Penulis, M Dahlan Abubakar (paling kiri) berswafoto bersama almarhum Tony Gozal, dan Ibu Emmy Tungraini, di Hotel Ramzy, Jl Boulevard, Makassar, 21 Desember 2016.
------
PEDOMAN KARYA
Senin, 21 Januari 2019
In
Memoriam Tony Gozal: Tahu akan Berpulang, Minta Pulang dari Singapura
Oleh: M Dahlan Abubakar
(Mantan Pemred Harian Pedoman Rakyat)
Tokoh pengusaha warga
Tionghoa, Go Tieng Kien, yang akrab disapa Tony Gozal, Sabtu, 19 Januari 2019, sekitar
pukul 22.30 Wita, meninggal dunia di kediamannya, Jl Usman Jafar, Kelurahan
Losari, Kecamatan Ujungpandang, Makassar.
Almarhum meninggal
dalam usia 87 tahun, meninggalkan seorang istri, Emmy Tungraini, lima anak, dan
11 cucu. Jenazahnya disemayamkan di Rumah Duka RS Grestelina Jl Hertasning,
Makassar, menunggu pemakaman yang dijadwalkan 24 Januari 2019, di Pekuburan
Bolangi Kabupaten Gowa.
Pria yang merupakan
tokoh-tokoh Tionghoa pertama yang mendirikan bisnis departemen store (Akai)
tahun 1970-an tersebut, termasuk tokoh sukarelawan pembebasan Irian Barat tahun
1962-1963.
Sebelum beliau berpulang,
putranya, Peter Gozal yang termasuk salah seorang pendiri Perhimpunan Indonesia
Tionghoa (INTI) Sulawesi Selatan, menerbangkan ayahnya dari Makassar untuk dirawat
ke Mount Elizabeth Hospital Singapura, akibat penyakit ginjal yang diidapnya
sudah lama.
Setelah dua minggu dirawat
di rumah sakit terkenal di Negeri Singa itu, Tony Gozal meminta dipulangkan ke
Makassar, Jumat, 18 Januari 2019. Agaknya, almarhum sudah maklum usianya tidak
akan lama.
Sabtu malam, 19 Januari
2019, pria yang pernah membangun gedung Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Makassar
yang kemudian juga jadi tempatnya menjalani hukuman puluhan tahun silam itu,
pun berpulang.
Saya mengenal Pak Tony
Gozal secara dekat kira-kira tahun 1990-an awal, ketika sering bergaul dengan
putranya, Peter Gozal. Kedekatan saya kian membaik lagi ketika sekitar tahun
1993, sering ke Hotel Makassar Golden, karena Peter minta saya membantu
pemberitaan kegiatan yang dilaksanakan hotel di Harian “Pedoman Rakyat”.
Saya juga terbantu
dalam melaksanakan keinginan Peter ini, karena GM Hotel Makassar Golden, Julius
Muladi, juga sangat ramah dan menyejukkan hati. Jika saya tidak muncul di
hotel, dia kerap menelepon.
Yang di luar dugaan,
ketika saya kesulitan menemukan kendaraan mengangkut lemari aluminium dari Jl
Veteran ke Kompleks Unhas Antang. Waktu itu, Pak Julius Muladi tidak
segan-segan turun tangan.
Saya bersama dia
menggunakan mobil bak terbuka Makassar Golden Hotel (MGH) mengangkut lemari
aluminium itu. Karena saya juga harus ikut di mobil, pengemudi asli truk kecil
itu dibiarkan tinggal di hotel. Pak Julius yang duduk di belakang kemudi dan
saya duduk di sebelah kirinya.
Pada kesempatan seperti
inilah saya sering bertemu almarhum di MGH. Jika tidak berdua dengan istrinya,
kerap juga bersama dua atau tiga orang lainnya. Salah seorang di antaranya yang
saya ingat adalah Dewi Sri, seorang warga Tionghoa yang menjual lonceng di Jl
Somba Opu, dan beberapa kali saya kunjungi untuk mengambi ramalan bintang untuk
Majalah Remaja PIS, yang saya terbitkan bersama teman-teman tahun 1997. Saya
mengenal Dewi Sri ketika sempat membaca tanda-tanda pada saya suatu hari.
Kata Dewi Sri waktu pertama
bertemu saya begini.
“Kau pernah sakit tahun
1981, ya?”
“Ya, betul,” jawab saya
pendek.
“You punya bapak kawin
dua kali,” sambungnya lagi.
“Betul, tetapi yang
pertama sudah cerai,” kata saya dan Dwi Sri tak berusaha menambahkan penjelasan
saya.
Lalu dia menatap saya.
Kemudian membongkar lagi misteri yang pernah saya alami, yang tentu saja sangat
pribadi.
Mungkin tidak banyak
yang tahu, kalau ketika masih hidup Tony Gozal mampu membaca tanda-tanda pada diri
seseorang. Hanya dengan melihat seseorang, dia mampu mengungkap misteri yang
terpendam di dalam diri seseorang.
