Wahai orang-orang yang
beriman! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan
shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS Al-Baqarah/2:
153).
-------
PEDOMAN KARYA
Senin, 06 Januari 2020
Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman (02):
Mohonlah Pertolongan dengan Sabar dan Shalat
Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)
Wahai orang-orang yang
beriman! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan
shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS Al-Baqarah/2:
153).
Menjalani perjuangan hidup tidaklah segampang yang
diangan-angankan, karena hidup memang bukanlah suatu angan-angan, akan tetapi
hidup adalah perjuangan meraih kesuksesan, keselamatan, dan kesejahteraan dunia
dan akhirat.
Dan kesemuanya ini dapat dicapai jika hidup ditata dalam
menegakkan kebenaran, yakni meniti “shiratal
mustaqim”, dan menegakkan kebenaran inilah yang membutuhkan kesabaran dan
keteguhan hati untuk dapat istiqamah dalam
ketaatan dan pengabdian kepada Ilahi
rabbi. Bukankah tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi kepada Rabb-Nya (Adz Dzariyat/51: 56)?
Ayat ini memberikan makna yang amat dalam mengenai tujuan
hidup dengan cita-cita yang tinggi, suatu cita-cita luhur yakni menegakkan
kalimat Allah, memancang
tonggak-tonggak ketauhidan di alam jagat raya ini.
Buya Hamka (1908-1981), mengatakan bahwa semakin mulia
cita-cita yang dituju, maka akan semakin sulit rintangan yang dihadapi. Memang
demikianlah kenyataannya.
Nabi-nabi dan rasul-rasul sejak sebelum Rasulullah
Muhammad SAW.
hingga kepada beliau sendiri menghadapi kesulitan-kesulitan yang sangat berat dalam
menegakkan kebenaran dan mereka semua dapat menghadapinya dengan baik, semuanya
adalah karena mereka bersabar.
Bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
wajiblah bersabar di dalam hidup sebagai konsekuensi logis dari pengakuan
keimanannya. Hanya dengan sabar cita-cita dapat diraih, dan dengan sabar
derajat iman dalam perjuangan dapat dicapai, dengan sabar kita dapat
menyampaikan nasehat kepada orang lain dan dengan sabar pula kebenaran dapat
ditegakkan.
Orang-orang arif berkata bahwa: “seberat apapun cobaan dan ujian akan menjadi ringan jika dihadapi
dengan jiwa yang besar, dan seringan apapun cobaan
dan ujian maka akan menjadi berat jika dihadapi dengan jiwa yang kerdil”. Jiwa besar ada dalam diri
orang-orang sabar, maka sabar
adalah benteng diri yang amat teguh.
Bersabar, bagi orang-orang yang beriman merupakan syarat
mutlak untuk mencapai cita-cita yang dituju. Orang-orang yang sabar akan dapat
melawan kekuatan musuh dua kali lebih besar (QS Al Afal/8: 26), karena orang
sabar selalu memiliki semangat yang berkobar (QS Al Anfal/8: 65), serta lebih
tahan uji (QS Muhammad/47: 31), berlapang dada (QS An Nahl/16 : 127) dan
senantiasa istiqamah dalam mencari
keridhaan Allah (QS An Nahl/16 : 96).
Pada diri orang yang sabar akan senantiasa tampak tenang
dan tidak terbelenggu dalam kesusahan hati, karena orang yang sabar akan
senantiasa dipelihara oleh Allah dari
kesusahan hati, serta diberikan kejernihan dan kegembiraan hati (QS Al Insan/76:
11).
Perjuangan dengan berbekal kesabaran memiliki keyakinan
yang pasti bahwa dalam perjuangan ada satu tujuan utama, yaitu ridha Allah; dan dengan keyakinan itu
orang-orang yang sabar akan memperoleh ampunan karena kesabarannya (QS Hud/11:
11). Bukankah pengampunan dari Allah
merupakan ni’mat yang amat tinggi nilainya?
Di dalam al-Qur’an
surah Ali Imran ayat 146 dan 147 dijumpai beberapa sifat kesabaran yang harus
ditanamkan pada diri orang-orang yang beriman, yakni (1) tidak mengeluh menghadapi
cobaan, (2) tidak
lesu dan tidak patah semangat, (3) tidak mundur barang setapak, (4) sabar menanti hasil, walaupun rasanya
lama, (5) senantiasa
mengadakan koreksi dan penyelidikan atas dosa terhadap Allah atau pelanggaran-pelanggaran atas disiplin, lalu
memperbaikinya, dan (6) selalu
memohon pertolongan kepada Allah.
