LABORATORIUM Ilmu
Hubungan Internasional FISIP Unhas menggelar diskusi tematik, di Kampus Unhas,
Rabu, 08 Januari 2020, yang dihadiri sejumlah dosen dan mahasiswa Program Studi
Hubungan Internasional, membahas dampak aksi sepihak Washington yang
menyerang dan menewaskan Jenderal Qassim Soleimani.
--------
Rabu, 08 Januari 2020
Unhas
Bahas Konflik Iran – AS dan Kemungkinan Perang Dunia III
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Menyikapi hubungan Amerika Serikat dan
Iran pasca-tewasnya panglima paling berpengaruh di Iran, Jenderal Qassim
Soleimani, Jumat, 03 Januari 2020, yang dibunuh dengan menggunakan pesawat
tanpa awak (drone) atas perintah Presiden AS, Donald Trump, Laboratorium Ilmu
Hubungan Internasional FISIP Unhas langsung menggelar diskusi tematik.
Diskusi di Kampus Unhas,
Rabu, 08 Januari 2020, yang dihadiri sejumlah dosen dan mahasiswa Program Studi
Hubungan Internasional tersebut, membahas dampak aksi sepihak Washington yang
menyerang dan menewaskan Jenderal Qassim Soleimani.
Para dosen dan
mahasiswa HI Unhas memperkirakan dampak penyerangan tersebut bukan hanya bagi
hubungan kedua negara, yakni AS dan Iran, melainkan juga bagi konstalasi
politik dan hubungan internasional.
Pusparida Syahdan, dosen
Sistem Politik dan Politik Luar Negeri Amerika, pada kesempatan itu menjelaskan
karakter kepemimpinan di Amerika Serikat, khususnya kebijakan Presiden Donald
Trump.
“Donald Trump memiliki
tiga visi kepemimpinan sebagai Presiden Amerika, yaitu isolasionis,
unilateralis, dan transaksionalis. Sejak menjadi presiden, Trump menganulir
hampir seluruh kebijakan presiden sebelumnya, Barack Obama, yang dikenal multilateralis. Ini termasuk mengubah drastis kebijakan
Amerika terhadap Iran. Trump bahkan
menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir Iran yang digagas oleh
Obama,” kata Pusparida.
Dia kemudian
mengungkapkan berbagai kejadian sepanjang tahun 2018 dan 2019 yang mendahului
peristiwa serangan oleh pesawat tanpa awak terhadap Soleimani. Menurut
Pusparida, mencermati kejadian-kejadian ini, kita jadinya memahami bahwa
Amerika memang tidak pernah sepaham dengan Iran.
“Namun yang menjadi
pertanyaan adalah mengapa yang menjadi target adalah panglima paling
berpengaruh, bukan saja di Iran bahkan juga di beberapa negara teluk? Selain
itu, mengapa pemilihan waktunya sekarang?” tanya Pusparida.
Dosen HI Unhas,
Agussalim Burhanuddin, membeberkan beberapa asumsi terkait serangan terhadap
Soleimani. Menurutnya, Amerika mengambil langkah sangat berani, bahkan dapat
dikatakan di luar batas, yang mengorbankan Soleimani. Dia mengatakan, ada
kemungkinan Soleimani merupakan collateral
damage, atau korban yang tidak terduga.
“Trump tampaknya memang
memerintahkan serangan ini, sebagaimana ia akui, dengan alasan pre-emptive atau
pencegahan. Namun patut diingat, membunuh karena alasan pre-emptive tindakan
illegal. Dalam situasi demikian, posisi Amerika sangat lemah dalam hukum
internasional, sehingga Washington akan memilih respon politik,” kata Agus.
Kesimpulan
Diskusi
Pandangan-pandangan
juga dikemukakan oleh beberapa dosen HI, antara lain Ishaq Rahman, Nur Jannah
Abdullah, Seniwati, dan Aswin Baharuddin.
Menurut mereka, aksi
penyerangan tersebut mengubah secara drastis the level of the game dalam hubungan antara Amerika Serikat dan
Iran, termasuk dengan sekutu-sekutunya masing-masing.
Iran memang melakukan
pembalasan ofensif yang akan mempersempit ruang dialog, apalagi parlemen Iran
telah secara resmi memutuskan bahwa pembunuhan Qassim Soleimani merupakan
tindakan terorisme.
Diskusi ini
menyimpulkan bahwa eskalasi konflik Iran dan Amerika yang meningkat akan
berdampak pada konflik terbuka yang makin meluas. Namun demikian, kemungkinan
terjadinya Perang Dunia Ketiga sebagaimana dikhawatirkan berbagai pihak,
membutuhkan perkembangan situasi lain.
Negara-negara dunia
telah mengambil pelajaran bagaimana besarnya kerusakan paska Perang Dunia
Pertama dan Perang Dunia Kedua.
Dengan keberadaan
senjata nuklir dewasa ini, Perang Dunia III dapat dipastikan merupakan Perang
Nuklir. Itu berarti akhir dari dunia (the end of the world). Hal itu akan
dihindari oleh berbagai pemimpin rasional, termasuk di Iran dan Amerika
Serikat.
Keping-keping
Puzzle
Sekretaris Departemen
HI Unhas, Muhammad Ashry Sallatu, pada pembukaan diskusi menjelaskan bahwa
diskusi tematik ini bertujuan memahami apa sebenarnya situasi yang terjadi di
Timur Tengah, khususnya di Iran.
“Kita menerima banyak
sekali serpihan informasi dari media massa. Serpihan-serpihan ini adalah
keping-keping puzzle. Lab HI merasa perlu membuat peta gambar besarnya,
sehingga kita dapat memahami situasi sebenarnya dan kecenderungan yang akan
terjadi pada masa mendatang,” jelas Ashry. (kia)
------
Baca juga:
Unhas Makassar Miliki 293 Profesor Aktif
Scopus Sudah Muat 1.391 Artikel Ilmiah Dosen Unhas
------
Baca juga:
Unhas Makassar Miliki 293 Profesor Aktif
Scopus Sudah Muat 1.391 Artikel Ilmiah Dosen Unhas