Menyikapi wabah global atau pandemi virus corona yang dapat menyebabkan Covid-19, termasuk di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa dan juga rekomendasi.
-------
Jumat,
20 Maret 2020
MUI Keluarkan Fatwa dan Rekomendasi Terkait Wabah Virus
Covid-19
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Menyikapi wabah global atau pandemi virus corona yang dapat
menyebabkan Covid-19, termasuk di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa dan juga
rekomendasi.
Fatwa
nomor 14 Tahun 2020, tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah
Covid-19, dikeluarkan pada Senin 16 Maret 2020, dan disampaikan oleh Sekretaris
Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, dalam konferensi pers di gedung Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Timur, Kamis, 19 Maret 2020.
“Jika
ada dalam situasi kondisi seperti ini tetapi kondisi fisiknya sedang turun,
sedang sakit, maka diharapkan untuk beribadah di tempat yang sifatnya privat,”
kata Asrorun.
Fatwa
MUI tersebut terdiri atas sembilan poin, dan ditambahkan dengan tiga poin
rekomendasi. Sembilan poin itu adalah sebagai berikut:
1.
Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal
yang dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian
dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2.
Orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar
tidak terjadi penularan kepada orang lain.
Baginya
shalat Jumat dapat diganti dengan salat lohor, di tempat kediaman, karena
shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang, sehingga
berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.
Baginya
haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya
penularan, seperti jamaah shalat lima waktu / rawatib, shalat tarawih, dan
shalat ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum
dan tabligh akbar.
3.
Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar
COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau
sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia boleh
meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya dengan shalat lohor di tempat
kediaman, serta meninggalkan jamaah salat lima waktu atau rawatib, tarawih, dan
ied di masjid atau tempat umum lainnya.
b.
Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah
berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan
kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar
COVID-19, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium
tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
4.
Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang
mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat di kawasan
tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya
dengan shalat lohor di tempat masing-masing.
Demikian
juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak
dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat
lima waktu/rawatib, shalat tarawih, dan shalat ied di masjid atau tempat umum
lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
5.
Dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan
shalat Jumat, dan boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang
banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat tarawih, dan shalat
ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan
majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.
6.
Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam menetapkan kebijakan
penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib
menaatinya.
7.
Pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam
memandikan dan mengkafani, harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan
oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat,
sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa
dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.
8.
Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik,
seperti memborong dan/atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker, dan
menyebarkan informasi hoax terkait COVID-19 hukumnya haram.
9.
Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak
ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat
fardhu, memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah
SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya
(doa daf'u al-bala'), khususnya dari wabah COVID-19.
MUI
kemudian merekomendasikan tiga hal, yaitu:
1.
Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar masuknya
orang dan barang ke dan dari Indonesia, kecuali petugas medis dan barang
kebutuhan pokok serta keperluan emergency.
2.
Umat Islam wajib mendukung dan menaati kebijakan pemerintah yang melakukan
isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran
virus tersebut dapat dicegah.
3.
Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi orang suspect atau terpapar COVID-19.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan bisa menerima kembali orang yang
dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sudah sembuh ke tengah masyarakat, serta
tidak memperlakukannya secara buruk. (kiya)