Dari sini dapat dipahami bahwa bersabar bukanlah berarti
berdiam diri, bahkan sabar itu lebih dinamis dan terarah karena bimbingan wahyu Ilahi, dan memiliki keyakinan
bahwa seluruh perjuangan dengan berdasar atas kesabaran pasti akan mendapat
ridha Allah dan kemenangan.
Sabar adalah salah satu sikap utama bagi orang-orang yang
beriman dalam meniti perjuangan untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan
akhirat (fiddun-ya hasanah wa fil
akhirati hasanah).
Hal yang kedua yang harus ditegakkan oleh orang-orang beriman
dalam rangka memohon pertolongan adalah
shalat.
Orang-orang yang beriman diperintahkan oleh Allah SWT
untuk senantiasa mendirikan shalat dalam kondisi bagaimana pun adanya. Jika dalam
kondisi normal dan sehat hendaknya shalat dilakukan secara sempurna sebagaimana
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Jika tidak mampu, maka shalat dapat
dilakukan sesuai dengan kondisi diri masing-masing. Tidak mampu berdiri, maka
dapat dilakukan dengan duduk, jika tidak mampu duduk maka dapat dilakukan
dengan berbaring. Karenanya tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk dapat
meninggalkan shalat, kecuali bagi wanita yang haidh/nifas dan orang yang
berbalik akal atau gila.
Shalat tetap wajib bagi orang-orang yang beriman,
walaupun dalam keadaan sedang bepergian, bahkan di medan perang sekalipun
shalat tetap harus senantiasa didirikan (QS 4 : 102-104).
Mengapa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk
memohon pertolongan (beristi’anah)
dengan sabar dan shalat? Mengapa tidak cukup dengan sabar saja? Atau dengan
shalat saja?
Tentu saja karena dengan sabar dan shalat keduanya memiliki
keterkaitan erat yang tidak dapat dipisahkan. Orang beriman tidak akan mampu
bersabar melainkan orang itu tetap menegakkan shalat, terutama nilai-nilai dari
shalat itu sendiri, dan orang beriman juga tidak akan mempu mendirikan shalat dengan
khusyuk jika tidak dengan kesabaran.
Dengan kata lain, orang beriman akan mengalami
“kelelahan” menghadapi hidup jika hidup itu tidak dijalaninya dengan tetap
menjaga keseimbangan antara sabar dan syukur, sedang manifestasi rasa syukur
yang paling tinggi adalah bersujud hanya kepada-Nya.
Maka akan disadari oleh orang-orang yang beriman bahwa
perintah Allah SWT untuk senantiasa
memohon pertolongan dengan sabar dan shalat adalah untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan hidup orang-orang yang beriman itu sendiri. Untuk itu, sabar dan shalat sudah
harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan orang-orang yang
beriman.
Jika shalat sudah dirasakan sebagai suatu kebutuhan hidup
bagi diri setiap mu’min, maka dengan sendirinya shalat tidak lagi dilakukan
dalam rangka “menggugurkan kewajiban” saja, sebagaimana dilakukan oleh
orang-orang kebanyakan (awam), akan
tetapi dilakukan dengan penuh kesadaran dengan dzikir kepada Allah.
Mengapa dengan dzikir kepada Allah? Karena memang salah satu
tujuan shalat adalah untuk mengingat Allah
(QS 20 : 14); dzikir dalam artian sadar
ingat dan rasa akan kebesaran Allah dengan segala tampilan asma-Nya yang indah,
lalu hati mengagumiNya, kemudian terpikat, akhirnya menjadi cinta, sehingga
seluruh waktu dalam hidupnya hanya untuk Allah.
Shalat dengan penuh khusuk dan dzikir kepada Allah dengan cara seperti inilah yang
dapat mencegah manusia dari berbuat keji
(fahsya) dan keonaran (munkar) (QS
29 : 45).
Dengan memahami makna shalat demikian, kiranya tidaklah
berlebihan jika dikatakan bahwa orang-orang beriman harus mendirikan shalat
dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, tidak dengan merasa terpaksa (QS 98 : 5)
dan tidak sekadar
kegiatan rutin saja.
Shalat bagi orang yang beriman hendaknya bukan hanya
karena dorongan definisi-definisi fikhi; misalnya karena shalat itu wajib lalu mengerjakan mendapat pahala
dan meninggalkannya adalah dosa.
Demikian pula dengan shalat sunnat yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika
ditinggalkan tidak berdosa, lalu karena tidak berdosa maka shalat sunnat tiada
mengapa ditinggalkan saja. Tidak demikian!
