“Jadi maksudnya, aturan larangan kerumunan massa itu hanya berlaku bagi rakyat dan tidak berlaku bagi presiden?” tanya Daeng Nappa’.
“Ya, begitulah aturannya. Rakyat dilarang bikin kerumunan massa, kalau presiden bolehji,” kata Daeng Tompo’. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
--------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 24 Februari 2021
Obrolan
Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:
Rakyat
Dilarang Bikin Kerumunan Massa, Kalau Presiden Bolehji
“Mauka’ lagi bercerita Daeng Nappa’,” kata Daeng
Tompo’ sambil tersenyum kepada Daeng Nappa’ saat ngopi sore di warkop terminal.
“Ceritamaki’. Mudah-mudahan selesai ceritata’
berhentimi juga hujan,” kata Daeng Nappa’ balas tersenyum.
“Dulu pernah terjadi pandemi virus corona di sebuah
negara. Pemerintahnya kemudian bikin aturan bahwa rakyat dilarang bikin
kerumunan massa,” tutur Daeng Tompo’.
“Bagaimana dengan acara pesta perkawinan? Apakah
pesta perkawinan juga termasuk kerumunan massa?” tanya Daeng Nappa’.
“Baa, termasuk itu, bahkan pernah ada seorang ustadz
ditangkap polisi karena pesta perkawinan anaknya yang dihadiri banyak jamaah dianggap
melanggar protokol kesehatan karena tercipta kerumunan massa,” kata Daeng Tompo’.
“Jadi tidak pernah ada kerumunan massa di negara
itu?” tanya Daeng Nappa’.
“Baa, biasa ji juga, terutama kalau presiden
berkunjung ke suatu daerah dan disambut ribuan atau puluhan ribu orang,” kata
Daeng Tompo’.
“Jadi maksudnya, aturan larangan kerumunan massa itu
hanya berlaku bagi rakyat dan tidak berlaku bagi presiden?” tanya Daeng Nappa’.
“Ya, begitulah aturannya. Rakyat dilarang bikin kerumunan
massa, kalau presiden bolehji,” kata Daeng Tompo’.
“Wah, tidak adil kalau begitu,” protes Daeng Nappa’
“Kenapa kita’ yang protes? Itu kan aturan di
negaranya orang. Ini juga hanya cerita, bukanji kenyataan,” kata Daeng Tompo’
sambil tersenyum.
“Ah, cerita apa itu! Ayo’mi pulang, itu berhentimi
hujan,” ajak Daeng Nappa’ sambil menarik tangan Daeng Tompo’. (asnawin)
Rabu, 24 Februari 2021