“Bisakah
itu mantan narapidana diangkat jadi pejabat publik?” tanya Daeng Nappa’ kepada
Daeng Tompo’ saat ngopi pagi di warkop alun-alun lapangan seusai olahraga pagi.
“Saya
tidak tahu secara hukum, tapi secara etika, sebaiknya janganlah,” kata Daeng
Tompo’.
“Jadi
tidak setujuki ini kalau ada mantan narapidana yang diangkat jadi pejabat
publik?” tanya Daeng Nappa’.
-----------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 24 November 2019
Obrolan
Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:
Bisakah Itu Mantan Narapidana Jadi Pejabat Publik?
“Bisakah
itu mantan narapidana diangkat jadi pejabat publik?” tanya Daeng Nappa’ kepada
Daeng Tompo’ saat ngopi pagi di warkop alun-alun lapangan seusai olahraga pagi.
“Saya
tidak tahu secara hukum, tapi secara etika, sebaiknya janganlah,” kata Daeng
Tompo’.
“Jadi
tidak setujuki ini kalau ada mantan narapidana yang diangkat jadi pejabat
publik?” tanya Daeng Nappa’.
“Itumi
kubilang tadi, tidak etis rasanya kalau ada mantan narapidana diangkat jadi
pejabat publik,” kata Daeng Tompo’.
“Tidak
etis bagaimana? Kan sudahmi najalani hukumanna di dalam penjara?” tanya Daeng
Nappa’.
“Pertama,
namanya sudah cacat. Kedua, orang yang akan dipimpin tentu merasa kurang
nyaman. Ketiga, kalau masih ada rasa maluna, para mantan narapidana itu pasti
tidak mau tongji diangkat jadi pejabat publik,” tutur Daeng Tompo’.
“Jadi
kalau ada mantan narapidana yang diangkat jadi pejabat publik, itu berarti
tidak ada rasa maluna?” tanya Daeng Nappa’.
“Bukan
saya yang bilang itu nah,” ujar Daeng Tompo’ sambil tersenyum dan Daeng Nappa’
pun ikut tersenyum. (asnawin)
Ahad,
24 November 2019