------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 19 Januari 2021
Buku
Mamonisme: Gado-gado atau Jamu Pengetahuan
Oleh:
Susarah Lobo
“Buku adalah jendela ilmu pengetahuan”, asumsinya karena dengan membaca buku, pikiran pembacanya lebih terbuka dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Bersandar dari pengertian tersebut, maka dengan membaca buku, kita dapat menemukan banyak ilmu pengetahuan yang dapat membuka wawasan.
Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat
koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Namun, pengetahuan
tidak selamanya kaku seperti pengertian ilmu tersebut.
Di sisi lain, ilmu pengetahuan tidak bisa dinilai
dengan kacamata formalitas semata, apalagi hanya berdasarkan kalkulasi
standarisasi kehidupan yang materialistis dan hanya dalam dimensi “kacamata
kuda” yang berorientasi pada kadar karakter hedonism atau bergaya mamonisme
dunia indrawi saja, yang hanya fatamorgana.
Selama beberapa dekade, penelitian tentang bias
konfirmasi menunjukkan bahwa kita cenderung mencari, memperhatikan, dan
mengingat apa pun yang menguatkan pendapat yang sudah kita miliki.
Misalnya, jika kita suka minum jamu, maka kemungkinan
kita akan lebih mengingat penelitian tentang manfaat jamu daripada hasil riset
tentang risikonya. Kita membangun mindset keyakinan manakala jamu dibuat dari
bahan alami, maka nihil risikonya.
Walau beragam ramuan bahkan lebih dari ratusan bahan
alami, seperti akar, kulit kayu, bunga, biji, daun dan buah-buahan dicampur
akan menghasilkan khasiat yang maksimal dapat meningkatkan energi dan juga
bermanfaat untuk sirkulasi darah, serta dapat memompa oksigen ke penjuru saraf
termasuk ke otak kita.
Otak kita juga lebih cepat memproses pendapat yang
kita sepakati manakala oksigen sugestinya dari hasil baca atau terlihat oleh
organ cahaya melalui kornea mata. Selama ini kita telah tahu, jika memberi
seseorang daftar kalimat yang salah secara faktual, mereka butuh waktu lama
untuk menemukan kesalahan tentang apa yang dilihat atau dibacanya, termasuk
yang ditulis di dalam buku bacaannya.
Apa yang ditulis oleh Dr (C) MH Muhammad Zaelani,
dalam resensi pada Koran Sindo, tentang buku “Mamonisme dalam Perspektif
Gado-gado Kang Maman” tidak terlalu keliru, dan menjadi hak telaah bacaannya.
Sebagaimana asumsinya pada akhir tulisannya yaitu “...
ibarat makanan gado-gado, campuran berbagai rasa: ada manis, asam, pedas,
bahkan mungkin kadang sedikit pahit dan getir. Tak ada rasa yang tunggal (baca;
dominan). Bentuk (genre)-nya pun beraneka ragam, ada prosa, ada puisi, kadang
mirip-mirip berita jurnalistik, catatan harian (di akun media sosial), kisah
berhikmah, bahkan proposal senimar. Jangan berharap Anda mendapat keutuhan
wacana, ibarat kolase, semua serba serpihan-serpihan. Sebuah pendekatan yang
barangkali benar-benar bersifat “multidisipliner”.
Sebuah hasil karya dihasilkan, boleh saja terjadi
kekurang-setujuan orang lain, seperti dikatakan oleh Dr Erwin Akib, dan Dr
Abubakar, yang membantah apa yang ditulis dan atau dikatakan oleh MH Zaelani
pada serminar Internasional dan bedah buku "Mamonisme: Doridungga hingga
BJ. Habibie dalam Diksi Bermada Cinta” karya Maman A. Majid Binfas.
Menurut Dr Erwin Akib, kemudian diperkuat oleh Dr
Abubakar, apa yang diuraikan dalam buku ini beragam kesan nilai rasa tersendiri
dan menjadi fenomena keilmuan yang tiada dimiliki banyak orang. Ini kesan
menjadi kelangkaan dan kefenomenalan esensi dari buku Mamonisme ini.
Selanjutnya, Dr Andi Syukrin yang juga menjadi
pembicara dalam seminar internasional tersebut, menambahkan sekalipun tulisan
tulisan yang ada dalam buku "Mamonisme" ini beragam namun atas
kelihaian penulis yang artistik bisa merangkainya menjadi satu tautan; seakan
tulisan atau penulisnya menyebutnya sebagai goresan-goresan tercecer tersebut,
runtun dan cair tetap saling berkait satu sama yang lain.
Walaupun, berbeda topik dan juga setting tahunnya
(Pembaca Ahli dan editor (hal, VI-VII) sungguh penuh beragam keilmuan
disajikan.
Sebagaimana olahan gado-gado yang beragam
rasa, namun memiliki kenikmatan tersendiri, begitupun dengan minuman jamu
berkhasiat tinggi. Beragam bahan alami untuk membuat jamu original, tidak ada
lain tujuannya, adalah untuk menghasilkan khasiat yang maksimal untuk kita
manusia.
Jadi, buku “Mamonisme” sangat esensial untuk menjadi
gado-gado spesial dan boleh menjadi jamu maksimal kekhasiatan dan ciri khas
untuk ilmu pengetahuan dalam kreatif berkarya dan bernilai karakter tersendiri.
Sebagaimana esensi nilai-nilai karakter yang dapat
ditanam melalui pembelajaran keragaman budaya Indonesia, dan karya buku
“Mamonisme” ini, mengandung muatan ilmu multidisipliner yang komunikatif.
Semoga buku ini bisa menjadi perform pembelajaran
kolaboratif akan nilai keragaman wawasan budaya keilmuwan, baik di Indonesia
maupun secara global.
Selamat dan sukses kepada penulis buku “Mamonisme”,
semoga karya ini bisa menjadi JAMU khasiat sebagai energi motivasi dalam
berkarya kreatif untuk jejak peradaban kemanusiaan sesungguhnya.
-----
-
Penulis adalah Pamongb Belajar Madya di
Sudin Pendidikan Kabupaten Kepulauan Seribu, dan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana
Uhamka Jakarta.