samping irigasi. Waktu itu saya sedang menunggui nyonya yang sedang kerja di Poliklinik Suci, milik kepala dinas kesehatan setempat.
Sebagai pengantin baru, oleh pihak klinik suci, kami ditempatkan di satu kamar istimewa bagian belakang. Sambil menunggui nyonya yang mengobati pasien atau konsultasi, saya ke pasar beli bahan makanan termasuk sayur campur. Harganya waktu itu lima ratus rupiah satu onggok.
Di pasar Malunda ini, saya tanya kepada sang ibu. Hanya Rp4.000,00 per onggok besar. Saya kira sudah cukup untuk satu kali makan siang untuk lima orang. Kata sang ibu lagi, bisa juga beli setengah dengan harga dua ribu rupiah.
Sayur campur adalah makanan sehat. Terdiri dari sayur kol, wortel, labu, bayam atau kangkung. Diiris masing-masing secukupnya. Ada juga jagung putih yang juga dipotong-potong dengan tangkainya.
Cara memasaknya sangat sederhana. Didihkan air secukupnya. Cuci dulu sayur campur tadi, hingga debu atau percikan lumpur hilang. Masukkan ke dalam air yang mendidih tadi. Aduk rata hingga 3-4 menit.
Tambah bawang merah dan tomat secukupnya. Bubuhi garam dapur sesuai selera, tak perlu ada penyedap rasa lagi.
Selanjutnya sajikan di meja makan. Makanlah dengan lauk ikan asin yang dibakar tambah minyak Mandar dan jeruk nipis.
Itulah makanan Indonesia yang sesungguhnya. Sehat dan menyenangkan. Bergizi dan bermutu tinggi. Sayangnya kita saat ini sebagian besar sudah melupakannya. Wassalam.