--------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 18 Agustus 2021
In
Memoriam Andi Darussalam Tabussala:
Pergi
Setelah Memperoleh Mukjizat Kehidupan
Catatan
M Dahlan Abubakar
(Wartawan Senior)
Sudah hari ke-35 saya
mendekam di rumah karena penyakit tipes, ketika membaca berita duka kepergian
H. Andi Darussalam Tabusalla di media sosial bertepatan dengan Hari Ulang Tahun
ke-76 Proklamasi Kemerdekaan RI.
Beberapa hari sebelumnya
saya ikut nimbrung di media sosial mendoakan semoga ADS – begitu kami
menyapanya – cepat pulih, saat serunya permintaan donor darah O. Di pembaringan
saya berpikir, Puang kembali bertarung ketat lagi mencoba memperpanjang tarikan
napasnya.
Catatan saya berikutnya, pernah
dimuat di Majalah PIJAR Barru. Kontennya diambil dari buku “Andi Darussalam
Tabusalla AKU DAN TUHANKU” yang ditulis Andy Pallawa (Global Publishing, 2020)
dan beberapa tambahan di bagian akhir..
“Setelah kurang lebih 5
tahun menjalani proses cuci darah (hemodialisa), atas saran dokter, ADS pun
melakukan operasi transplantasi ginjal. Waktu lima tahun untuk ukuran Kota
Makassar, termasuk sangat jarang.
Maksud saya, sangat
jarang pasien yang menjalani cuci darah bisa bertahan. Beberapa pasien malah
sudah meninggal dunia, padahal baru beberapa kali cuci darah. Tetapi di “Mount
Elizabeth Hospital” Singapura, ADS mendapati beberapa pasien yang berusia
lanjut dan mengaku sudah 20 tahun menjalani cuci darah.
Ternyata informasi itu,
secara manusiawi membuat ADS lebih bersemangat. Padahal, secara periodik dia
sebenarnya sudah “enjoy” cuci darah dan tidak pernah berpikir menjalani operasi
transplantasi ginjal.
Orang-orang juga jarang
yang tahu ADS rutin cuci darah karena alatnya justru dipasang di dada sebelah
kanan. Tidak seperti pada umumnya, dipasang di tangan kanan atau kiri, sehingga
tangan sering terlihat bengkak.
Atas dorongan keluarga,
ADS akhirnya mengalah dengan harapan ke depan dapat beraktivitas secara optimal
tanpa harus disibukkan dengan proses cuci darah tiga kali sepekan. Belum lagi
kalau terjadi penyumbatan akibat darah yang membeku, sehingga harus mengganti
slang, bahkan menjalani operasi. Kalau terlambat cuci darah, bisa berakhir
fatal.
Itulah sebabnya,
transplantasi ginjal menjadi pilihan yang realistis. Sebuah riset malah
menyebutkan, transplantasi ginjal dapat memperpanjang harapan hidup seseorang,
terutama bila dibandingkan cuci darah.
Tan Khat Tong, dokter
yang dulu mengoperasi ginjal ADS karena ditemukan ada kanker, memberitahu,
setelah lima tahun cuci darah sudah aman dilakukan transplantasi ginjal. ADS
langsung setuju. Dia memaknai transplantasi ginjal sebagai jalan yang diberikan
Tuhan agar dirinya bisa lebih sehat dan dekat kepada-Nya.
Operasi transplantasi
ginjal ini sempat tertunda beberapa kali. Penyebabnya, terutama ADS terkena
gangguan infeksi dan virus yang bertubi-tubi. Kateter di pembuluh darahnya juga harus berkali-kali diganti agar
betul-betul steril. Semua proses yang berpotensi membahayakan proses
transplantasi ginjal harus diantisipasi. Termasuk kemungkinan adanya gangguan
jantung, gangguan hati, bahkan penyakit paru-paru.
Semula ADS berencana
menjalani operasi transplantasi ginjal di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Sebab, sejak 2012 rumah sakit ini telah sukses melakukan sejumlah operasi.
Termasuk mengoperasi H. Beddu Amang, mantan Kepala Bulog era Orde Baru. ADS sudah
meminta Abriadi dan Syamsuddin Umar, dua orang dekatnya di Makassar, mencari
pendonor di Makassar. Beberapa di antaranya bahkan sudah diterbangkan ke Jakarta
untuk pemeriksaan awal.
Atas saran beberapa
pihak, termasuk sejumlah keluarga, ADS malah memutuskan menjalani operasi di
Mount Elizabeth Hospital Singapura. Sejumlah dokter di rumah sakit itu, ADS
sudah kenal secara pribadi. Persoalannya, kebijakan di rumah sakit itu pendonor
harus memiliki hubungan darah dengan resipien (penerima donor). Mereka sangat
ketat, terutama guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya,
kecocokan ginjal, golongan darah, dan jaringan tubuh pasien dengan pendonor.
Dan, juga berbagai kemungkinan komplikasi yang bisa timbul.
Sebenarnya, sejak awal
Isa Darussalam sebagai salah seorang anak, menyatakan siap menjadi pendonor.
Tetapi ayahnya menolak, khawatir akan berdampak buruk bagi kesehatan anaknya
itu ke depan.
Paling tidak, ADS
berpikir, akan mengganggu aktivitas keseharian anaknya. Sementara Isa, kata
ayahnya, masih muda dan sedang meniti karier. Isa memang bekerja dan tinggal di
Amerika Serikat. Karena berkeras dan didukung oleh saudara-saudaranya, ADS
akhirnya mengalah. Apatah lagi dengan kebijakan rumah sakit yang memang sangat
ketat menerima pendonor.
Di rumah sakit itu,
bahkan ada Tim Komite yang akan mewawancarai pendonor dan resipien sebelum
operasi dilakukan. Tim yang beranggotakan 4 orang ini terdiri atas dokter rumah
sakit dan penjabat Kementerian Kesehatan Singapura.
Tim Komite kemudian
memanggil Isa. Mereka menanyainya berbagai hal. Wawancara intensif ini juga
dimaksudkan sebagai evaluasi psikologis agar diketahui bahwa pendonor betul-betul
memahami persoalan, termasuk berbagai risiko yang bisa muncul. