SHALAT IED. Orang yang shalat sunnah ‘id di rumah pada masa pandemi, berarti juga melakukan jenis ibadah tarkiyah (meninggalkan hal yang terlarang) yang berpeluang mendapatkan pahala tersendiri, yaitu menghindarkan diri dari hal yang berpotensi mendatangkan kemudaratan diri dan memberikan kemudaratan kepada orang lain. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
-------
PEDOMAN
KARYA
Sabtu,
23 Mei 2020
Shalat
‘Id di Rumah Masa Pandemi Covid-19, Apa Keistimewaannya?
Oleh: Abbas Baco Miro
(Dosen FAI Unismuh Makassar / Pengurus Majelis Tarjih Muhammadiyah Sulsel)
Ibadah
adalah pendekatan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya, serta mengamalkan apa yang diperkenankan-Nya
agar terwujud kemaslahatan diri dan orang lain di dunia maupun di akhirat.
Pendekatan
diri kepada Allah dapat diterima oleh-Nya jika ibadah itu dilakukan dengan niat
ikhlas, khusyu’ tunduk di hadapan-Nya, hati yang kokoh dan sesuai dengan tuntunan
Rasululullah Muhammad SAW.
Namun
dalam pelaksanaan ibadah tertentu, seseorang mendapatkan nilai ibadah berbeda
dibanding dengan yang lainnya. Hal ini diakibatkan perbedaan tingkat
kemaslahatan pelaksanaan ibadah tersebut.
Misalnya
shalat jamaah di masjid dengan jumlah jamaah yang banyak, itu lebih tinggi
nilainya dibanding shalat jamaah di rumah dengan jumlah jamaah yang terbatas,
dalam kondisi normal. Tetapi dalam kondisi tidak normal, justru shalat jamaah
di rumah lebih utama dibanding shalat jamaah di masjid.
Pada
masa darurat pandemi Covid-19 ini, sebagian kaum muslimin merasa bimbang, mana
yang lebih utama, melaksanakan shalat id di lapangan/mesjid atau di rumah.
Sehubungan
dengan penjelasan tempat pelaksanaan shalat Id, didapati dalam riwayat sahabat
Abi Sa’id al-Khudri, bahwa
Rasulullah SAW keluar ke lapangan tempat salat (muṣallā) pada hari Idulfitri dan Idul Adha, lalu hal pertama yang dilakukannya
adalah shalat, kemudian
ia berangkat dan berdiri menghadap jamaah, sementara jamaah tetap duduk pada
saf masing-masing, lalu Rasulullah menyampaikan wejangan, pesan, dan beberapa
perintah ... [HR. Bukhari]
Dari
hadis ini menunjukkan bahwa asal
muasal shalat
‘Idain dikerjakan di lapangan dua
rakaat, sebelum khutbah, tanpa azan dan tanpa iqamat, serta tidak ada shalat sunnah sebelum
maupun sesudahnya.
Disebutkan oleh Imamal-Bukhārī, adalah hadis Nabi saw, “Haadza ‘Ieduna Ahlul Islam”(Ini adalah hari raya kita, pemeluk
Islam),dengan lafal
sedikit berbeda pada dua tempat lain, yaitu hadis nomor 909 dan 3716 dalam Sahih-nya.
Meskipun sabab al-wurud hadis ini
adalah masalah menyanyi di hari raya, namun al-Bukhari memegangi keumuman hadis
ini, bahwa hari ‘Id itu adalah hari raya umat Islam yang dirayakan dengan
salat ‘Id, sehingga
orang yang tidak dapat mengerjakannya sebagaimana mestinya, yaitu di lapangan,
dapat mengerjakannya di rumahnya.
Al-Bukhari menyebutkan juga bahwa Sahabat Anas Ibn Malik mempraktikkan seperti
ini di mana ia memerintahkan keluarganya untuk ikut bersamanya shalat Id di
rumah mereka di az-Zawiyah (kampung jauh di luar kota).
Dari
keterangan di atas menunjukkan bahwa shalat id itu dapat dilaksanakan di lapangan
maupun di rumah.
Dari
sisi Kelebihan dari pelaksanaan shalat id di lapangan/mesjid ialah dapat terkumpul
jamaah dengan jumlah yang banyak sehingga syiar Islam pun tampak, dimana jumlah
jamaah yang banyak merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat menigkatkan
derajat shalat. Selain itu dapat terjalin silaturahim secara langsung yang
selama ini dibatasi.
