Nasib kekuasaan Soeharto juga sudah menjadi bahan pemikiran AMPD, sehingga suksesi nasional dimasukkan pula dalam Sepultura. Mahasiswa menghendaki perlunya calon presiden dan wakil presiden dari generasi pasca-45.
----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 12 Januari 2019
Isradi
Zainal Unggah Kembali Sepuluh Tuntutan Rakyat (3-habis):
Soeharto,
Makassar, dan Fakultas Kelautan Unhas
Nasib
kekuasaan Soeharto juga sudah menjadi bahan pemikiran AMPD, sehingga suksesi
nasional dimasukkan pula dalam Sepultura. Mahasiswa menghendaki perlunya calon presiden
dan wakil presiden dari generasi pasca-45.
Itu
berarti Soeharto dan yang seangkatan dengannya tak perlu lagi bermain dalam
ranah kekuasaan. Tuntutan itu menjadi sikap AMPD untuk menghentikan kekuasaan
Orba. Dalam tuntutan itu, Isradi mengatakan dengan rinci, seperti apa sebaiknya
presiden Indonesia pasca-Orba.
“Sebagai
antisipasi menghadapi globalisasi ekonomi, kami mengusulkan agar pada suksesi
mendatang, DPR/MPR RI memilih pemimpin yang berasal dari kalangan yang paham
teknologi dan mampu mengantar rakyat Indonesia ke era industrialisasi,” tandas
Isradi.
Dua
syarat itu menandakan adanya keinginan agar Indonesia tak lagi dipimpin dari
kalangan militer, meski Dwi Fungsi ABRI masih merambah ke segala lini kehidupan
masyarakat sipil.
Dwi
Fungsi ABRI hendak dihilangkan pula, dengan dua syarat itu, sebab saat itu sama
sekali tak ada dari kalangan militer yang paham teknologi dan berkemampuan
dalam membawa Indonesia Industrialiasi.
Dari
kalangan sipil, hanya BJ Habibie saja yang mampu memenuhi persyaratan tersebut.
Tak dipungkiri bahwa pasca-Orba, kepemimpinan nasional tak mungkin bersih dari
masa lalu sebagai pengikut Soeharto, demikian pula Habibie.
Di
luar lingkaran Soeharto sama sekali belum ada yang tercatat untuk bisa berbuat
lebih baik dari Habibie. Sulitnya pemimpin lain dari lingkar dalam Soeharto,
karena PPP dan PDI, apalagi Golkar juga berkaitan penuh sebagai penopang
kemiringan kekuasaan Soeharto. Kemiringan itu karena orientasi kekuasaannya
berat sebelah kepara para kroninya, untuk melakukan korupsi dan kolusi.
Kembalikan Nama
Makassar
Tuntutan
dalam skala lokal yakni tidak ada lagi penggunaan nama Ujungpandang untuk
urusan resmi maupun tidak resmi. Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa (UPPM)
UMI, secara khusus membuat penolakan penggunaan nama Ujungpandang dalam urusan
resmi dan tidak resmi.
UPPM
UMI menghimbau pers mahasiswa untuk menggunakan nama Makassar dalam semua
tulisan dan penerbitan. Tuntutan pengembalian nama Makassar merupakan poin
utama yang selalu digempitakan dalam bahana aksi AMPD.
Anggota
AMPD sudah berpengetahuan bak sejarawan dan budayawan, bila itu berkaitan
dengan Makassar. Keseriusan itu bukan hanya dalam tuntutan demi tuntutan, namun
juga secara intelektual. Adu argumen dan debat mendalam tentang Makassar sudah
bisa dilakukan AMPD semudah membalik telapak sepatu.
Demonstran
AMPD pengggila diskusi dan pembaca mania segala jenis buku agar siap untuk
dialog apapun dan menguasai materi hingga sedetail mungkin. Kemampuan itu masih
bisa teruji di tahun 2013 bila itu menyangkut Makassar, apalagi secara khusus
sudah dibuat tiga yayasan untuk berbuat ril pada kota Makassar.
