PEMBUKAAN. Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang juga Sekretaris BPH Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, Dr Agung Danarto MAg, membuka Seminar Nasional Pendidikan dan Silaturahim Alumni Muallimin - Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta, di Balai Sidang Muktamar 47 Kampus Unismuh Makassar, Sabtu, 13 Oktober 2018. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
-----
Sabtu, 13 Oktober 2018
Pertumbuhan
Perguruan Muhammadiyah Cukup Pesat
-
Jumlah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sudah Lebih 200 Buah
-
Jumlah Peminat Jauh Lebih Besar Dibandingkan Kuota Calon Santri/Siswa/Maba
-
Reuni Alumni Madrasah Muallimin – Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta di Unismuh
Makassar
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Pertumbuhan perguruan Muhammadiyah
berupa sekolah, madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi, cukup pesat. Sebagai
perbandingan, jumlah pondok pesantren Muhammadiyah pada tahun 2015 berjumlah
lebih dari 80 buah, tetapi tahun 2018 jumlahnya sudah mencapai 200-an.
Perguruan-perguruan
Muhammadiyah tersebut juga banyak yang terpaksa melakukan seleksi ketat setiap
penerimaan siswa/santri/mahasiswa baru, karena jumlah peminat jauh lebih banyak
dibandingkan kuota yang ada.
“Kami di Madrasah Muallimin
Muhammadiyah dan Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta juga kadang merasa
kurang enak kepada para orangtua yang jauh-jauh dari berbagai pelosok di
Indonesia membawa anaknya untuk ikut seleksi, tapi akhirnya mereka kecewa
karena anaknya tidak lolos masuk ke Muallimin atau ke Muallimat,” kata
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang juga Sekretaris BPH Madrasah
Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, Dr Agung Danarto MAg.
Hal itu ia ungkapkan
saat membuka Seminar Nasional Pendidikan dan Silaturahim Alumni Muallimin -
Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta, di Balai Sidang Muktamar 47 Kampus Unismuh
Makassar, Sabtu, 13 Oktober 2018.
Meskipun pertumbuhan
dan perkembangannya cukup pesat, kata Agung, para pengelola perguruan Muhammadiyah
harus tetap mengikuti dan menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan dan
perkembangan yang terjadi.
“Institusi dan
perusahaan besar sudah banyak yang jatuh dan gulung tikar, karena mereka tidak
bisa menyesuaikan diri dengan era diskrupsi, era yang sangat dahsyat,” kata
Agung.
Agar bisa tetap eksis,
lanjutnya, para pengelola perguruan Muhammadiyah tidak boleh merasa nyaman
dengan kondisi saat ini, dengan kemajuan yang dialami, serta harus melakukan
kanibalisasi atau mematikan program yang sudah dibuat yang tidak bagus
prospeknya.
“Hal lain yang harus
dilakukan yaitu terus menerus melakukan inovasi, melakukan perubahan-perubahan
yang dibutuhkan demi eksistensi lembaga perguruan Muhammadiyah,” kata Agung.
Silaturrahim
Alumni Muallimin-Muallimat
Panitia Seminar
Nasional Pendidikan dan Silaturahim Alumni Muallimin - Muallimat Muhammadiyah
Yogyakarta, Muhammad Abduh, menjelaskan, kegiatan tersebut digagas oleh para
alumni Muallimin dan Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta, sebagai bagian dari
semarak satu abad Muallimin dan Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta.
Tema yang diusung dalam
seminar tersebut, katanya, yaitu “Inovasi Pendidikan Muhammadiyah Menghadapi
Revolusi Industri 4.0 dalam Mewujudkan Kader Persyarikatan dan Kader Bangsa.”
Pembicara yang
diundang, yaitu Prof Muhajir Effendy (Menteri Pendidikan) sebagai pembicara
utama, Prof Nurdin Abdullah (Gubernur Sulsel), Prof Irwan Akib (Kepala Pusat
LP3TK & KPTK Kemendikbud RI, mantan Rektor Unismuh Makassar), Amika Wardana
SSos MA PhD (Dosen Universitas Negeri Yogyakarta), Dr Akil Khilmiyah MAg (Dekan
FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta/UMY, dan MPK PP Aisyiyah), serta H
Ahmad Yasser Mansyur SPsi MPsi PhD (Dosen Universitas Negeri Makassar/UNM,
Founder Ahmad Dahlan Center). (win)