“Ketua KPU Pusat bilang
tidak pernah ada istilah orang gila dalam Undang-Undang Pemilu,” kata Daeng
Tompo’.
“Jadi berarti orang
gila boleh memilih?” kejar Daeng Nappa’.
----
PEDOMAN KARYA
Kamis, 27 Desember 2018
Obrolan
Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:
Betulkah
Itu Orang Gila Bisa Memilih?
“Betulkah itu orang
gila bisa memilih nanti pada Pemilu 2019?” tanya Daeng Nappa’ kepada Daeng
Tompo’ saat ngopi pagi di teras rumah Daeng Tompo’ seusai jalan-jalan subuh.
“Ketua KPU Pusat bilang
tidak pernah ada istilah orang gila dalam Undang-Undang Pemilu,” kata Daeng
Tompo’.
“Jadi berarti orang
gila boleh memilih?” kejar Daeng Nappa’.
“Ketua KPU Pusat
bilang, dalam Undang-Undang Pemilu disebutkan bahwa warga yang sudah berusia 17
tahun atau sudah menikah, bukan TNI, dan bukan Polri, serta tak dicabut hak politiknya,
wajib masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dengan kata lain, memiliki hak
suara. Penyandang disabilitas juga memiliki hak suara. Gangguan jiwa termasuk
dalam penyandang disabilitas,” tutur Daeng Tompo’.
“Ah, sembarang tong itu
Ketua KPU,” tukas Daeng Nappa’.
“Tidak sembarang tawwa.
Ketua KPU Pusat bilang, untuk kondisi tersebut yang paling dibutuhkan adalah
surat keterangan dokter yang menyatakan seseorang sanggup menggunakan hak
pilih, sepanjang tidak mengganggu, bisa memilih. Kalau mengganggu, tentu tidak
bisa memilih,” tutur Daeng Tompo’.
“Ah, pusingku itu
dengarki penjelasanta’. Tapputar-putarki kurasa otakku’ belah,” kata Daeng
Nappa’.
“Kalau begitu, minummi
dulu padeng kopita’,” kata Daeng Tompo’ sambil tersenyum. (asnawin)
Kamis, 27 Desember 2018