Wahai orang-orang
yang beriman! Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang
Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa
yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS An-Nisa/4:
136)
------------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 08 Mei 2020
Al-Qur’an
Menyapa Orang-orang Beriman (26):
Perintah Memperteguh Keimanan
Oleh: Abdul
Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil
Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)
Wahai orang-orang
yang beriman! Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang
Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa
yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS An-Nisa/4:
136)
Wahai orang
yang beriman! Seruan ini menggugah
sekali lagi identitas keimanan hamba, suatu indentitas yang menjadi ciri
pembeda bagi mereka dengan kejahiliyahan di sekitar kehidupannya, identitas
yang menghubungkan mereka dengan Sang Maha Agung sebagai ‘sumber untuk memohon’
kekuatan dan pertolongan dalam menapaki perjalanan hidup dengan tugas
kekhalifahan yang diembannya.
Berimanlah
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang
Allah turunkan sebelumnya. Ini adalah pedoman dari Allah SWT ke arah mana atau unsur-unsur
apa yang wajib diimani oleh orang-orang yang beriman itu, yaitu beriman kepada Allah secara paripurna, kepada Rasul-Nya, kepada kitab Allah
dan kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Pertama, berimanlah kepada Allah SWT. Beriman kepada Allah berarti yakin akan Dzat Allah, Asma wa Sifat (nama dan sifat Allah), dan Af’al (tindakan) Allah SWT.
Meyakini sifat Rububiyah, sifat Mulkiyah dan sifat Ilahiyah
Allah SWT (QS An-Nas/114: 1-3).
Adapun Tauhied Rububiyah yakni mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Rab
yang mencakup pengertian Maha Pencipta, Al-Khaliq
(QS Al-Baqarah/2: 21-22), Maha Memberi Rezki, Ar-Raziq (QS Fathir/35: 3), Maha Memelihara, Al-Hafizh, dan Maha Mengelola, Al-Mudabbir (QSFathir/35: 11-13), serta Maha Memiliki, Al-Malik (QS Al-Mu’minun/23: 84-85).
Kemudian Tahied Mulkiyah yakni mengimani Allah
sebagai satu-satunya Raja yang berdaulat bagi seluruh alam yang mencakup
pengertian; Allah sebagai Pemimpin, Al-Wali (QS Al-Kahfi/18: 44,
Al-Baqarah/2: 257, Al-Maidah/5: 55), Allah
sebagai Penguasa yang menentukan hukum dan segala peraturan kehidupan, Al-Hakim (QS Al-An’am/6: 57, 62; Yusuf/12:
40; Al-Maidah/5: 44, 45, 47); dan Allah sebagai tujuan seagala sesatunya, Al-Ghayah (QS Al-Insyirah/94: 8,
Al-An’am/6: 162, Al-Fatiha/1: 5).
Selanjutnya adalah Tauhied Ilahiyah yakni mengimani Allah sebagai satu-satunya yang
disembah, Al-Ma’bud (QS Thaha/20: 14)
dan tunduk patuh hanya kepada Allah SWT
dalam seluruh aspek kehidupannya.
Oleh karenanya, bukti keberimanan
seseorang kepada Allah SWT adalah
tunduk patuh (beribadah) kepada-Nya (QS Al-Baqarah/2: 21) dengan
ikhlas tanpa pamrih, benar-benar hanya menegakkan agama yang lurus (QS
Al-Bayyinah/98 : 5).
Kedua, berimanlah kepada Rasul Allah. Wahai orang beriman,
berimanlah kalian tentang Rasul!
Inilah seruan Allah menggugah
pemahaman dan keyakinan bagi orang beriman tentang Rasul-Nya, mengapa harus ada Rasul, untuk apa mereka diutus, siapa Rasul itu? Sederetan pertanyaan ini dijelaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an.
Rasul
Juga Manusia
Rasul harus ada diutus di tengah
manusia untuk membumikan titah Allah
SWT, agar manusia hidup mengikuti
fitrahnya. Agar tidak ada manusia yang berkata kita tidak dapat
menjalankan perintah Allah karena
kita hanya manusia saja, maka rasul juga adalah manusia biasa hanya diberi
wahyu oleh Allah.
