SEPEDA SANTAI. Penulis (baju dan celana merah, keempat dari kiri) foto bersama beberapa anggota Komunitas Pasapeda Passena Kompleks Perumahan LJ Land 2, sebelum berangkat ke Permandian Sileo Jenetallasa, Desa Paraikatte, Kecamatan Bajeng, Gowa, Ahad pagi, 23 Mei 2021. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
--------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 23 Mei 2021
Antara
Sepeda Santai dan Balap Sepeda
Sekitar satu dekade terakhir, sangat marak orang bersepeda santai. Disebut sepeda santai karena bersepeda dilakukan secara berombongan dan bercampur antara orang dewasa (termasuk orang tua) dan anak-anak.
Sepeda santai ada yang
dilakukan oleh keluarga atau komunitas, ada juga yang dilakukan secara resmi
dalam bentuk lomba dengan menyiapkan hadiah door prize bagi para peserta.
Sepeda santai tentu saja
berbeda dengan balap sepeda. Sepeda santai dilakukan memang untuk menikmati
suasana sambil berolahraga, jadi sifatnya olahraga rekreasi.
Balap sepeda adalah
perlombaan kecepatan, baik secara perorangan maupun grup atau tim, dengan
menempuh jarak tertentu.
Lomba balap sepeda paling
bergengsi di dunia yaitu Tour de France. Kejuaraan ini merupakan balapan
jalanan jarak jauh untuk pembalap sepeda profesional yang diadakan sepanjang
tiga minggu pada bulan Juli di Prancis.
Tour de France diadakan
setiap tahun sejak tahun 1903, namun pernah berhenti saat Perang Dunia I dan
II. Juara pertama Tour de France tahun 1903 bernama Maurice Garin dari Prancis.
Nama-nama terkenal
lainnya yaitu Bernard Hinault (Prancis), Greg LeMond (Amerika Serikat), Miguel
Indurain (Spanyol), dan Lance Armstrong (Amerika Serikat).
Di Indonesia, lomba balap
sepeda paling bergengsi yaitu Tour de Indonesia (dimulai sejak 2003). Kejuaraan
ini dulunya bernama “Tour de Java” yang diadakan pertama kali tahun 1958.
Mata
Kuliah Balap Sepeda
Sekitar tahun 1989, saya
bersama beberapa teman mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
(FPOK) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujungpandang (sekarang Fakultas
Ilmu Keolahragaan / FIK, Universitas Negeri Makassar / UNM), mengambil mata
kuliah balap sepeda sebagai mata kuliah pilihan.
Namanya juga mata kuliah
balap sepeda, maka kami benar-benar melakukan balap sepeda setiap tiba waktu
dan jam perkuliahan balap sepeda. Waktu itu, kami sering ke Velodrome di Sudiang,
Makassar.
Kami biasanya berangkat
pagi-pagi dari Kampus FPOK IKIP di Bantaeng-bantaeng pada pagi hari dan kembali
sebelum masuk waktu shalat lohor. Kalau tidak dosen yang mengampu mata kuliah
balap sepeda yaitu Pak Basri.
Waktu itu, beliau masih
bergelar doktorandus (Drs), tapi belakangan kami dengar kabar beliau melanjutkan
terus kuliahnya hingga meraih gelar doktor, dan kemudian meraih pangkat guru
besar alias profesor.
Sepeda
Santai ke Tempat Rekreasi
Pada Ahad pagi, 23 Mei 2021, ba’da shalat subuh secara berjamaah di masjid, beberapa warga kompleks perumahan menantang saya gowes alias naik sepeda dari Desa Jenetallasa, Kecamatan Pallangga ke tempat rekreasi Permandian Sileo Jenetallasa, di Desa Paraikatte, Kecamatan Bajeng, Gowa. Jaraknya kurang lebih 15 kilometer.
Saya berpikir, apakah
saya masih bisa? Soalnya sudah kurang lebih 30 tahun saya “gantung sepeda”
(he..he..he..), sedangkan mereka justru sering gowes, bahkan pernah ke
Bissoloro dan juga pernah gowes di Malino.
Tapi saya terima juga
tantangan itu. Dalam perjalanan, ternyata saya harus empt kali (4x) singgah dan
menunggu mereka, karena mereka terlalu jauh tertinggal di belakang. Ternyata di
usia 54 tahun, saya belum kalah dari mereka-mereka yang rata-rata kelahiran
akhir 70-an dan awal 80-an.
Mereka pun mendaulat saya
sebagai pelatih (he..he..he..). Rupanya mereka “pemain sepeda santai”,
sementara saya pernah satu semester kuliah balap sepeda di Fakultas Pendidikan
Olahraga dan Kesehatan (FPOK) IKIP Ujungpandang (sekarang FIK UNM) sekitar
tahun 1988-1989 (semester 6-7). Mereka menikmati suasana santai, saya menikmati
perasaan kembali menjadi pembalap sepeda, he..he..he.. (Asnawin Aminuddin)