Indah Cahya Sari Jamil (tengah) foto bersama mantan Wapres RI, Jusuf Kalla (paling kanan) dan Ibu Mufidah. (ist)
------
PEDOMAN KARYA
Ahaf, 25 April 2021
Mengenal Indah Cahya Sari Jamil, Juara Dunia Bulutangkis asal Bone Sulsel
Prestasi yang dicapai Indah Cahya Sari Jamil termasuk sangat spektakuler. Dari nama yang semula sama sekali tidak dikenal orang, bungsu dari empat bersaudara yang dilahirkan di Watampone Bone,16 Maret 2002 ini, langsung menghentak belantara bulutangkis nasional, bahkan dunia.
Dalam usia 16 tahun (2018) dia menyabet gelar Juara Dunia Junior (World Junior Championship) Bulutangkis di Markham, Kanada, pada nomor ganda campuran.
Pada tahun berikutnya (2019) pada Kejuaraan Junior Asia di Suzhou, Tiongkak, anak pasangan H Jamil - Amriaty Rauf ini kembali memperlihatkan keperkasaannya. Dia juara lagi pada nomor spesialisnya, ganda campuran. Dia juga meraih juara dunia di Duth dan German Open.
Bagaimana perjalanan Indah hingga mencapai prestasi yang gemilang ini bisa saya ungkap dan bermula?
Kamis, 23 April 2021, saya bertandang ke kediaman Prof Hamid Awaluddin, di Kompleks Unhas Jl Sunu, Makassar, untuk bersilaturrahim karena sudah lama tidak bertemu.
Saya juga menghadiahkan tiga buku yang saya anggap sangat fenomenal, yakni “Satu Abad PSM Mengukir Prestasi” (2020), “Mengenang Setahun Kepergian Prof.Dr.Ir. Radi A.Gany: Raibnya Cincin Permata Ungu” (2021), dan “Data dan Fakta Hak Angket DPRD Sulsel” (2021).
Setelah berceria “ngalor ngidul” tentang banyak hal, termasuk isi testimoni beberapa tokoh yang bakal dimuat di dalam buku otobiografi saya, Prof Hamid mulai membuka-buka buku sejarah PSM yang saya berikan.
Rupanya, setelah menanyai saya beberapa nama pemain lama PSM, termasuk menjelaskan “trio Parepare” (Tahir Yusuf, Faisal Juruf, dan Djamal Yusuf) yang kemudian baru saya ketahui, guru besar Fakultas Hukum Unhas ini pun ingat dan meminta saya agar menulis seorang bintang bulutangkis junior Sulawesi Selatan asal Bone yang sedang bersinar di Pelatnas PBSI Cipayung Bogor Jawa Barat.
Dia adalah Indah Cahya Sari Jamil, yang pernah diterima khusus oleh M Jusuf Kalla ketika menjabat Wakil Presiden RI pada tahun 2018 atas jasa baik Prof Hamid juga.
“Darah jurnalistik” saya mendidih begitu mendengar informasi ini. Saya juga berjanji akan mewawancarai Indah dan juga Jamil ayahnya. Nomor kontak indah pun saya peroleh dari Prof Hamid.
Setiba di kantor KONI Sulsel, saya mengontak Atmam Amir, Sekretaris Umum PBSI Sulawesi Selatan, guna memperoleh nomor kontak H Jamil, ayah Indah.
Setelah Pak Atmam mengirim nomor telepon tersebut, ternyata Indah juga mengirimkan nomor telepon ayahnya melalui whatsapp yang saya minta sebelumnya.
Usai salat tarawih dan bertepatan dengan selesai laga PS Sleman melawan PSM yang berakhir 2-1 sekaligus menggagalkan kesebelasan “Juku Eja” meraih juara III, wawancara dengan Indah pun saya lakukan melalui telepon. Ahad (25/4/2021) siang, giliran ayahnya yang saya wawancarai juga melalui telepon.
Harus “Bergaul dengan Macan”
Jamil yang angkatan 1984 masuk di IKIP Ujungpandang (Universitas Negeri Makassar sekarang) bersama Dr Abraham Razak (alm) dan Dr Addien MKes, memang termasuk salah seorang pemain bulutangkis Sulawesi Selatan.
Dulu dia pernah hampir memperkuat Sulawesi Selatan ke PON di Jakarta, tetapi membayangkan lawan yang harus dihadapi ketika itu adalah mereka yang malang melintang di kejuaraan nasional dan internasional sekelas Alan Budikusuma dan Joko Supriyanto, dia akhirnya memutuskan mengurungkan niatnya.