Lain
halnya dengan shalat ‘Id di rumah, dimana jumlah jamaahnya terbatas hanya pada
anggota keluarga inti sehingga syiar Islam tidak begitu tampak, serta
kesempatan bersilaturahim secara langsung dengan yang lain juga terbatas.
Namun
dalam masa pandemi Covid-19 ini, dimana dinyatakan secara tegas dan pasti bahwa
keadaan tidak normal masuk kategori darurat dari pihak-pihak yang
berwenang, maka shalat ‘Id di rumah memilki keutamaan.
Keutamaan-keutamaan
antara lain, pertama,
melaksanakan shalat ‘id di rumah karena ada udzur itu bukan
perkara menambah-nambah dalam agama dan bukan pula mengurangi nilai pahalanya, karena
dalam keadaan darurat maka hukum berlaku secara darurat pula.
Sebagaimana
beberapa sahabat pun pernah mempraktikkannya. Dengan demikian, orang yang
melaksanakan shalat di rumah tetap memperoleh pahala seperti orang yang melaksanakan
shalat di lapangan.
Dasarnya
ialah hadis riwayat Abu Musa ra, Nabi saw bersabda,“Jika seorang hamba sakit
(udzur) atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala
sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996)
Dan juga firman Allah dalam QS Al-baqarah/2: 185,
yang terjemahannya,“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Kedua, orang yang shalat sunnah ‘id di rumah pada masa pandemi,
berarti juga melakukan jenis ibadah tarkiyah (meninggalkan hal yang
terlarang) yang berpeluang mendapatkan pahala tersendiri, yaitu menghindarkan
diri dari hal yang berpotensi mendatangkan kemudaratan diri dan memberikan
kemudaratan kepada orang lain.
Sebagaimana
firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 195, “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.
Dan
hadis dari Ibn Abbas
(diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidak
ada kemudaratan kepada diri sendiri dan tidak ada kemudaratan kepada orang lain.” (HR Malik dan Ahmad)
Ketiga,bagi warga negara Muslim yang melaksanakan shalat sunnah
‘id di rumah, selain ia dapat melaksanakan ketaatan agama yaitu shalat sunnah,
juga dalam waktu yang sama telah mengimplementasikan firman Allah untuk menaati
Ulil Amri dalam hal ini pemerintah dan ulama (lihat QS. An-Nisa’/4: 59).
Sebagaimana diketahui pemerintah pusat dan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) telah mengeluarkan imbauan untukshalat ‘Ied di
rumah masing-masing
di masa pandemi ini.
Menaati
pemerintah dan ulama merupakan bentuk ibadah tersendiri yang layak mendapatkan
pujian dan penghargaan dari Allah. Terlebih khusus dengan warga muslim yang tergabung dalam organisasi
masyarakat tertentu, seperti Nahdatul Ulama (Surat Edaran PBNU Nomor 3953/C.I.034/04/2020),
Muhammadiyah (Surat Edaran No.
04/EDR/I.0/E/2020), dan Wahdah
Islamiyah (Surat Edaran No.
D.1870/IL/I/09/1441) dll.
Organisasi-organisasi
yang menghimbau umat Islam pada umumnya dan warga masing-masing untuk melaksanakan shalat Id di rumah dalam kondisi
darurat pandemi Covid-19.
Dengan
menaati imbauan tersebut berarti mengikuti garis kebijakan organisasi untuk berada dalam
satu barisan yang kokoh seperti yang Allah perintahkan dalam QS As-Shaff/61: 4 yang terjemahannya yaitu“Sesungguhnya Allah
menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Ringkasnya, syariat agama Islam bertujuan memberikan rahmat kepada manusia,
sehingga petunjuk-petunjuknya mengarahkan kepada kemaslahatan diri dan kepada
orang lain.
Asas dalam melaksanakan agama itu adalah memudahkan (al-taisir), dilaksanakan sesuai kemampuan, dan sesuai dengan sunnah Nabi SAW.
Oleh karena itu, ibadah shalat id yang semestinya dilaksanakan di lapangan,
maka dalam masa darurat pandemi ini dilaksanakan di rumah masing-masing atau
ditiadakan. Hal itu untuk memutus rantai mudarat persebaran virus korona
tersebut, agar kita
cepat terbebas dari padanya.
Mari bersatu padu berikhtiar semaksimal kemampuan yang kita miliki dan
berdoa dengan ikhlas agar segala harapan kita segera dapat terwujud. Aamiin.