Bagaimana seharusnya? Jikalau shalat sudah dapat
dirasakan sebagai kebutuhan maka semakin banyak dan semakin khusyuk dalam
melakukannya, maka
semakin mantap pula hati untuk menegakkannya.
Demikian pula halnya dengan shalat-shalat sunnat (nawafil) harus menjadi pendirian bagi
orang beriman bahwa shalat sunnat itu merupakan kebutuhan hidup agar orang
mu’min untuk memperoleh tempat yang terpuji (maqaman
mahmuda) di mata Allah.
Artinya, jika orang-orang beriman tetap mendirikan shalat nawafil maka tidak hanya sekadar mendapat pahala, akan
tetapi mendapat perhatian khusus dari Allah
terhadap dirinya berupa posisi (maqam)
yang terpuji.
Oleh karenanya, selain shalat wajib lima kali yang telah
ditetapkan waktunya itu (QS 4 : 103), hendaknya diikuti dengan shalat nawafil.
Kiranya hal ini tidaklah merupakan hal yang baru bagi orang-orang yang beriman.
“Dirikanlah shalat
dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan bacaan (shalat) subuh. Sesungguhnya bacaan
subuh itu adalah disaksikan. Dan di sebagian malam hendaklah engkau bangun
(tahajjud), sebagai ibadah tambahan untukmu. Moga-moga Rabb-mu akan
membangkitkan engkau ke suatu tempat yang terpuji (QS Al Isra/17:78-79).
Shalat bagi orang-orang yang beriman, paling kurang, terdiri atas 38 rakaat dalam sehari
semalam; yakni shalat lima waktu 17 rakaat, shalat rawatib 10 rakaat, dan shalat lail dan atau witir sebanyak 11 rakaat (17 + 10 + 11), kemudian lebih baik lagi
kalau ditambah shalat dhuha di pagi
hari.
Dan semua ini hendaknya dilakukan sekhusyuk mungkin, khusyuk dalam pengertian keterpikatan hati dengan sifat dan keindahan
asma Allah dan perlakuan Allah terhadap hamba-Nya yang senantiasa diliputi
Rahman dan RahimNya, karena memohon pertolongan dengan sabar dan shalat
akan sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (QS 2 : 45).
Jadikanlah hidup ini indah, enak, tenteram, dan aman sentosa dan
semua itu bisa terwujud jika sifat-sifat kebajikan, lewat latihan shalat dan
sabar, bersemayam
di dalam lubuk hati yang dalam, bagi setiap orang-orang yang beriman atas
bimbingan Allah SWT yang Maha Kasih.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Yahya Shuhaib bin
Sinan, bersabda Rasulullah s.a.w: “Memang sangat menakjubkan orang-orang
mu’min itu, karena segala urusannya sangat baik baginya dan itu tidak akan
terjadi kecuali bagi seorang yang beriman dimana ia mendapatkan kesenangan ia
bersyukur, maka yang demikian itu
sangat baik baginya, dan bila ia tertimpa kesusahan ia sabar maka yang demikian
itu sangat baik baginya”.
Karenanya; wahai orang-orang yang beriman sabar dan shalatlah dan Allah SWT akan selalu bersama dengan
orang sabar. (bersambung)
---
Keterangan:
- Artikel dengan judul “Mohonlah Pertolongan dengan Sabar dan Shalat” ini adalah tulisan bagian kedua, (Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman : 02)
- Tulisan bagian pertama berjudul “Jangan Bersikap Tidak Sopan Terhadap Rasulullah dan Ajarannya” (Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman : 01)
- Tulisan sebelumnya yang berjudul “Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman”, merupakan pengantar dari keseluruhan artikel yang akan terbit hingga selesai nanti.
-----
Artikel terkait:
Tulisan Bagian (2): Jangan Bersikap Tidak Sopan Terhadap Rasulullah dan Ajarannya
Tulisan Bagian (1): Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman
- Artikel dengan judul “Mohonlah Pertolongan dengan Sabar dan Shalat” ini adalah tulisan bagian kedua, (Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman : 02)
- Tulisan bagian pertama berjudul “Jangan Bersikap Tidak Sopan Terhadap Rasulullah dan Ajarannya” (Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman : 01)
- Tulisan sebelumnya yang berjudul “Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman”, merupakan pengantar dari keseluruhan artikel yang akan terbit hingga selesai nanti.
-----
Artikel terkait:
Tulisan Bagian (2): Jangan Bersikap Tidak Sopan Terhadap Rasulullah dan Ajarannya
Tulisan Bagian (1): Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman