---------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 15 Mei 2021
In
Memoriam:
KH
Sanusi Baco, Ban Bocor, dan Istri Haid
Saya tidak ingat persis
kapan pertama kali melihat langsung sosok KH Sanusi Baco. Yang saya ingat, saya pertama kali
melihatnya secara langsung pada saat beliau berceramah pada salah satu masjid
di Makassar. Mungkin antara tahun 1986 sampai tahun 1990, saat saya kuliah.
Dan saya sangat terkesan
saat pertama kali melihatnya dan mendengarkan ceramahnya. KH Sanusi Baco begitu
berwibawa, tenang, dan ceramahnya sangat sejuk rasanya. Dan berkali-kali
setelah itu, saya merasakan kesejukan ceramahnya.
Pernah pada suatu
kesempatan, saat berceramah, beliau menceritakan bahwa pada suatu ketika, ia
bersama istrinya melakukan perjalanan naik mobil berdua dari Makassar ke Bone untuk
memenuhi undangan berceramah.
Dalam perjalanan, di wilayah Camba, Maros, tiba-tiba ban mobilnya meletus. Saat itu malam hari dan tidak ada rumah di
sekitar tempat ban mobilnya meletus.
“Istri saya sudah gelisah
dan bertanya, bagaimanami ini. Ban mobil kita meletus di tempat sepi begini?
Saya bilang, insya Allah, Allah sudah melihat dan tahu keadaan kita. Allah juga
tahu bahwa kita sedang dalam perjalanan menuju ke Bone untuk memenuhi undangan berceramah,”
ungkap KH Sanusi Baco.
Tak lama setelah beliau
menjawab pertanyaan istrinya, sebuah mobil berhenti dan orang yang berada di dalam mobil bertanya. KH Sanusi
Baco menjelaskan bahwa ban mobilnya meletus.
“Rupanya orang itu
mengenal saya dan ia segera membantu, dan tak lama kemudian kami pun
melanjutkan perjalanan ke Bone,” ungkap KH Sanusi Baco.
Apa yang dialami KH
Sanusi Baco bersama istrinya itu, mungkin pernah juga dialami oleh sebagian
kita. Bedanya, beliau tenang dan sabar menghadapi “ujian kecil” itu, sedangkan
sebagian dari kita mungkin gelisah seperti gelisahnya istri beliau.
Perbedaan lainnya, KH
Sanusi Baco dan istrinya tidak terlalu lama menunggu hingga datangnya
pertolongan dan tanpa harus membawa mobilnya ke bengkel, sedangkan sebagian
dari kita mungkin lebih lama menunggu dan mungkin terpaksa membawa kendaraan
kita ke bengkel terdekat untuk tambal atau ganti ban.
Bagi saya, pengalaman
kecil KH Sanusi Baco itu merupakan salah satu pengalaman spiritual. Dan pasti
banyak sekali pengalaman spiritual beliau selama hidupnya.
Kita yang bukan siapa-siapa
saja memiliki cukup banyak pengalaman spiritual, apalagi KH Sanusi Baco yang
pernah nyantri di pesantren, pernah menimba ilmu di Universitas Al-Azhar,
Kairo, Mesir, dan kemudian menjadi Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Sulsel, dan juga
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel.
Pertanyaan
Halus
Pada kesempatan lain, KH
Sanusi Baco berceramah tentang etika atau adab suami istri. Beliau mengatakan,
agama Islam mengajarkan kita berbicara dengan sopan, termasuk dengan istri.
“Kalau istri sedang datang
bulan, maka bersabarlah. Jauhilah untuk sementara waktu istri Anda. Tunggulah beberapa
hari sampai kira-kira istri Anda sudah bersih. Untuk mengetahui istri Anda
sudah bersih atau belum, jangan tanya langsung, tapi tanyalah apakah dia sudah
shalat isya atau belum. Itu pertanyaan yang sangat halus dan pasti istri Anda
tahu arah pertanyaan Anda,” kata KH Sanusi Baco.
Saya menangkap ceramah
itu sebagai sindiran dan peringatan agar kita menjaga adab atau etika kehidupan
berumah-tangga.
Mencium
Istri dan Anak
KH Sanusi Baco
menyarankan agar suami membiasakan mencium istri, dan para orang tua membiasakan mencium
anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.
“Biasakanlah mencium
istri, biasakanlah mencium anak-anak, karena ciuman kasih sayang itu akan
mendekatkan diri kita dengan istri dan akan mendekatkan diri kita sebagai orang
tua dengan anak-anak,” tutur KH Sanusi Baco.
Kini, KH Sanusi Baco
sudah tiada. Beliau menghembuskan nafas terakhir pada Sabtu malam, 15 Mei 2021,
di Makassar. Beliau meninggalkan begitu banyak pelajaran dan nasehat.
Selamat jalan Pak Kiyai.
Insya Allah ceramah dan nasehat-nasehatmu akan menjadi amal jariyah yang akan
menerangi kuburmu di alam barzakh. Amin. (Asnawin Aminuddin)
-----
(Penulis adalah wartawan, serta Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah Sulsel)