“Bagaimana kita mengalahkan mereka yang juara-juara semua,” kata Jamil yang pada PON XII menjadi pelatih atlet, termasuk Ilham yang kemudian menjadi pelatih anaknya di PB Rajawali Isvil Tangerang.
Bermodal pengetahuan kepelatihan yang diperolehnya secara akademik di UNM dan melalui pengalaman bermain dan melatih, ketika Indah duduk di kelas 3 SDN 10 Manurunge Watampone pada tahun 2010, Jamil memoles anaknya. Dia merancang program pelatihan bagi putri bungsunya itu.
Indah sebenarnya tidak sendiri menyukai bulutangkis, tetapi kakaknya yang kedua, Rian Ramadhan, dan ke-3, Adita Nurjuwita, juga menyenangi olahraga tangkis bulu ini. Seiring berjalannya waktu, hanya Indah yang serius dan menekuni olahraga ini hingga sekarang.
Jamil berusaha merendahkan diri soal rekam jejaknya sebagai pemain bulutangkis pada awal-awal wawancara yang berlangsung sedikit tersendat-sendat. Pria berusia 57 tahun ini belum :turn in” (tepat, pas) memberikan beberapa jawaban atas pertanyaan saya.
Ketika saya menyebut dirinya adalah guru olahraga, Jamil pun mulai menungkapkan rekam jejak perjalanannya sebagai pelatih dan pemain bulutangkis. Dia mengatakan pernah melatih bulutangkis bersama mendiang Dr.Abrahm Razak, M.Kes,, termasuk juga kuliah satu angkatan dengan Dr.Addien karena sama-sama masuk di IKIP Ujungpandang kala itu..
“Keduanya boleh dikatakan sebagai saudara,” ujar ayah empat anak ini.
Setelah melihat keseriusan Indah berlatih, Jamil melihat bahwa putrinya harus diberi perlakuan khusus. Yang harus dia pikirkan, bagaimana putrinya masuk Jawa untuk menjadi “singa harus bergaul dengan singa”, istilah yang dia berikan sebagai metafora guna meraih prestasi maksimal yang dia bidik bagi putrinya. Kebetulan juga di Tangerang Banten, ada Ilham, pria yang pernah dia latih ketika PON XII. Antara tahun 2014-2915, saat Indah terbang ke Jawa, Ilham sedang melatih di PB Rajawali Isvil Tangerang,
“Mau sekolah atau bulutangkis?,” Jamil bertanya saat putrinya baru sebulan duduk di kelas 1 SDN 10 Manurunge Watampone.
“Saya mau bulutangkis,” jawab Indah dengan tegas.
“Jangan setengah-setengah,” ayahnya mengingatkan.
Jamil melihat, anaknya memiliki kemauan keras menggeluti olahraga buluangkis. Setiap diberikan program latihan dia lakukan dengan baik. Begitu tamat SD, Jamil pun memboyong putrinya yang baru sebulanduduk di kelas 1 SMP Negeri 1 Watampone, ke Jawa karena dia sangat maklum jika tetap di Sulawesi Selatan tidak akan berkembang. Apalagi, Jamil lama “bertualang” dan merajalela di berbagai ajang bulutangkis di Sulawesi Selatan sangat tahu itu. Sekitar sepuluh tahun dia geluti cabang olahraga ini.
“Prinsipnya, kalau mau jadi macan, harus bergaul dengan macan. Kalau di Makassar tidak bisa. Paling-paling juara begitu-begitu saja. Kita yang terkadang jadi korban,,”Jamil menganalogikan prestasi yang harus dicapai putrinya.
Kali pertama Indah dibawa, terlibat dalam semacam audisi. Hasilnya ternyata tidak begitu menggembirakan. Namanya juga audisi selalu ada pengaruh nonteknis. Padahal, Indah tidak pernah kalah dalam pertandingan audisi itu. Nama Indah hilang dari deretan yang lolos audisi. Melihat realitas tersebut, Jamil hanya meminta anaknya bersabar.
Ketika itu, ada juga satu klub yang hendak dimasuki Indah. Namun, semangat Jamil memasukkan anaknya ke klub tersebut terhenti karena diminta harus membayar iuran Rp 5 juta per bulan. Dana sebesar ini termasuk berat bagi seorang guru yang hanya ingin melihat anaknya berhasil dengan kemampuan dirinya sendiri. Jamil membawa Indah ke klub itu karena awalnya tidak lolos dalam audisi untuk memasuki klub PB Djarum.
