Pengakuan atas kesalahan (terutama di hadapan Allah) itu baik bagi jiwa, itu menyehatkan jiwa, dan oleh karenanya jangan membiasakan diri mempertahankan kesalahan dan mencari-cari dalil untuk membenarkannya, karena itu akan berakibat penyakit bagi jiwa.
-------
PEDOMAN
KARYA
Rabu,
15 Mei 2019
Suluh Ramadhan 1440 H – Jalan Menuju Taqwa (8):
Akui Kesalahan Agar Jiwa Sehat
Oleh:
Abdul
Rakhim Nanda
(Wakil
Sekretaris Muhammadiyah Sulsel / Wakil Rektor I Unismuh Makassar)
Allah
berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan kami,
Sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah
kami dari siksa neraka." (Ali Imran/3: 16)
Ayat
ini menerangkan sifat dan kebiasaan orang-orang bertaqwa (muttaqien) yang
terletak pada ayat sebelumnya yakni ayat 15. Merujuk pada uraian sebelumnya
(edisi 07), maka ayat ini ditempatkan pada urutan keenam dari pembahasan
terkait perihal sifat dan kebiasaan muttaqien itu.
Sifat
keenam, yakni orang-orang yang senantiasa berdoa kepada Tuhannya, “Sesungguhnya
kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari
siksa neraka.”
Pernyataan
secara mantap tentang keimanan dan pengakuan terhadap kesalahan-kesalahan
adalah pintuk masuk ke dalam kondisi jiwa yang taqwa. Karena itu, ayat ini
berisi petunjuk sikap untuk memulai menata diri menuju taqwa, yakni ‘mantap
iman dan pengakuan atas kesalahan’.
Pengakuan
atas kesalahan (terutama di hadapan Allah) itu baik bagi jiwa, itu menyehatkan
jiwa, dan oleh karenanya jangan membiasakan diri mempertahankan kesalahan dan
mencari-cari dalil untuk membenarkannya, karena itu akan berakibat penyakit
bagi jiwa.
Bahkan
langkah sehat selanjutnya yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya
adalah memohon ampunan atas dosa sebagai akibat dari kesalahan yang telah
diperbuat.
Sekali
lagi, memohon ampun bukan mencari dalil pembenaran lalu bertahan di dalam
kesalahan. Akibat kelanjutan atas kemantapan iman dan pengakuan kesalahan ini
dapat mengantarkan seorang hamba untuk tidak sungkan memohon iba kepada Allah
SWT, agar setelah diberi keampunan, sekaligus dihindarkan dari siksaan (azab)
yang menghinakan, dimana tempat tersebut adalah di dalam neraka pada hari
pembalasan (akhirat) yang kita juga yakin akan adanya.
Quraish
Shihab dalam tafsir al-Misbah memberikan penjelasan bahwa permohonan ampun atas
dosa-dosa oleh seseorang, mencakup di dalamnya permohonan agar aibnya ditutupi
dan dihindarkan segala kekurangan yang dapat menimpanya, dan puncaknya adalah
permohonan seorang hamba agar dirinya dipelihara oleh Allah SWT dari siksa api
neraka.
Dan
salah satu hal penting yang dapat dipahami bahwa kesalahan yang berakibat dosa
yang (telanjur) dilakukan orang beriman, tidak menanggalkan sifat ketaqwaan
dengan syarat segera disadari dan bersegera memohon ampunan kepada Allah SWT.
Senantiasalah
memantapkan iman, akui kesalahan agar jiwa sehat, mohonkan ampunan dan
perlindungan dari azab neraka, itulah adalah alamat seorang yang rendah hati
(tawadhu) di hadapan Allah SWT. Semoga kita memiliki sifat orang-orang bertakwa
(muttaqien).
------
Baca juga:
Memohon Ampun di Waktu Sahur
------
Baca juga:
Memohon Ampun di Waktu Sahur