Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri. Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku.
-----------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 26 Juni 2019
Rabu, 26 Juni 2019
Cerpen:
Aku Membenci Suamiku Selama 10 Tahun (1)
Aku
membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang
kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan
hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku
sendiri. Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku.
Meskipun
membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa
melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul
keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan
siapapun.
Kedua
orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok
suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka. Ketika menikah, aku menjadi
istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku.
Suamiku
juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku
sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal
itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku.
Aku
telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan
menuruti semua keinginanku.
Di
rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada
sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku.
Aku
tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal
melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan
bekas lengket, dan aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk
menyelesaikan pekerjaannya.
Aku
marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku. Aku juga marah kalau ia
memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi. Aku marah kalau ia
menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan
teman-temanku.
Tadinya
aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau
mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya
ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum
pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya.
Aku
pun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun
menolak menggugurkannya. Itulah kemarahanku terbesar padanya.
Kemarahan
semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus
mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi
agar aku tidak hamil lagi.
Dengan
patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya
bersama kedua anak kami.
Waktu
berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke delapan. Seperti
pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah
menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi
dan mengantar anak-anak ke sekolah.
Hari
itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya
menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan
peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara
ibu.
Yaah,
karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi
hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku
berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya.
Meskipun
akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali
di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi. Ketika mereka pergi, akupun
memutuskan untuk ke salon.
Menghabiskan
waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam
kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak
kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami.
Tiba
waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari
bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian
terdalam aku tak menemukannya di dalam tas.
Sambil
berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan
aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf
sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil
dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan
di atas meja kerjaku,” katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan
marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai
bicara. Tak lama kemudian, handphone-ku kembali berbunyi dan meski masih kesal,
akupun mengangkatnya dengan setengah membentak.
“Apalagi??”
“Sayang,
aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang
sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat, khawatir aku menutup telepon
kembali.
Aku
menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup
telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang
membayarkan tagihanku.
Si
empunya salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan
mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu
karena “musuhku” juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi
untuk berhutang dulu.
Hujan
turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit
berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone
suamiku.
Tak
ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua
kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan
marah. Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. (bersambung)
-------
Cerpen bagian 2: Aku Membenci Suamiku Selama 10 Tahun (2)
Cerpen bagian 3: Aku Membenci Suamiku Selama 10 Tahun (3)
Cerpen bagian 4: Aku Membenci Suamiku Selama 10 Tahun (4-habis)
---------
Cerpen bagian 2: Aku Membenci Suamiku Selama 10 Tahun (2)
Cerpen bagian 3: Aku Membenci Suamiku Selama 10 Tahun (3)
Cerpen bagian 4: Aku Membenci Suamiku Selama 10 Tahun (4-habis)
---------
Dikutip
dari: http://pendengarnurani.blogspot.com/2012/04/aku-terpaksa-menikahimu-dan-akhirnya.html, pada Rabu, 26 Juni 2019