MOMOK. Mutasi kini menjadi momok di kalangan Aparat Sipil Negara (ASN) lingkungan Pemerintah Kabupaten Takalar. Dalam bulan Juli ini saja, Bupati Takalar, Syamsari Kitta, sudah tiga kali melakukan mutasi. Mutasi pertama dilakukan pada 10 Juli, selanjutnya pada 18 Juli, dan mutasi ketiga bulan Juli ini dilakukan pada Selasa, 23 Juli 2019. (ist)
-----------
Kamis, 25 Juli 2019
Mutasi
Kini Jadi Momok di Kalangan ASN Takalar
- Syamsari Kitta Melakukan Mutasi 3x dalam Satu Bulan
TAKALAR,
(PEDOMAN KARYA). Mutasi kini menjadi momok di kalangan Aparat
Sipil Negara (ASN) lingkungan Pemerintah Kabupaten Takalar. Beberapa ASN
termasuk mantan pejabat mengemukakan hal tersebut kepada wartawan di Takalar
dalam berbagai kesempatan bincang-bincang lepas.
Para ASN dan mantan
pejabat tersebut mengaku dihantui rasa takut dan tidak merasa tenang dalam
bekerja, karena mereka merasa dapat dipindahkan atau dimutasi, atau bahkan diberhentikan
dari jabatannya tanpa jabatan baru alias non-job, kapan saja bupati
menginginkannya.
Dalam bulan Juli ini
saja, Bupati Takalar, Syamsari Kitta, sudah tiga kali melakukan mutasi. Mutasi
pertama dilakukan pada 10 Juli, selanjutnya pada 18 Juli, dan mutasi ketiga
bulan Juli ini dilakukan pada Selasa, 23 Juli 2019.
“Kita tidak bisa
bekerja dengan tenang, karena kita bisa dipindahkan kapan saja oleh Pak Bupati,”
kata salah seorang ASN yang tidak ingin disebutkan namanya.
“Kita jadi apatis,
karena selalu dihantui mutasi,” ungkap pejabat lain.
Bupati Takalar Syamsari
Kitta dalam sambutannya pada mutasi Selasa, 23 Juli 2019, mengatakan, pengisian
pejabat struktural di instansi pemerintah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Takalar Nomor 2 Tahun 2019, tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah.
“Mutasi ini bagian dari
penataan ASN demi mewujudkan 22 program unggulan dalam mewujudkan visi dan misi
Kabupaten Takalar yang lebih unggul, sejahtera, dan bermartabat,” kata Syamsari.
Pada
mutasi 10 Juli 2019, Syamsari mengatakan, mutasi yang ia lakukan merupakan
bagian dari penataan dan pembinaan karier ASN.
“Mutasi
ini bagian dari penataan ASN dan pola pembinaan karier bagi aparatur dan juga
merupakan penyegaran dan peningkatan kinerja para pejabat,” kata Syamsari.
------
Baca juga:
Sekda TakalarMengaku Tidak Tahu-Menahu Soal Dua SK Mutasi
------
Baca juga:
Sekda TakalarMengaku Tidak Tahu-Menahu Soal Dua SK Mutasi
------
Kurang
Bagus untuk Pemerintahan
“Mutasi yang tiga kali
dilakukan oleh Bupati Takalar ini sudah menjadi pembicaraan dimana-mana, bahkan
termasuk di Gowa dan Makassar,” kata Aljazair, salah seorang aktivis pemuda
kepada Pedoman Karya, di Alun-alun
Makkatang Dg. Sibali, Takalar.
Rety Dg Ti’no, perempuan
kelahiran Takalar yang berprofesi sebagai dosen tetap salah satu perguruan
tinggi di Makassar, juga memberikan pernyataan serius dengan mengajak media
agar proaktif mengangkat persoalan mutasi pejabat di lingkungan Pemkab Takalar.
“Teman-teman wartawan
di Takalar harus proaktif mengangkat persoalan ini, karena mutasi yang
dilakukan tiga kali dalam sebulan kayaknya kurang bagus untuk sebuah
pemerintahan,” kata Dg Ti’no.
Media massa, katanya, harus
hadir memberikan pemberitaan yang cerdas dan mengandung pencerahan, sehingga
dapat mengedukasi masyarakat.
“Wartawan harus
melakukan terobosan atau sesuatu yang sifatnya kontrol sosial supaya berita
yang dibuat dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam
pengambilan kebijakan,” kata Dg Ti’no.
------
Baca juga:
Kepala Sekolah Terbaik di Takalar Dimutasi Jadi Staf SKB
------
Baca juga:
Kepala Sekolah Terbaik di Takalar Dimutasi Jadi Staf SKB
------
Kepentingan
Pribadi dan Kelompok
Ketua Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Takalar, Maggarisi Saiyye, dalam
bincang-bincang dengan wartawan di Takalar, juga menyoroti mutasi yang
dilakukan Bupati Takalar Syamsari Kitta tiga kali dalam satu bulan.
Daeng Nyau’, sapaan
akrab Maggarisi Saiyye, mengatakan, kewenangan yang besar bagi seorang kepala
daerah justru banyak digunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
“Kewenangan seorang
kepala daerah terlalu besar, sehingga mereka bebas melakukan mutasi kapan saja,
padahal banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan mutasi, dan mutasi
tidak boleh dilakukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” tandas Daeng
Nyau’.
Dalam melakukan mutasi,
katanya, bupati sekalu kepala daerah harus merujuk aturan perundang-undangan
mengenai ASN, yakni UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dia kemudian menyebut pasal
72 UU ASN yang bernunyi, “Promosi PNS dilakukan berdasarkan perbandingan
objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh
jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerja sama, kreativitas,
dan pertimbangan dari tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah, tanpa
membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan.”
“Berdasarkan
Undang-undang ASN, mutasi harus dilakukan secara objektif sesuai kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan untuk sebuah jagatan, bukan berdasarkan
kepentingan pribadi atau kelompok,” kata Daeng Nyau’. (Hasdar Sikki)
-------
Baca juga:
Karut-marut Mutasi ASN di Takalar Masih Jadi Pembicaraan
--------
-------
Baca juga:
Karut-marut Mutasi ASN di Takalar Masih Jadi Pembicaraan
--------