LONGSOR. Sebagian sisi jalan di sekitar tugu batas kota Bantaeng - Jeneponto terlihat rusak akibat longsor yang terjadi Jumat, 12 Juni 2020. Gambar ini diabadikan Senin, 15 Juni 2020. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
-----
Senin, 15 Juni 2020
Bantaeng Dikoyak Banjir
Oleh: Mukhaer Pakkanna
(Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta)
Pada 51 tahun yang lewat, saya dihadirkan Tuhan di daerah ini. Lahir dan tumbuh hingga remaja. Itulah Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Daerah ujung selatan pulau Sulawesi, kisaran 125 kilometer dari Makassar.
Jum’at (12/6) siang, tatkala warga mulai menapaki masjid untuk menunaikan sholat Jum’at, hujan dengan intensitas tinggi menggelayut menyambut dan mengguyur bumi Boetta Toa.
Guyuran hujan yang tidak berjeda hingga sore hari. Dan, tanpa ampun melumat dan memporak-poranda. Justru intensitas hujan tertingi itu berada di wilayah pegunungan.
Memang, daerah ini berdinding dan beratap pegunungan. Di bagian utaranya, menjulang gunung Lompobattang. Hanya seperempat wilayahnya menjadi teras yang landai dan dijadikan ibu kota, yang justru bercumbu langsung dengan tepi pantai nan indah dan elok.
Intensitas hujan yang tinggi, ternyata tidak lagi mengirim senandung rindu yang bisa menggetarkan ingatan masa lalu. Justru guyuran hujan, menumpahkan air mata sedih.
Diawali jebolnya aliran Sungai Calendu dan Cekdam Balang Sikuyu, kemudian menerjang beberapa Desa di Kecamatan Bissapu dan Bantaeng. Banjir bandang melumat dan merendam permukiman warga dan fasilitas umum dengan ketinggian air kisaran 20 - 200 cm.
Ratusan rumah teredam, rubuh dan bergerak pindah. Kerugian materi belum bisa dikalkulasi dengan valid. Akses menuju dan dari Makassar, terputus. Karena banyak infrastrukur jembatan dan jalan yang patah dan rusak berat. Lumpur kiriman banjir dari gunung merendam hingga satu meter.
Banyak yang kelaparan dan meronta sakit. Suara tangis bayi membuar angkasa, mengirim kabar atas perlunya uluran tangan kita. Di beberapa desa, bamyak akses tidak terjangkau. Bau busuk mulai menyengat hidung. Bantuan dari luar, terutama dari Makassar dan daerah lain masih tersendat, apalagi pembatasan sosial dan fisik (PSBB) akibat wabah Covid-19 masih berlaku. Protokol kesehatan oleh petugas kesehatan dan pemerintah masih dijaga.
_Iya_, ingatan saya selalu terpana atas keindahan dan kemolekan topografi Bantaeng. Saya anggap, daerah itu memang impresif. Itulah yang tertangkap tatkala kita memulai melangkah masuk gerbang perbatasan Kabupaten Bantaeng dari arah Kabupaten Jeneponto. Mengapa impresif? Karena kita dijejali pengunungan yang berlekuk indah, disapa semilir angin, dan dikawal bantaran tepi pantai hingga menyusuri ibukota Boetta Toa ini.
Jika kita bergerak dari ibukota Bantaeng menuju ke arah utara, kita seolah dipayungi pengunungan Lompobattang, yang dijadikan Pemda sebagai sentra produksi hortikultura.
Dengan udara yang _nan_ sejuk damai, sepanjang pengunungan, terutama tatkala kian mendekat dengan gunung Loka, teretalase produksi kentang, wortel, strobery, buah naga, jeruk keprok, sawo, dan lain-lain. Bahkan, telah bertebaran kebanggaan komparatif, berupa pengembangan kultur jaringan, varietas padi unggul, dan jagung. Di sudut yang lain, di bidang perikanan dan kelautan, dikembangkan ikan nila hasil budidaya cekdam, Balang Sikuyu.
Sepanjang kita menyusuri pantai selatan hingga perbatasan Kabupaten Bulukumba, telah disulap kawasan industri. Bantaran pantai hingga obyek wisata pantai Marina yang nan eksoktik, sedang dibangun industri-industri layanan dasar, kendati belum beroperasi secara optimal.
Namun, di tengah rekaman ingatan atas keelokan bumi Boetta Toa, dan kiriman bencana banjir bandang yang mengoyak Bantaeng sejak Jum’at lalu, sejenak saya teringat pesan Tuhan: _ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nāsi liyużīqahum ba'ḍallażī 'amilụ la'allahum yarji'ụn_.
Setidaknya, diartikan: telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). _Wallahu a’lam_.
BSD Tangerang, 14 Juni 2020