Monopoli dan
Ganti Rugi
Kepedulian
pada ekonomi masyarakat diarahkan pada penghentian monopoli. Kekuasaan Orba
diperkuat dengan adanya monopoli. Kala itu AMPD menyorongkan gagasan penekan ke
Pemda Sulsel agar menghentikan praktek monopoli nener di Kabupaten Selayar,
karena praktek kotor itu dapat mematikan pengusaha kecil.
AMPD
juga menekankan kepada Pemda Sulsel agar membantu rakyat Bira untuk mendapatkan
hak-haknya dengan memberikan ganti rugi, sebagaimana pasal 34 UUD 45.
Pengelolaan wisata Bira, mengabaikan peran warga setempat, apalagi tanah mereka
diambil, tanpa mendapat uang yang sepantasnya. Uang ganti atas penyerobotan
tanah di tempat wisata itu, masih tetap merugikan mereka.
AMPD
menolak istilah uang ganti rugi, sebab kerugian mereka secara psikis dan
mental, jauh lebih tinggi dari uang yang diberikan. Pemda Bulukumba termasuk
bagian yang merugikan masayarakat Bira, sehingga AMPD langsung melaporkan ke
Pemda Sulsel. Pembebasan tanah di Bira, lebih kuat motifnya sebagai
penyerobotan atau pengambilan paksa atas lahan warga. Warga berada di pihak
yang lemah, karena kurangnya bukti tertulis atas kepemilikan mereka.
Pihak
Pemda Sulsel dan DPRD Sulsel, kemudian memberikan janji-janji surga untuk
membantu masyarakat Bira. Janji yang kemudian dibuktikan AMPD sebagai bentuk
pembohongan belaka dari pihak parlemen dan pemerintah.
Fakultas Kelautan
dan Fakultas Peternakan
Masalah
terwujudnya ekonomi dan budaya berbasis maritim maupun terpenuhinya kebutuhan
pengembangan ternak, juga diupayakan melalui terbentuknya Fakultas Kelautan dan
Fakultas Peternakan di Universitas Hasanuddin.
Ketika
usulan itu diangkat ke permukaan gelombang aksi, di Unhas masih berupa Program
Studi Kelautan dan Perikanan. Keberadaan fakultas kelautan untuk mengantisipasi
kekayaan laut Kawasan Indonesia Timur.
Ketika
akhirnya terbentuk fakultas-fakultas tersebut, maka itu menandakan betapa
kalangan aktivis jalanan pun peka dengan masalah akademis dan urusan
perkuliahan. Memang secara akademis, ada anggota AMPD yang mendapat nilai
unggul dalam akademis, namun ada yang bermasalah secara akademis karena DO di
strata satu.
Harapan
AMPD tidak semuanya terwujudkan karena sedemikin sedikit masalah kelautan di
KTI mendapat perhatian serius dari kalangan akademis fakultas tersebut. Apalagi
tersiar kabar ‘rahasia umum’ dari kalangan akademisi Unhas bahwa sejumlah
penelitian kelautan yang berurusan dengan kesejahteraan nelayan maupun
pelestarian laut masih diimbuhi dengan data-data fiktif. Kebenaran data itu
bisa ditelusuri, karena bersumber dari dosen non-kelautan yang pernah ikut
bekerja sama dalam penelitian kelautan.
Penelitian
lanjutan di bidang kelautan, hanyalah bermotif mendapatkan dana proyek tahunan.
Sikap dan mentalitas korup di kalangan akademisi, makin membesar melebihi
masa-masa Orba.
Inilah
kekecewaan AMPD di masa sekarang, karena meski ikut terlibat dalam penumbangan
kekuasan korup Orba melalui aksi jalanan, namun sikap ambivalensi para koruptor
terkini sama sekali tak bisa dipatahkan kuda-kudanya. (asnawin, dikutip dari tulisan Ostaf Al Mustafa yang diunggah
kembali Isradi Zainal pada akun Facebook-nya, Kamis, 10 Januari 2019)