RACAK MANGGA. Walikota Makassar, HM Dg Patompo rupanya sangat suka racikan racak mangga (mangga yang diiris kecil-kecil dicampur dengan udang kecil, lombok kecil, plus daun cemangi). Saking sukanya, sampai-sampai ia "menggasak" racak mangga beberap menit sebelum buka puasa. (ist)
-----------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 01 Juli 2020
Mati
Ketawa ala Patompo (11):
Ngiler Racak Mangga
Oleh: HM Dahlan Abubakar
(Wartawan Senior)
Masih kisah di bulan
puasa. Lonceng dinding di rumah jabatan walikota terbilang antik. Saat itu
menjelang buka puasa. Lonceng menunjukkan pukul 17.55. Lima menit lagi baru
pukul 18.00, saat berbuka puasa.
Patompo sudah turun
dari lantai atas. Mengenakan sarung kesayangannya, dia langsung ‘menyerbu’ meja
makan.
“Ha… ini dia,”
terdengar Patompo berteriak kecil ketika melihat racak mangga (mangga yang
diiris kecil-kecil dicampur dengan udang kecil, lombok kecil, plus daun
cemangi) kesukaannya.
Rupanya Patompo “sudah
ngiler melihat racak mangga yang tersaji di atas meja tersebut
“Iye kupuji. Aja’na engka
‘ganggui iye (Ini yang saya suka. Jangan ada yang ganggu ini),” katanya lagi.
Ia terus-menerus
melihat racak mangga kesukaannya.
“Te’te’ siaga iye (Jam
berapa sekarang)?” tanya Patompo.
Sambil bertanya, ia
memalingkan wajahnya ke arah lonceng dinding.
“Lima menit lagi, Pak,”
Andi Santo menjawab.
Patompo tak peduli. Dia
tak kuasa menahan ngilernya. Lidahnya menjulur-julur. Dia terpaksa mencoba-coba
racak mangga di hadapannya.
“Magai ro jannge de’nakkedo-kedo
(Kenapa lonceng dinding itu tidak goyang-goyang)?” tanya Patompo.
Dia kembali memperhatikan
jarum lonceng dinding yang menurut dia tidak bergerak-gerak.
“Ee….anak-anak. Okko
manekko ‘tudang (He.. anak-anak. Di sini semua duduk),” Patompo memanggil
sembari terus ‘mengawasi’ dan menatap racak mangganya.
Tiga menit lagi pukul
18.00 Wita. Istrinya, Ny Azizah Patompo, menyambar racak mangga yang ada di
depan suaminya.
“Jangan! Tinggal
sedikit lagi. Iyaro jannge masolang (Jam itu yang rusak),” kata Patompo tak
sabaran.
Ny Azizah masih berupaya
menyabarkannya. Waktu tinggal dua menit lagi.
“Aja’mua ta masiga,
Daeng. Engkamotu molli, sirenewe (Jangan juga terlalu cepat, Daeng.. Ada yang
akan memanggil, sirene),” bujuk istrinya.
Karena Patompo
penasaran, dia pun menyikat racak mangga tersebut. Tak berselang lama, sirene
pun meraung.
“Magani. Makkasolakki’
tu (Jadi kenapa itu. Bikin rusaklah (puasa),” kata istrinya.
Patompo juga tak mau
kalah.
“Muissemmoga iyaro
sirenewe. Pangolli sirenewe manrei yolo nappa menrei (Kau tahukah itu sirene.
Tukang pembunyi sirene itu makan dulu baru dia naik, maksudnya naik membunyikan
sirene).” (Bersambung)
-----
Keterangan:
- Cerita ini dikisahkan
oleh almarhum HM Arfah Lewa.
- Penulis, HM Dahlan
Abubakar adalah mantan Kepala Humas Universitas Hasanuddin / Unhas Makassar,
dan mantan Pemimpin Redaksi Harian Pedoman Rakyat)
-----
Artikel sebelumnya: