--------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 04 Juni 2021
Indonesia
Batalkan Pemberangkatan Haji 2021, Argumentasi Pemerintah Terasa Diada-adakan
Oleh:
Imam Shamsi Ali
(Imam di Kota New York)
Satu hal lagi yang bagi
saya cukup mengejutkan dari negeri tercinta, yaitu pembatalan keberangkatan jamaah
haji secara totalitàs oleh Pemerintah Indonesia. Hal itu disampaikan dalam
konferensi pers Menteri Agama yang disampaikan, 02 Juni 2021.
Pengumuman pembatalan itu
menimbulkan reaksi yang beragam dari masyarakat luas. Tentu dengan beragam pula
penafsiran, asumsi, bahkan berbagai spekulasi berkembang begitu cepat. Tidak
mengagetkan tentunya karena memang kita hidup dalam era keterbukaan informasi
yang berkarakter kecepatan (speed).
Sebagian menafsirkan
bahwa pembatalan itu karena memang Saudi Arabia tidak menerima warga Indonesia
yang memakai vaksin Sinovac. Konon Saudi hingga saat ini hanya menerima
pendatang yang telah divaksin Pfizer atau Moderna.
Sebagian yang lain
menafsirkan berdasarkan rumor yang berkembang selama ini bahwa dana haji yang
tersimpan di bank-bank akan dipakai sementara untuk pembangunan infrastruktur,
sehingga uang muka (DP) pembayaran ONH, untuk hotel misalnya, memang belum ditunaikan
oleh Pemerintah Indonesia.
Pertanyaan memang menukik
di sekitar siapa sesungguhnya di balik pembatalan ini. Apakah memang Saudi yang
tidak menerima jamaah Haji Indonesia karena alasan tertentu, sehingga
pemerintah Indonesia harus membatalkan pemberangkatan jamaah?
Atau karena memang
Indonesia sendiri yang secara sepihak membatalkan pemberangkatan jamaah di
tahun ini?
Belakangan kita
mendapatkan informasi yang lebih jelas bahwa pembatalan ini dilakukan secara
sepihak oleh Pemerintan Indonesia dengan alasan utama menjaga atau melindungi
jamaah Indonesia dari bahaya Pandemi Covid-19.
Alasan ini kemudian
diperkuat dengan alasan pendukung lainnya. Salah satunya adalah bahwa hingga
kini pihak Saudi Arabia belum mengajak Pemerintah Indonesia untuk menanda-tangani
kontrak pengelolaan haji tahun 2021, sehingga waktu persiapan untuk memberangkatkan
jamaah haji semakin mendesak (sempit).
Terasa
Diada-adakan
Melihat kepada beberapa
argumentasi atau alasan yang disampaikan pemerintah Indonesia (Depag),
sejujurnya saya melihatnya sangat lemah, bahkan maaf kalau terasa diada-ada dan
dipaksakan.
Pertama, masalah menjaga
atau melindungi jamaah selama di Saudi dari Covid 19 itu menjadi tanggung jawab
pertama dan terutama pihak Saudi. Kalau sekiranya memang akan menimbulkan ancaman
terhadap kesehatan/keselamatan jamaah, pastinya Saudi belum akan membuka
kesempatan berhaji ini untuk siapa saja. Kenyataannya Saudi membuka kesempatan
itu walau dengan pembatasan.
Kedua, kalau Indonesia
memutuskan pembatalan saat ini karena alasan keselamatan jamaah di Saudi selama
haji, kenapa negara-negara lain tidak ada yang melakukan? Bahkan yang saya
dengar di saat Covid-19 di Malaysia masih tinggi saat ini justru Negeri Jiran
itu mendapat tambahan 10.000 quota dari pemerintah Saudi Arabia.
Ketiga, kalau alasannya
karena pemerintah Indonesia belum diajak membicarakan/menanda tangani kontrak
pelaksanan haji hingga kini, sehingga merasa waktu persiapan semakin mendesak
juga bukan alasan yang kuat. Emangnya negara-negara lain semua sudah diajak
bicara dengan Saudi? Dan kalau sudah kenapa Pemerintah Indonesia saja yang
belum diajak?
Selain itu, kalaupun
belum diajak biacara atau menandatangani kontrak pengelolahan haji dengan pihak
Saudi, persiapan seharusnya tetap dilakukan. Toh memang itu tugas pemerintah
(Depag/Dirjen Haji), sehingga tidak harus menunggu hingga ada pembicaraan
dengan pihak Saudi.
Kalau benar bahwa hanya
Indonesia yang belum diajak bicara atau menandatangani kontrak pemberangkatan haji,
ini dapat menguatkan kecurigaan jangan-jangan memang ada kewajiban administrasi
yang belum diselesaikan oleh pihak Indonesia.
Selain itu, kita juga
dengarkan adanya alasan syar’i (agama) yang disampaikan. Seolah pembatalan ini
justified (sah) karena melindungi diri dari marabahaya itu lebih penting dari
pelaksanaan ritual. Dalam hal ini “hifzul hayaah” (menjaga kehidupan) didahulukan
dari “hifzud diin” (menjaga pelaksanaan agama).
Argumentasi ini lemah dan
dipertanyakan. Karena sekali kalau kekhawatiran itu ada di Saudi, Kenapa jamaah
dari negara lain tidak masuk dalam kategori alasan syar’i ini? Saya agak
terkejut dan kecewa ketika nampak MUI mendukung argumentasi ini.
Intinya pembatalan ini
sangat “insensible” (tidak sensitif). Tidak sensitif dengan perasaan jamaah,
yang berharap akan berangkat tahun ini, bahkan lebih dari itu terasa kurang
sensitif dengan wibawa bangsa yang seolah dikesampingkan dalam perhelatan umat
yang paling global ini.
Saya sebenarnya berharap
bukan pembatalan yang dilakukan, tapi pemerintah menunjukkan bahwa Indonesia
itu punya suara, didengar, bahkan punya pemikiran-pemikiran dan kontribusi
dalam pelaksanaan ibadah haji yang lebih nyaman dan aman.
Ibadah haji adalah ibadah
yang menjadi simbolisasi tabiat global keumatan. Memberangkatkan jamaah, walau
hanya dalam jumlah terbatas sesuai kapasitas yang yang diperbolehkan, menjadi
simbol ikatan global umat dan wihdah Islamiyah ini. Wallahu a’lam!
New York, 03 Juni 2021
-----
Keterangan:
Tulisan Imam Shamsi Ali ini beredar luas di media sosial, khususnya di grup-grup WA (WhatsApp). Judul aslinya: "Pembatalan keberangkatan Jamaah Haji Indonesia", namun kami ubah dengan menukil salah satu isi paragraf yang kami anggap merupakan inti dari tulisan ini. (Redaksi)