Sosok Ishak Ngeljaratan saat kami kuliah adalah seorang dosen yang mengawal kami, untuk mengenali dunia kampus sebagai lembaga akademik yang sarat dengan teori dan keilmuan, sekaligus diwarnai dengan dunia keintelektualan yang penuh kebijaksanaan dan kepekaan terhadap dunia yang ada di hadapan kami.
-------
PEDOMAN
KARYA
Senin,
16 Juli 2018
Selamat Jalan
Guruku Ishak Ngeljaratan
Oleh:
Shaifuddin Bahrum
(Penulis
Buku, Budayawan)
Berita duka itu datang terlalu pagi. Ia
menyentak ruang sadarku, karena yang berpulang pagi tadi adalah guruku, bahkan
mahaguruku Ishak Ngeljaratan.
Sosok Ishak Ngeljaratan saat kami kuliah
adalah seorang dosen yang mengawal kami, untuk mengenali dunia kampus sebagai
lembaga akademik yang sarat dengan teori dan keilmuan, sekaligus diwarnai
dengan dunia keintelektualan yang penuh kebijaksanaan dan kepekaan terhadap
dunia yang ada di hadapan kami.
Ia menyadarkan ruang-ruang humanistis
dan sosial kami. Ia pun menyadarkan kami pada kebudayaan Bugis-Makassar dan
memandang kebudayaan sama luhurnya bagi suatu masyarakat.
Di kelas, kami bertemu Pak Ishak dengan
pemikiran filosofinya yang meliuk-lentur dalam pikiran dan imajinasi kami.
Sementara di luar kelas, kami berdiskusi dengan hangat dalam berbagai tema-tema
yang aktual dan menarik. Pak Ishak selalu tampil dengan memukau perhatianku,
sehingga selalu tergiring untuk menghadiri ceramah-ceramah kebudayaannya.
Ketika saya harus menyelesaikan studi S1
di Fakultas Sastra Unhas, Ketua Jurusan Sastra Indonesia menunjuk Ishak
Ngeljaratan sebagai pembimbing skripsi saya. Sekalipun banyak mahasiswa
menghindar dari Pak Ishak sebagai pembimbingnya lantaran banyak yang merasa
kesulitan untuk mengikuti pikirannya, tetapi saya justru merasa senang karena
kami sudah saling dekat dalam keseharian di kampus dan di dunia kesenian.
Bimbingan skripsi saya yang mengkaji
novel terjemahan Max Havelaar karya Multatuli (terjemahan HB Jassin) menjadi ruang
diskusi yang panjang dan luas.
Hari-hari bimbingan, kami lalui di
halaman rumahnya, waktu itu di Jalan Sibula Dalam, sambil beliau menyirami
kembang dan tanamannya. Sekalipun saya memegang skripsi saya, namun kadang saya
tak pernah membukanya lantaran diskusi kami berkembang kesana kemari.
Setelah melewati beberapa bulan, ia
menyatakan bimbingan skripsi sudah cukup, tapi saya disarankan jangan dulu maju
ke meja ujian. Beliau menyarankan untuk berkarya dulu di kampus dan di DKM
(Dewan Kesenian Makassar). Akhirnya saya tertunda lebih setahun dan kembali ke
dunia kemahasiswaan dan kesenian kampus.
Ketika saya menggapai gelar sarjana, Pak
Ishak langsung menjadikan saya asistennya untuk mengajarkan Mata Kuliah
Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia. Bahkan ia pun mengupayakan agar saya bisa
diangkat jadi dosen tetap di Fakultas Sastra Unhas. Namun nasib saya tidak
sejalan dengan keinginan beliau.
Setiap bertemu dengannya, selalu ada
gambaran kesedihan yang aku temukan lantaran saya tidak jadi dosen dan dia
gagal memperjuangkan saya. Sekalipun saya sudah ikhlas untuk berkeliaran di jalan
mengajarkan ilmu yang telah pernah aku dapatkan darinya.
Dalam perjalanan kebudayaan dan kesenian
saya selanjutnya, Ishak Ngeljaratan masih selalu hadir untuk mengapresiasi dan
memberi kritiknya terhadap karya-karyaku. Ia tetap saja mengikuti dan menjadi
guru sejatiku. Ia hadir dalam beberapa launching bukuku, pertunjukan teaterku,
ia mengomentari puisi-puisi dan esaiku.
Aku pun belajar tetang kesederhanaan,
kehadiran, dan menjadi manusia yang bermartabat. Aku belajar menjadi orang
Bugis yang sesungguhnya, meskipun aku tahu dia adalah orang Tanimbar.
Aku belajar menjadi muslim yang
sebaik-baiknya, sekalipun saya tahu dia penganut Katolik.
Menjadi murid Pak Ishak harus selalu
berani dan siap untuk mendapat benturan dan diliuk-liukkan kepala dan
perasaannya. Karena demikianlah sang guru “Profesor Swasta” itu meng-“exercise”
kami murid-muridnya.
Yah... dialah Guru Sejatiku yang telah
mengisi banyak hal dalam tong kosong di kepala dan di dadaku...
Selamat
jalan Guruku...
Terima
kasihku padamu...
Dari
kejauhan kupersembahkan rasa hormatku padamu....
Rest
in Peace
Jakarta,
16072018
Karya
dramanya yang tetap kami kenang:
1.
Langit Bumi Cinta
2.
Profesor Swasta
Dimainkan
bersama KOSASTER Unhas