----------
Sabtu, 24 April 2021
OPINI
Hilangnya
KRI Nanggala dan Modernisasi Alutsista TNI
Dr
Arqam Azikin
(Pakar Politik & Hankam)
Nanggala kemudian dinyatakan hilang beserta seluruh
awak kapal di dalamnya, dan kita semua dilanda rasa khawatir gara-gara tak ada
tanda-tanda kehidupan di sana.
Seluruh pasukan diturunkan untuk mencari keberadaan
Nanggala. Pemerintah berupaya memaksimalkan potensi, lewat institusi Polri,
KNKT, BPPT, Basarnas, dan TNI mengerahkan 21 kapal perang RI, serta beberapa
tim dikerahkan guna menyelamatkan kapal beserta awak kapal Nanggala.
Negara tetangga, juga menawarkan diri ikut membantu
pencarian. Negara sahabat kita Singapura, Malaysia, Australia, India, Korea
Selatan, dan Amerika Serikat, tergerak dan tak tinggal diam melihat insiden
hilangnya Nanggala. Pimpinan negara atau Menteri Pertahanannya pun telah
menghubungi Menhan RI untuk terlibat dalam operasi penyelamatan kapal selam
ini.
Hilangnya Nanggala membawa duka mendalam, dan jika
kita refleksikan, akan tampil sebagai sebuah pengingat, sebuah alarm. Sejarah
akan mencatat kejadian ini sebagai penanda kesekian dari belum modernnya Alat
Utama Sistem Senjata (Alutsista) TNI.
Kecelakaan terhadap Alutsista juga bisa dilihat
sebagai penanda ada yang mesti segera dibenahi di sistem pertahanan negara
(SisHanneg) kita. Hal tersebut bisa jadi celah masuknya ancaman ke dalam
negeri.
Global Firepower yang dirilis tahun 2019 lalu, sudah
mewanti-wanti bahwa Indonesia berada di peringkat ke-16 dari 137 negara yang
alutsista-nya butuh diremajakan, dimodernisasi. Alutsista kita mayoritas sudah
cukup tua umurnya dan kondisinya nyaris dimakan usia. Untuk itu, perlu ada
perencanaan matang dalam rangka peremajaan khusus terkait alutsista TNI dalam
menjawab tantangan pertahanan dan keamanan negara ke depan.
Selain peremajaan, kita membutuhkan teknologi
alutsista yang lebih modern dan mutakhir. Kementrian Pertahanan mestinya
menganggarkan pembelian alutsista yang betul-betul baru. Perlu evaluasi
menyeluruh membeli pasokan alutsista yang sudah pernah dipakai negara lain atau
buatan lama atau “barang bekas”.
Karena, sebagus apapun tampakkannya, mesin tua meski
mendapat sertifikat kelayakan, tetaplah mesin tua dan sudah tentu berbeda
dengan mesin baru yang kondisinya lebih bagus dan prima untuk menghadapi
situasi penggunaan Alutsista pada pelaksanaan latihan biasa hingga latihan
perang.
Hal ini penting, sebab, pengadaan Alutsista akan
menyangkut persoalan keamanan negara. Jika ancaman pertahanan negara dalam
jangka waktu yang panjang ke depan hanya dihadapi dengan peralatan yang sudah
“cukup tua”, negara hanya akan menerima
mimpi buruk.
Oleh karena itu, secara strategis, pemerintah harus
memprioritaskan anggaran pengadaan Alutsista yang lebih modern, sehingga dalam
beberapa puluh tahun ke depan, tak ada lagi insiden seperti hilangnnya
Alutsista “tua sekali” seperti KRI Nanggala.
Publik mengharapkan adanya peningkatan kualitas
Alutsista sebagai tanggung jawab negara memberi rasa aman para rakyatnya.
Dengan begitu, sudah menjadi hal yang tak bisa ditawar lagi kalau Kemeterian
Pertahanan (Kemhan RI) dan Komisi I DPR RI mesti tahu betul pentingnya
pengadaan Alutsista yang memiliki teknologi terkini sudah menjadi kebutuhan
mendesak.
Untuk saat ini, kita semua mesti berdoa agar KRI
Nanggala yang memuat 53 awak kapal, bisa ditemukan segera. Amin.