-------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 22 September 2020
Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (54):
Perintah Bertaqwa kepada Allah dan Berteman dengan Orang-orang Benar
Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)
-----
Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS At-Taubah/9: 119)
Ada dua sapaan Allah SWT kepada orang-orang beriman dalam ayat ini, yakni ‘ittaqullâha wa qûnû ma’a shshâdiqîn,
senantiasa bertaqwa kepada Allah dan
hendaknya bersama-sama dengan orang yang benar.’
Sekali lagi, di sini sangat terasa
betapa kasih-sayang Allah kepada
orang beriman, dimana Dia mengingatkan agar hamba-Nya senantiasa terjaga dan berada
dalam koridor kehidupan yang benar, maka orang-orang beriman itu harus senantiasa
memelihara ketaqwaan.
Dalam beberapa uraian sudah sering
diketengahkan bagaimana menjaga ketaqwaan itu, mulai dari hal yang sederhana dan
hal-hal kecil semisal ‘menghindar dari jalan berduri,’ istiqamah dalam melakukan kebajikan, hingga kehidupan ketaqwaan
dengan konsekwensi jihad berupa
pikiran dan tenaga, harta benda bahkan nyawa yang bermuara pada kalimat
‘melaksanakan seluruh perintah Allah
sekuat-kuat kemampuan dan menjauhi segala larangan-Nya.’
Kemudian Allah SWT mengingatkan agar hendaknya orang-orang beriman itu
memilih teman, sahabat dekat yakni orang-orang yang benar. Ash-shâdiqin adalah bentuk jamak dari kata ash-shâdiq yang terambil dari kata shidq yang berarti ‘benar.’
Syaikh As-Sa’di dalam menafsirkan
ayat ke-41 Surah Maryam memberi makna shiddiq adalah “mereka yang
menyempurnakan iman, dan ilmu yang bermanfaat, juga punya rasa yakin yang tulus
dan sempurna.” Sifat shiddiq seperti
ini memiliki kemampuan menunjukkan kebenaran serta jalan menuju kebenaran itu
sendiri.
Syaikh As-Sa’di juga memberi makna shiddiq yakni “orang yang jujur dalam
perkataan, perbuatan, keadaan, membenarkan semua perintah Allah, sehingga ilmu yang dimiliki meresap dan berpengaruh ke dalam
hati, ilmunyapun memberikan rasa yakin yang besar dan menghasilkan amalan
shaleh yang sempurna.”
Sifat shiddiq seperti ini menunjukkan bahwa orang tersebut dapat diberi
kepercayaan mengemban tugas kepemimpinan untuk membahwa ummat menuju kejayaan.
Dalam menjelaskan ayat 119 dari Surah at-Taubah ini, Syaikh As-Sa’di menambahkan sifat ash-shiddiq dengan makna “bebas dari kemalasan dan kelesuan,
selamat dari maksud-maksud buruk, mengandung keikhlasan dan niat yang baik.”
Sifat ini dapat menjaga ghirah dan ketenangan serta ketulusan dalam beraktivitas.
Tiga karakter ash-shiddiq yang telah diuraikan sebelumnya menjadi penciri
orang-orang yang diperintahkan oleh Allah
SWT agar ‘bersama’ dengan mereka, yakni orang yang; (1) memiliki kemampuan
menunjukkan kebenaran serta jalan menuju kebenaran itu sendiri. (2) dapat
diberi kepercayaan mengemban tugas kepemimpinan untuk membahwa ummat menuju
kejayaan, dan (3) dapat menjaga ghirah
(optimisme yang dinamis), ketenangan serta ketulusan dalam menjalani aktivitas
hidup.
Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan: “Siapa yang
selalu bersama sesuatu,
maka sedikit demi sedikit ia akan terbiasa dengannya.”
Beliau mengutip hadits Nabi:
“Hendaklah kamu (berucap dan bertindak) benar. Kebenaran mengantar kepada
kebajikan, dan kebajikan mengantar ke surga.”
Selanjutnya kata beliau, “seorang
yang selalu (berucap dan bertindak) benar serta mencari yang benar, pada
akhirnya dinilai di sisi Allah
sebagai shiddîq (orang yang selalu
benar).
Dalam al-Qur’an, surah Al-Maidah/5 ayat 119 Allah SWT menggambarkan keadaan ash-shiddiq sebagai berikut: “Allah ber-firman: "Ini adalah suatu
hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar (ash-shiddîqîn) kebenaran
mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling
besar".
Karena itu, mari senantiasa memelihara ketaqwaan dan bersama dengan orang-orang benar (ash-shiddîqîn) dalam menjaga dan memeliharan keimanan.
***