GEROMBOLAN ECENG GONDOK. Pemandangan perahu
ketinting yang sedang berupaya menembus “gerombolan” eceng gondok di tempat penyeberangan antara Desa Taeng, Kecamatan Pallangga, Gowa,
dengan daerah Kelurahan Mangasa, Kecamatan Somba Opu, Gowa, yang
berbatasan langsung dengan daerah Malengkeri, Kota Makassar, pun saya
abadikan pada Selasa pagi, 04 Desember 2018. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 05 Desember 2018
Perjuangan
Perahu Ketinting Menembus “Gerombolan” Eceng Gondok
Peralihan dari musim
kemarau ke musim hujan tampaknya menjadi puncak “pesta gerombolan” eceng gondok.
Setidaknya, begitulah yang terlihat di Sungai Jeneberang, Gowa, khususnya di
sekitar jembatan kembar.
Eceng gondok tumbuh dan
berkembang sangat cepat dan akhirnya menguasai permukaan sungai. Mereka
bergerombol sangat rapat, sehingga menyulitkan perahu untuk melewatinya.
Begitu pula yang
dialami orang-orang yang menjual jasa penyeberangan sungai dengan menggunakan
perahu ketinting (orang Makassar dan orang Bugis menyebutnya Katinting) bagi
pejalan kaki atau pengendara sepeda motor.
Ada beberapa tempat
penyeberangan bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda motor, salah satu di
antaranya yaitu penyeberangan antara Desa Taeng, Kecamatan Pallangga, Gowa,
dengan daerah Kelurahan Mangasa, Kecamatan Somba Opu, Kecamatan Gow, yang
berbatasan langsung dengan daerah Malengkeri, Kota Makassar.
Dalam beberapa hari ini
di awal Desember 2018, saya beberapa kali menggunakan jasa penyeberangan perahu
ketinting di tempat penyeberangan antara Desa Taeng dan Kelurahan Mangasa.
Dan saya dan para pengguna
jasa penyeberangan itu menyaksikan dan merasakan bagaimana beratnya perjuangan
perahu ketinting menerobos “gerombolan” eceng gondok yang memenuhi permukaan sungai.
Memang tidak terlalu
lama perjuangan itu, karena lebar sungai hanya sekitar 150 meter, tetapi dua
orang yang mengendalikan perahu, masing-masing satu orang di buritan dan satu
orang di haluan, harus bekerja keras menyingkirkan gerombolan eceng gondok yang
menghalangi atau mengganggu laju perahu.
Perahu ketinting biasanya
menggunakan satu atau dua mesin tempel. Dalam kondisi normal, biasanya hanya
satu mesin yang dihidupkan, tetapi jika jumlah kendaraan yang berada di atas
perahu mencapai batas maksimal (biasanya 16 sepeda motor), maka terpaksa
dihidupkan dua mesin, apalagi jika sedang banyak eceng gondok yang menguasai
permukaan sungai.
Pemandangan perahu
ketinting yang sedang berupaya menembus “gerombolan” eceng gondok itu pun saya
abadikan pada Selasa pagi, 04 Desember 2018. (asnawin)