Rasul-rasul
mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti
kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang dia kehendaki di
antara hamba-hamba-Nya. dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti
kepada kamu melainkan dengan izin Allah dan hanya kepada Allah sajalah
hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal” (QS Ibrahim/14: 11).
Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa"…(QS Al-Kahfi/18: 110).
Selain itu, Rasul diutus agar menjadi karunia bagi umat
manusia dan mensucikan jiwa mereka (QS Ali Imran/3: 164).
Memberi
Keputusan
Para Rasul diutus untuk memberi peringatan dan memberi
keputusan tetang perkara yang diperselisihkan umat (QS Al-Baqarah/2: 213, Al-Maidah/5:
49); menyampaikan ayat-ayat Allah SWT
kepada umatnya, mensucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada umat tentang kitab dan hikmah (QS Al-Jumuah/2: 2).
Juga mengajak manusia untuk menyembah Allah dan menjauhi thagut (QS An-Nahl/16: 36, Al-Anbiya/21: 25, Adz Dzariyat/51: 56);
mengajak manusia kepada fitrah penciptaannya (QS Ar-Rum/30: 30-31);menyampaikan
aturan-aturan dan menerangkan Al-Qur’an
sebagai tugas kerisalahan (QS Al-Maidah/5: 67, An-Nahl/16: 44), menyampaikan
peringatan dan berita gembira (QS An-Nisa/4: 165),menjadi saksi bagi seluruh
ummat manusia di hari kemudian (QS An-Nahl/16: 89).
Orang
Pilihan
Siapakah Rasul itu? Para Rasul
adalah orang-orang pilihan Allah SWT. Mereka memiliki kelebihan-kelebihan
sebagai rahmat dari Allah SWT. Seluruh Rasul diberi mukjizat sebagai tanda kebesaran Allah sekaligus tanda kerasulan mereka.
Para Rasul selalu berada di jalur benar (siddiq) dan istiqamah di
jalan Allah. Mereka adalah orang-orang sabar dan
tangguh. Mereka
adalah para suri teladan di tengah umatnya.
Ditulis juga dalam ensiklopedi Islam tentang siapa Rasul-Rasul itu, bahwa mereka adalah (1) orang yang mempunyai akal yang sempurna, (2) mempunyai
kecerdikan yang dapat diandalkan, (3) memiliki postur tubuh tanpa aib dan cela
yang akan mengurangi simpati dan rasa hormat orang kepadanya.
(4) Dari keturunan kebangsaan yang mulia,
bukan dari keturunan yang tidak beradab, (5) terpelihara dari kelakuan yang
rendah (terpelihara muruahnya), (6) terpelihara dari salah, khilaf dan kekeliruan, dan
(7) terpelihara dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat, baik dosa kecil
apalagi dosa besar.
Itulah sekelumit gambaran tentang Rasul yang ditekankan oleh Allah SWT untuk diimani secara
sungguh-sungguh, diteladani dan diikuti. Tentu masih banyak kelebihannya yang
belum tertuliskan di sini.
Oleh karena Allah SWT telah menganugrahkan kelebihan bagi mereka, maka Allah SWT meminta kepada Rasul-Nya agar jangan sungkan-sungkan.
Sampaikan kepada ummatmu wahai Rasul: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali Imran/3: 31).
Itulah pelimpahan wewenang yang
sempurna dari Allah SWT kepada Rasul, sehingga mengikutinya menjadi
bukti kecintaan manusia kepada Allah.
Ketiga, berimanlah kepada kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, yakni Al-Qur’an. Beriman
kepada Al-Qur’an, berarti tidak
sedikit pun keraguan terhadap kebenaran Al-Qur’an itu, karena memang tidak mengandung keraguan sedikit pun. Dan karenanya, Al-Qur’an dijadikan sebagai rujukan
petunjuk dalam meniti kehidupan yang benar (QS Al-Baqarah/2: 2).
Al-Qur’an menjadi petunjuk (hudan) bagi manusia, menjadi penjelasan
(bayan) bagi petunjuk itu, dan
menjadi garis pemisah yang tegas (furqan)
antara yang benar dengan yang salah (QS Al-Baqarah/2: 185).
