Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih, Tajdid, dan Tabligh, Prof Yunahar Ilyas, meninggal dunia dalam usia 64 tahun pada Kamis malam, 02 Januari 2019, pukul 23.47 WIB, di RS Sardjito, Yogyakarta.
-----
PEDOMAN KARYA
Jum’at, 03 Januari 2020
Mengenang Yunahar Ilyas: Jangan Terbawa Arus Tuntunan Agama di Medsos
Oleh: Asnawin Aminuddin
(Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah Sulsel)
Banyak orang yang tersentak kaget ketika Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih,
Tajdid, dan Tabligh, Prof Yunahar Ilyas, dikabarkan jatuh sakit dan dirawat secara intensif di ruang ICU di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta, pada akhir Oktober 2019.
Kabar tersebut dengan cepat beredar, baik di kalangan Muhammadiyah, maupun
di luar Muhammadiyah. Sejumlah pejabat dan kerabat pun berdatangan ke rumah
sakit untuk membezuk dan mendoakannya. Doa yang sama pun terbaca di berbagai
media sosial.
“Sebenarnya beliau yang kita harapkan jadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
ke depan, mudah-mudahan beliau cepat sembuh,” ujar seorang da’i Muhammadiyah
Sulsel di Makassar, kepada penulis ketika itu.
Meskipun sudah lama dikabarkan sakit, tetap saja banyak orang yang
tersentak kaget ketika kabar meninggalnya Buya Yunahar Ilyas–sapaan akrab Prof
Yunahar Ilyas–menyebar di berbagai media sosial pada Kamis tengah malam, 02
Januari 2019, hingga Jumat siang, 03 Januari 2019.
Ya, Buya Yunahar meninggal dunia dalam usia 64 tahun pada Kamis malam, 02 Januari
2019, pukul 23.47 WIB di RS Sardjito, Yogyakarta. Inna lillahi wa inna ilaihir
ra’jiun.
Selain mengucapkan turut berbelasungkawa dan mengiringkan doa untuk almarhum,
banyak orang yang langsung mengenang sosok pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera
Barat, 22 September 1956, lewat tulisan di media sosial maupun di media massa.
Dalam catatan penulis, Buya Yunahar Ilyas cukup sering ke Makassar sejak
Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh)
Makassar, Agustus 2015.
Menghormati Pilihan Muktamirin
Ada catatan menarik tentang pria yang dua kali meraih gelar sarjana (S1 di
Fakultas Ushuluddin Universitas Ibnu Riyadh, Arab Saudi, tahun 1983, dan S1 di Fakultas
Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, Padang, tahun 1984) pada Muktamar ke-47 Muhammadiyah
di Makassar, yang oleh beberapa media disebut sebagai muktamar teduh itu.
Pada pemilihan 13 Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah
dalam muktamar yang dilangsungkan Rabu, 5 Agustus 2015, Buya Yunahar menempati
urutan kedua suara terbanyak, yakni 1.928 suara. Hanya selisih 19 suara dari
Haedar Nashir yang menempati urutan pertama dengan 1.947 suara.
Perolehan suara selengkapnya, (1) Haedar Nashir: 1.947
suara, (2) Yunahar Ilyas: 1.928 suara, (3) Dahlan Rais: 1.827 suara, (4) Busyro
Muqaddas: 1.811 suara, (5) Abdul Mu'ti: 1.802 suara, (6) Anwar Abbas: 1.436
suara, (7) Muhadjir Effendy: 1.279 suara, (8) Syafiq A. Mughni: 1.198 suara, (9)
Dadang Kahmad: 1.146 suara, (10) Suyatno: 1.096 suara, (11) Agung Danarto:
1.051 suara, (12) M Goodwill Zubir: 1.049 suara, serta (13) Hajriyanto Y
Thohari: 968 suara.
Buya Yunahar sebenarnya berpeluang jadi Ketua Umum PP
Muhammadiyah, tapi ketika ditanya wartawan tentang posisi ketua umum, ia
mengatakan, mungkin jadi ketua umum akan lebih terkenal, fotonya dipajang, tapi
jadi ketua umum tanggung-jawabnya lebih besar, karena itu diberikan kehormatan
lebih tinggi.
Tentang kesediannya menjadi ketua umum, ia mengatakan
mau dan bersedia karena harus menghormati pilihan muktamirin (peserta Muktamar
Muhammadiyah yang telah memilih).
“Tapi kalau beliau (Haedar Nashir) bersedia, maka saya
menyetujui dan selesai sudah,” ujarnya sambil tersenyum.
Dalam struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode
2015-2020, Yunahar Ilyas kemudian diberi amanah sebagai Ketua Pimpinan
Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih, Tajdid, dan Tabligh.
Tuntunan Agama
di Medsos
Dalam
kapasitasnya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih, Tajdid,
dan Tabligh, Buya Yunahar, pada Munas Tarjih Muhammadiyah, di Balai Sidang
Muktamar 47 Kampus Unismuh Makassar, Kamis malam, 25 Januari 2018, mengingatkan
bahwa dewasa ini banyak muncul agamawan instan dan juga banyak bermunculan
tuntunan agama melalui jaringan di media sosial seperti Facebook (FB), WhatsApp
(WA), dan lain-lain.
Terkait
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang juga
berpengaruh terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaan tersebut, katanya,
Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam terbesar di
Indonesia, mengajak warganya agar tidak mudah terbawa arus tuntunan agama yang
banyak beredar di medsos.
“Jangan mudah terbawa
arus tuntunan agama di media sosial,” kata alumni S2 (1964) dan S3 (2004) IAIN Sunan Kalijaga, dan Guru
Besar Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Khusus
kepada warga Muhammadiyah, lanjut Buya Yunahar, Muhammadiyah membuat panduan
melalui Himpuan Putusan Tarjih yang di kalangan Muhammadiyah biasa disingkat
HPT.
“Produk
Majelis Tarjih inilah yang nantinya diharapkan bisa menjadi pemandu bagi
segenap warga Muhammadiyah, di tengah kemunculan banyak kalangan agamawan
instan,” kata Buya Yunahar.
Demikian
beberapa catatan penulis tentang almarhum Yunahar Ilyas. Tentu masih banyak sekali
catatan menarik dan bermanfaat tentang kiprah dan pemikiran beliau, yang semoga
itu semua mengantarkan beliau ke pintu surga. Amin.
Makassar, Jumat,
03 Januari 2020
--------
Baca juga:
Jangan Terbawa Arus Tuntunan Agama di Medsos
Muhammadiyah: Starbucks Mendukung Perbuatan Keji
--------
Baca juga:
Jangan Terbawa Arus Tuntunan Agama di Medsos
Muhammadiyah: Starbucks Mendukung Perbuatan Keji