Dewi Sri, almarhumah,
yang juga mampu membaca gestur orang, selalu menempatkan Tony Gozal sebagai
gurunya.
Meskipun memiliki
kemampuan membaca tanda-tanda, Tony Gozal hanya dikenal di kalangan terbatas
perihal kemampuannya itu. Biasanya, dalam pertemuan terbatas di Hotel Makassar
Golden, dia akan membaca wajah seseorang.
“Kau, memiliki banyak
orang (perempuan) yang suka. Hati-hati jangan terjebak,” kata almarhum kepada
saya, paruh tahun 1990-an, ketika hampir tiap hari muncul di Hotel Makassar
Golden ketika hotel itu dipimpin General Manager Julius Muladi yang cukup akrab
dengan saya.
Saya terakhir bertemu
Pak Tony Gozal, pada tanggal 21 Desember 2016, pukul 19.36 Wita, di Hotel
Ramzy, Jl Boulevard, Makassar. Hari itu, beliau hadir bersama istrinya, Emmy
Tungraini. Kami bertiga sempat berfoto bersama (foto tersebut ditampilkan pada
bagian atas berita ini).
Kami menghadiri acara
ramah tamah, setelah Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu, memperoleh
penghargaan dari salah satu universitas di Tiongkok. Jadi, warga Tionghoa
berinisiatif menghelat acara ramah tamah merayakan pemberian penghargaan itu.
Hadir selain almarhum,
juga Pak Halim Homerik, Willitanto Tanta (Ketua PSMTI Sulsel), Pak Koandy
Djita, dan sejumlah warga Tionghoa lainnya. Sekitar 50-an orang hadir pada saat
itu.
Gubernur
dan Mantan Gubernur Melayat
Saya mendapat kabar
duka, Ahad siang, 20 Januari 2019 saat sedang melaksanakan Arisan Angkatan 72
Fakultas Sastra Unhas di “CH Sea Food”, Jl Arief Rate Makassar.
Rudy Gunawan, Manager
Bisnis Majalah SUARA INTI yang dipimpin Peter Gozal, putra almarhum,
memberitahu kalau Pak Tony Gozal berpulang. Dia juga minta saya bergabung di
Rumah Duka RS Grestalina pukul 19.00 Wita, Ahad hari yang sama. Rencananya, tim
Majalah SUARA INTI akan menyusun biografi singkat almarhum.
Pukul 19.20 Wita, saya
tiba. Peter Gozal sedang mendampingi Pak Syahrul Yasin Limpo (SYL), Gubernur
Sulsel dua periode (2008-2013 dan 2013-2018) yang sempat melayat sekitar 30
menit.
SYL didampingi antara
lain Ellong Tjandra, Susilo Harahap, Tomy Adjaradji, Martoyo, Agus Sumantri,
dan beberapa lainnya yang saya tidak kenali.
Setelah menemani
keluarga yang berduka, SYL mohon pamit. Sejumlah warga keturunan Tionghoa
menyalami SYL sembari minta bergambar bersama. Magnit SYL memang masih kuat dan
tidak henti-hentinya usai menyalami pelayat, dia didaulat berswafoto.
Setelah pukul 22.00
Wita, masuk laporan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah akan melayat. Akhirnya,
sekitar pukul 22.10, mantan Bupati Bantaeng dua periode itu muncul ditemani
ajudan Syamsul, dan seorang ajudan lainnya.
Peter Gozal yang
mengenakan pakaian serba putih menyambut di depan ruangan, tempat jenazah Tony
Gozal disemayamkan.
Beberapa saat Nurdin
Abdullah berbincang-bincang dengan Peter Gozal dan seorang lainnya yang saya
tidak kenal, sambil berjalan pelan menuju pintu ruangan bersemayamnya jenazah
Tony Gozal.
Di depan pintu,
penjemput berbaris kiri kanan menyambut gubernur yang baru beberapa bulan
memimpin Sulawesi Selatan itu. Nurdin pun menyalami mereka satu demi satu, dari
kiri ke kanan.
Di tengah ruangan,
Nurdin Abdullah masih berbincang-bincang dengan Peter Gozal beberapa saat. Dia
kemudian menuju ke arah belakang kepala jenazah dan berdiri di sebelah kanan
sembari berdoa sejenak untuk almarhum.
Nurdin Abdullah
berjalan pelan menuju pintu keluar, masih ditemani Peter Gozal dan seorang
lainnya yang saya tidak kenal. Dua ajudan mengikut dari belakang “bos”-nya yang
berjalan pelan sembari memperbincangkan sesuatu. Hingga di luar, Nurdin masih
juga berbincang-bincang serius dengan Peter Gozal. Saya tak berusaha tahu apa
yang diperbincangkan. Pasalnya, suaranya pun sedikit berbisik.
Pak Nurdin meninggalkan
rumah duka setelah melayat sekitar 20 menit, dilepas jabatan tangan yang hangat
dari para pelayat yang masih bertahan. Saya pun mohon izin meninggalkan rumah
duka ketika lonceng menunjuk pukul 23.00 Wita. Arus lalu lintas ke rumah belum
lengang... (*)