Sebagai bukti bahwa memang Al-Qur’an itu memang dari Allah SWT, maka tak satu orang pun dapat membuat kitab
yang serupa dengannya (QS Al-Baqarah/2: 23), dan tidak ada pertentangan antara
satu ayat dengan ayat yang lainnya (QS An Nisa/4: 82).
Oleh karenanya, wahai orang beriman,
imanilah Al-Qur’an itu! Berpegang teguhlah
kepadanya sehingga kalian senantiasa dalam petunjuk (hidayah) Allah! Demikianlah
gambaran betapa besar kasih sayang Allah SWT, sehingga diteguhkan-Nya perintah beriman kepada Al-Qur’an itu bagi hamba-hamba-Nya yang mengaku beriman
kepada-Nya.
Selanjutnya, hendaknya orang-orang
beriman itu beriman pula kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Sejak
manusia mengisi hatinya dengan keimanan kepada Tuhan, maka Tuhan yang diimani
itu Dialah Allah Suhanahu Wa Ta’ala, yang
diimani oleh manusia pertama hingga manusia sekarang ini, tidak pernah berubah.
Kalau demikian, maka kandungan firman-Nya pun tetap, yakni tuntunan kepada tauhid dan meniti jalan
kebenaran. Inilah inti kandungan Al-Quran
dan kitab-kitab sebelumnya.
Itulah sebabnya pada banyak ayat
dalam al-Qur’an,Allah SWT mencela Ahlul Kitab
yang merubah firman-firman Allah dari
keasliannya menjadi kitab-kitab yang mengikuti keinginan hawa nafsunya, padahal
firman-firman Allah pun sudah sampai kepada mereka, dan
juga dibawa oleh para Rasul di zaman
mereka.
Namun setelah kitab datang kepada mereka, malah mereka berselisih. ”… tiada berselisih orang-orang yang telah
diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya (QS Ali Imran/3: 19).
Demikian juga firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 213 yang senada dengan Ali Imran
ayat 19 ini. Bahkan mereka menyembunyikan kebenaran yang telah disampaikan
kepada mereka (QS Al Maidah/5: 15; Al-Baqarah/2: 146, 159).
Mereka juga mengubah kitab dari makna
aslinya (QS An Nisa/4: 46; Al-Maidah/5: 13, 41), padahal firman Allah SWT tentang keadaan mereka: “…sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka, ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS Ali Imran/3: 110).
Karena itu, wahai orang beriman,
janganlah mengikuti sifat ahli-ahli kitab itu. Berimanlah kepada kitab-kitab –yang
tidak diubah oleh para ahlul kitab--
yang diturunkan kepada Rasul sebelum Rasulullah Muhammad s.a.w!
Itulah sifat Rasulullah yang juga menjadi sifat orang-orang yang beriman
kepadanya: “Rasul telah beriman kepada Al
Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya
dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan
antara seseorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-Rasul-Nya", dan mereka
mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa):
"Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali" (QS Al-Baqarah/2: 285).
Setelah Allah SWT menyapa orang-orang beriman dengan peneguhan keimanan
kepada Allah, Rasul dan kitab-kitabNya, kemudian Allah SWTmenekankan peneguhan iman
dengan tidak mengingkari keimanan yang telah tertanam kuat itu.
Karena itu lanjutan firman Allah SWT dalam ayat ini: “Barang
siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kit-ab-Nya, Rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” Dalam lanjutan ayat ini,
terdapat lima diantara enam pilar Iman yang telah diajarkan Allah SWT kepada Rasulullah s.a.w melalui Jibril a.s, yakni Iman kepada Allah sebagai ruhul iman, iman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari kemudian.
“Wahai orang beriman! Kuatkanlah iman
terhadap pilar keimanan ini, jangan kufur! Karena dengan kufur, maka kalian
akan tersesat dengan kesesatan yang amat jauh. Dhalalan ba’ieda/kesesatan yang jauh, ini bermaknakesesatan yang
tidak dapat diharapkan akan mendapat petunjuk dan tidak dapat dinantikan
kembalinya ke jalan yang benar. ***
Artikel sebelumnya: