“Karena itulah, bupati tidak menghadiri Rapat Paripurna Hak Interpelasi, dan kami pun tidak ingin masuk ke Hak Angket, karena kami menganggap mekanismenya menyalahi aturan,” ungkap Johan Nojeng.
--------
Sabtu, 10 Oktober 2020
Soal Hak Angket, Anggota DPRD Takalar “Terpecah” Dua Kubu
TAKALAR, (PEDOMAN KARYA). Setelah menggelar Rapat Paripurna Hak Interpelasi, Jumat pekan lalu, 02 Oktober 2020, Anggota DPRD Takalar kini menggulirkan penggunaan Hak Angket.
Hak Angket digunakan Anggota DPRD Takalar karena mereka tidak puas dengan penjelasan Bupati Takalar, Syamsari Kitta, yang hanya diwakili Pelaksana Harian Sekda Takalar, Rahmansyah Lantara.
Wakil Ketua DPRD Takalar yang menjadi Juru Bicara Hak Interpelasi, Jabir Bonto, mengungkapkan kekesalannya ketika itu dengan menyebut Rahmansyah Lantara sebagai “Bupati palsu.”
Penggunaan Hak Angket ternyata tidak sekuat Hak Interpelasi, karena jumlah anggota dewan yang mendukung berkurang dibandingkan pada saat pengajuan Hak Interpelasi.
Jabir Bonto yang merupakan legislator dari Partai Golkar menyebut penggunaan Hak Angket diusulkan oleh 15 Anggota DPRD Takalar, dan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket sudah mulai bekerja. Jumlah tersebut berkurang dibandingkan jumlah pengusul Hak Interpelasi yakni 20 orang.
Di sisi lain, sebagian anggota dewan dengan tegas menyatakan menolak penggunaan Hak Angket. Mereka bahkan membuat Pernyataan Sikap yang ditandatangani sepuluh orang.
Ke-10 Anggota DPRD Takalar yang menolak Hak Angket yaitu Hj Erni Halerah (PAN), Muchtar Maluddin (Golkar), Husniah Rachman Daeng Tayu (Fraksi Takalar Hebat/Partai Demokrat), Johan Daeng Nojeng (PBB), Nurazysyamsz Rani (PAN), Hj Dawati Sarro (PPP), Pahlawang Maulana (Golkar), Ahmad Daeng Sija (Gerindra), Indar Jaya (Gerindra), dan Ibrahim Daeng Lotteng (PBB).
Dengan demikian, Anggota DPRD Takalar “terpecah” dua kubu dalam menyikapi penggunaan Hak Angket.
Pernyataan Sikap
Ke-10 anggota dewan itu membuat Pernyataan Sikap, dengan mengatakan, “Demi menjaga nama baik institusi dan konsistensi Lembaga DPRD terhadap Penegakan Aturan Perundang-undangan, serta aturan yang telah dibuat oleh lembaga DPRD sendiri, yaitu Tata Tertib DPRD, maka Kami Meminta kepada Pimpinan dan segenap Anggota DPRD Kabupaten Takalar agar dapat meninjau kembali Sikap dan Keputusan Hak Angket untuk dijalankan sebagaimana mekanisme dan syarat yang diatur oleh undang-undang yang berlaku, tanpa bermaksud menghalangi Hak Angket tersebut dilaksanakan.”
Mereka juga meminta kepada pimpinan dan segenap Anggota DPRD Takalar kiranya dapat lebih memaksimalkan waktu dan fokus pada kepentingan rakyat yang lebih besar, yaitu sehubungan dengan APBD Tahun Anggaran 2021.
Mereka mengingatkan bahwa waktu terus berjalan sehingga sesegera mungkin dapat ditindaklanjuti agar APBD Tahun 2021 selesai tepat waktu demi kelancaran jalannya pemerintahan di Kabupaten Takalar, juga sebagai bentuk kerjasama mitra kerja antara legislatif dan eksekutif selaku penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Takalar.
Poin penting dari pernyataan sikap mereka, yaitu proses, substansi, dan hasil keputusan Hak Interpelasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena tidak dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis dan juga tidak melalui pendpat fraksi.
Proses dan mekanisme pelaksanaan Hak Angket yang tidak taat azas karena menyalahi aturan PP, Nomor 12 Tahun 2018, dan Tata Tertib DPRD No. 16 Tahun 2018 Perubahan Tata Tertib DPRD Nomor 18 Tahun 2019, Pasal 73 ayat 91) ayat (2), dan ayat (4).
Mereka juga mengatakan bahwa proses pembahasan APBD TA 2021 perlu mendapat perhatian serius mengingat rentang waktu sudah sangat terbatas agar dapat diselesaikan tepat waktu demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
APBD Perubahan
Anggota DPRD Takalar dari Partai Bulan Bintang (PBB), Johan Daeng Nojeng, kepada wartawan mengakui bahwa dirinya juga termasuk pendukung Hak Interpelasi, tetapi dirinya tak ingin mengorbankan kepentingan rakyat dengan cara tidak membahas APBD Perubahan Tahun 2020.
“Saya juga mendukung Hak Interpelasi, tetapi pembahasan APBD Perubahan tidak kalah pentingnya, karena ini kepentingan.masyarakat,” kata Johan Nojeng
Dia mengatakan, mekanisme Hak Angket yang digulirkan teman-temannya menyalahi aturan, karena sebelum Rapat Paripurna Hak Interpelasi sudah ada penyataan dari 14 Anggota DPRD Takalar yang membubuhi tanda tangan untuk melanjutkan ke Hak Angket.
“Karena itulah, bupati tidak menghadiri Rapat Paripurna Hak Interpelasi, dan kami pun tidak ingin masuk ke Hak Angket, karena kami menganggap mekanismenya menyalahi aturan,” ungkap Johan. (Hasdar Sikki)
-------
Berita terkait:
Bupati Takalar Tak Hadiri Interpelasi DPRD, Jabir Bonto: Bisa Dilanjutkan ke Hak Angket