Di tengah kebingungan dengan syarat di klub tersebut, Jamil pun mengirim Indah berlatih di PB Rajawali Irvil, tempat Ilham yang pernah dia latih pada saat PON XII sebagai melatih. Ilham juga anak Sulawesi dan pernah menjadi pemain Sulsel dan dilatih Jamil bersama Abraham Razak.
Tidak berapa lama, ada kejuaraan. Indah mulai muncul dan PB Djarum pun meliriknya. Baru tiga bulan di Tangerang, ada kejuaraan dan Indah tampil sebagai juara tunggal putri. Namun pada saat direkrut PB Djarum, Indah dipasangkan sebagai pemain ganda campuran. Indah juga dua kali magang di pemusatan latihan nasional (pelanas). Ayahnya sempat mengatakan, untuk apa masuk ke pelatnas, usianya masih 16 tahun. Tetapi Indah tetap ngotot,
“Nggak apa-apa, biar mau jadi apa di sana. Biar jadi tukang pungut bola,” balasnya.
Ya, akhirnya karena dia masih muda, biar disuruh oleh seniornya menjadi apa, memang begitu namanya magang. Ternyata di situ, ada yang hendak membidik Indah agar bergabung di PB Djarum dan kemudian terlaksana pada tahun 2014, Bahkan, ketika mengikuti Kejuaraan Dunia Junior di Kanada 12-18 November 2018, Indah masih dalam status magang.
Menghadapi event dunia seperti itu, Jamil hanya berpesan pada putrinya agar berjuang dan menghadapi siapa pun lawannya. Orang Sulawesi Selatan harus berani menghadapi siapa pun lawan dalam pertandingan. Jamil selalu bangga karena kalau bertanding semangat Indah sangat luar biasa.
Begitulah ketika Indah diberi kesempatan berpasangan dengan Leo Rolly Carmando. Jamil memprediksi anaknya akan mampu meraih juara dengan pasangan ganda campurannya tersebut. Keduanya masuk final Kejuaraan Dunia Junior di Kanada (2018) berhadap dengan rekan senegaranya yang lebih senior, yakni Rehan Naufal Kusharjanto/Siti Fadia Silva Ramadhanti. Pasangan Leo/Indah menang 21-15 dan 21-9 dalam tempo 31 menit.
Jamil yakin, setelah pasangan Indah/Leo mampu mengalahkan ganda campuran Tiongkok, di benaknya yakin pasangan putrinya ini bakal menyabet juara ketika kejuaraan junior Asia di Suzhou. 2019.
“Anak ini mental bertandingnya bagus. Kalau dia mau bertanding selalu meminta doa restu pada orang tuanya,” kata Jamil dalam wawancara dengan saya Ahad (25/4/2021) siang.
Menurut Jamil, yang paling berat dia hadapi ketika di Kanada karena pasangan Indah/Leo disuruh mengalah. Ternyata, setelah Kejuaraan Bulutangkis Junior Asia di Suzhou Tiongkok (2019), Jamil melihat, siapa pun pasangan anaknya dengan semangat bertanding yang begitu tinggi, dia akan tetap juara. Hanya pada kejuaraan di Suzhou yang kedua kalinya, pasangan Indah/Leo harus puas memperoleh medali perak.
Namun sebelum putrinya bergabung dengan elite pebulutangkis nasional, Jamil sudah menargetkan putrinya dalam waktu dua tahun harus juara. Ternyata dia mampu meraihnya lebih cepat dari yang ditargetkan Pada tahun 2018 dia sudah juara dunia junior dalam usia 16 tahun.
Jamil juga menyayangkan Indah karena harus selalu berganti pasangan saat tampil ganda campuran. Sekarang (2021) Indah masih masuk kategori pratama. Pada saat Ramadan ini, Indah tetap melaksanakan latihan berat sama dengan mereka yang tidak menunaikan ibadah puasa.
Sempat Binggung
Dalam usia yang masih belia, Indah harus menjalani hidup di belantara kehidupan yang sangat keras dan ketat jauh dari orang tuanya demi karier bulutangkis yang sedang ditapakinya.
