-------
Senin, 05 April 2021
Yudhistira
Sukatanya: Kita Butuh Penulis Cerita Anak
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Membangun gerakan literasi harus dimulai
sejak dini, sehingga perlu disediakan buku-buku cerita yang berkualitas untuk
anak, terutama buku-buku cerita rakyat yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal.
“Kita butuh penulis cerita anak yang akan
menghadirkan buku-buku bermutu, untuk menggerakkan literasi di masa depan,” kata
Yudhistira Sukatanya, Ketua Harian Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan
Sulawesi Selatan (LAPAKKSS), pada Obrolan Santai Sastra Sabtu Sore, di Taman
Baca Masjid Ashabul Jannah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulsel,
Jalan Sultan Alauddin, Makassar, Sabtu, 03 April 2021.
Kegiatan Sastra Sabtu Sore yang mengusung tema “Yuk,
Ngobrol Buku Anak”, kata Yudhistira, momennya tepat, karena diadakan dalam
rangka Hari Buku Anak Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 02 April.
Kegiatan ini diadakan atas kerjasama LAPAKKSS dengan Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan (DPK) Provinsi Sulsel.
“Terima kasih kepada Bapak Hasan Sijaya, Kepala Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulsel, yang begitu responsif terhadap
kegiatan literasi yang digagas teman-teman,” kata pria yang akrab disapa Kak
Yudhi itu dalam sambutannya.
Hadir sejumlah penggiat literasi, penulis,
sastrawan, pustakawan dan pemerhati sastra seperti Bachtiar Adnan Kusuma,
Muhammad Amir Jaya, Idwar Anwar, Heri Rusmana, Kak Heru, Rusdin Tompo, dan Andi
Asmar.
Acara bincang-bincang dan pertunjukan sastra dengan
konsep taman ini, dipandu oleh Shafira Devi Amorita, dan menghadirkan Madia S
Nura, penulis buku cerita anak Sulsel sebagai pembicara.
Madia, yang dikenal juga sebagai pendongeng, hadir
berbagi pengalaman seputar buku-buku yang ditulisnya. Diungkapkan bahwa dia
mulai menulis buku cerita anak sejak tahun 2017, setelah menang sayembara yang
diadakan Balai Bahasa Sulsel. Setelah itu, dia ditawari menulis buku cerita
anak Sulawesi Selatan.
“Menulis buku cerita anak, bukan sesuatu yang saya
sengaja. Karena semula saya menulis puisi, esai, dan cerita dongeng,” kisah
Madia.
Pengalamannya ketika kesulitan mencari cerita
sebagai materi dongeng lantas membuat dia tergerak. Bukan saja karena
kebanyakan materi ceritanya dari luar, melainkan juga karena ditulis dengan
gaya orang dewasa. Padahal, kalau menggunakan sudut pandang anak-anak akan
lebih mudah dipahami.
Madia termasuk produktif karena sudah menulis 7 buku
cerita anak, antara lain “Pung Julung-julung”, “Perpustakaan Paman Burhan”, “Ayam Warna Warni”, dan “Sangiang Serri dan
Kucing Penjaga Padi.”
Buku “Pung Julung-julung” diakui merupakan
pengalaman emosionalnya di masa kecil, saat menunggu ibunya mendongeng di lego-lego
depan rumahnya.
“Menjadi penulis cerita anak begitu menyenangkan,
karena saya berusaha menggunakan sudut pandang anak-anak, apalagi bagi saya di
komunitas pendongeng. Senang jika setelah tampil ada yang membekas dalam
ingatan anak-anak,” kata Madia.
Selain berbagi inspirasi tentang kisah menulis buku
cerita anak, acara Sastra Sabtu Sore diisi dengan penampilan pengisi acara yang
juga dominan anak-anak.
Kolaborasi seniman dan anak-anak menjadi pertunjukan
yang menarik. Syahrir Patakaki Daeng Nassa yang membawakan dua puisi, masing-masing
“Kelong Pakpilajarang” (Nyanyian Pendidikan) dan “Tau Toata” (Orang Tua Kita),
secara spontan mengajak Rahmawati Yusra dan Kalila Karim, murid SDN Borong.
Yudhistira Sukatanya dan Istrinya, Dewi Ritayana,
memboyong 3 cucunya berkolaborasi dengan seniman Basri B Sila. Mereka tampil
membawakan puisi yang sarat nilai religius berjudul “Meniti Helai-helai Cahaya.”
Selain itu, ada penampilan dari Lady Veleska
Kristian, murid kelas 6 SD, yang membawakan lagu “Mappadendang” dan “Ammakku”.
Juga pembacaan puisi dan lagu dari murid-murid SDN Borong, yakni Andi Muhammad
Huga, Fatimah Azzahra, dan Jesica.
Dukungan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Sulsel pada acara ini tampak dengan hadirnya Abdul Hadi, Kepala UPT
Perpustakaan, dan Hj Feby Primajanti, Kepala Seksi Layanan Perpustakaan.
Feby menyampaikan bahwa sudah ada Layanan
Perpustakaan Ibu dan Anak yang bisa dimanfaatkan untuk diskusi dan pelatihan,
serta kegiatan literasi lainnya. (Rusdin
Tompo)