Akhir-akhir ini, terutama menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatig (Pileg), sering sekali kita mendengar atau membaca penggalan kalimat akal sehat, dan juga sering disandingkan dengan kata dungu.
-------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 18 April 2019
Agar Ada Pikiran yang Sehat
Akhir-akhir
ini, terutama menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatig (Pileg),
sering sekali kita mendengar atau membaca penggalan kalimat akal sehat, dan
juga sering disandingkan dengan kata dungu.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring Kemdikbud RI, kata dungu diartikan sangat
tumpul otaknya, tidak cerdas, bebal, bodoh, sedangkan kata akal antara lain diartikan
daya pikir (untuk memahami sesuatu dan sebagainya, pikiran, ingatan.
Kata
sehat antara lain diartikan baik dan normal (tentang pikiran). Dengan demikian,
kata akal sehat dapat diartikan daya pikir atau pikiran yang baik dan normal.
Pengertian itu tentu saja bertentangan dengan arti kata dungu.
Mungkin
dari situlah asal muasal munculnya istilah akal sehat dan istilah dungu “untuk memanaskan”
situasi menjelang Pilpres dan Pileg yang telah dilaksanakan pada Rabu, 17 April
2019.
Secara
kebetulan, Facebook mengingatkan kenangan lama tulisan pendek saya dua tahun
lalu yang saya beri judul, “Jiwa Mereka Tidak Sehat.”
Tulisan
pendek itu saya saat sedang gelisah oleh situasi dan tiba-tiba teringat ucapan
dosen kami, Prof Jacob Samban, di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
(FPOK) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujungpandang.
FPOK
IKIP Ujungpandang kini berubah nama dan status menjadi Fakultas Ilmu
Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Makassar (UNM).
Saya
kuliah di FPOK IKIP Ujungpandang antara tahun 1986 hinga 1990, dan diwisuda
pada Februari 1991. Pada suatu hari, kami kuliah di Kantor KONI (Komite
Olahraga Nasional Indonesia) Sulsel, yang waktu itu “menumpang” di Stadion
Mattoanging Ujungpandang (sekarang berganti nama menjadi Stadion Mattoanging
Andi Mattalatta Makassar).
Prof
Jabob Samban pada perkuliahan itu mengatakan, ada kekeliruan dengan penggunaan
istilah “men sana in corpore sana”
yang berarti “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.”
Dosen
asal Tana Toraja yang memang pakar dalam bidang ilmu olahraga itu mengatakan,
kekeliruan yang terjadi yaitu kalimatnya tidak utuh alias dipenggal.
Kalimat
yang utuh yaitu orandum est ut sit mens
sana in corpore sano, yang terjemahannya yaitu “hendaknya engkau berdoa
agar ada pikiran yang sehat di dalam badan yang sehat.”
Kekeliruan
yang disebabkan pemenggalan kalimat tersebut, akhirnya menyesatkan pemikiran
banyak orang. Kenyataannya, banyak orang gila yang badannya sehat, banyak
penjahat dan koruptor yang berbadan sehat. Artinya, badan atau tubuh mereka
sehat, tetapi jiwa mereka tidak sehat.
Kalimat
orandum est ut sit mens sana in corpore
sano, berasal dari seorang penyair Romawi, Iuvenalis (60 – 140 SM), dalam
buku Satire 10.356.
Dengan
mengungkapkan kalimat itu, ia ingin menegaskan pentingnya keseimbangan hidup
jasmani dan rohani. Artinya, dalam istilah tersebut secara implisit mengandung
suatu pengharapan yang secara sederhana dapat dibahasakan seperti ini, “di
dalam tubuh yang sehat semoga terdapat jiwa yang sehat.” (asnawin)
Gowa, Kamis, 18
April 2019