Ketika itu l, dia sempat juga bingung saat akan berangkat ke Kejuaraan Dunia Junior di Kanada. Pasalnya, yang boleh ikut adalah kelahiran tahun 2000, sementara Indah lahir 2002. Dia dan salah seorang temannya masih di ambang kebingungan. Bahkan ada nada pesimis di dalam dirinya.
“Belum tentu berangkat. Namun keesokan harinya, diberitahu tetap berangkat dengan melihat hasil-hasil pertandingan sebelumnya,” Indah mengatakan dalam wawancara Sabtu malam (24/4/2021) melalui telepon.
Dia tidak bermain dalam sebuah tim, tetapi tampil dalam pasangan ganda campuran. Waktu itu dia masih dalam status magang dan kali kedua dia menjalaninya.
Pihak PBSI meliriknya karena melihat penampilan Indah yang sampai ke final dalam kejuaraan nasional junior yang dilaksanakan sebelumnya antara lain di Bangka Belitung. Rupanya, pihak PBSI memantau para pemain berbakat dan Indah termasuk salah satu yang dipanggil ke Pelatnas.
“Saat mengikuti “World Junior Championship” (WJC) di Kanada, saya masih dalam status magang,” sebut Indah yang disebut-sebut sebagai penerus Rosiana Tendean tersebut.
Indah pada tahun 2020 harus berganti pasangan lagi, yakni dengan Tegas Satriaji Hutomo. Pada saat meraih juara dunia junior (2018) pasangan Leo/Indah dianggap sebagai “underdog” (tak diunggulkan). Namun dia bertekad merebut juara. Bahkan dia bernazar, kalau meraih juara akan berjalan kaki dari lokasi pertandingan Markham Pan Am Ontario ke Sheraton Hotel tempat mereka menginap.
Setelah benar-benar juara, Indah pun menyampaikan nazarnya itu ke pelatih David Pohan. Semula sang pelatih menolak, tetapi kemudian direstui. Apa boleh buat, Pelatih David Pohan dan Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Susy Susanti, rekan pasangannya Leo Rolly Carmando serta Stephani Widjaya, terpaksa ikut mendampingi Indah yang berjalan kaki sejauh 8,5 km.
“Aku jalani karena sudah janji (nazar). Pas saat itu di Kanada sedang musim dingin. Kami foto-foto sambil singgah makan-makan, tahu-tahu sudah sampai. Plek (maksudnya mungkin otot-otot kaki) rasanya mau copot,” Indah mengenang seperti dilansir salah satu media daring.
Indah ditangani sedikitnya empat pelatih, yakni Rudy Gunawan, Anggun Nugroho, Amun Sunaryo, dan Vita Marissa. Keberhasilan Indah merebut juara dunia di Kanada membuat PB Djarum menggaetnya. Maka tak heran pada PON XX/2021 Papua, putri Bone Sulawesi Selatan ini akan berada di bawah kibaran bendera kontingen Jawa Tengah.
Permainan net Indah selalu mendapat ujian, hingga dia dianggap sebagai “Huang Yaqiong”-nya Indonesia. Huang adalah pemain Tiongkok yang sangat piawai bermain net.
Cewek dengan tinggi 164 cm ini selama mengikuti pelatnas terpaksa menempuh “home schooling” (sekolah di rumah) untuk tingkat SMA dan sudah tamat. Dia tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena lebih memilih fokus pada bulutangkis.
Dari empat bersaudara, hanya kakak pertama Riskianto Wiguna yang tidak senang pada bulutangkis. Kakak kedua dan ketiga, juga senang bulutangkis meskipun tidak tuntas seperti dirinya. Pasangan Jamil-Amriati Rauf memiliki dua pasang anak, anak pertama dan kedua cowok, sementara yang ketiga dan keempat cewek.
Selama Ramadan, Indah yang senang membaca buku-buku motivasi ini tetap menjalani latihan sesuai yang diprogramkan pelatih.
Enam hari dalam seminggu dia berlatih dan hanya iibur pada hari Ahad. Latihan dimulai pukul 07.00-11.00 atau 11.30. Pada sore hari dilanjutkan lagi pada pukul 15.00 s.d. 17.00.
“Saya terus berlatih. Selama Ramadan ini belum ada libur yang bisa saya gunakan untuk menjenguk orang tua,” juara dunia junior dan juara junior Asia yang mengidolakan Lilyana Nasir (Butet) dan memiliki warna kesukaan biru tua ini mengakhiri perbincangan. (M Dahlan Abubakar, Tokoh Pers)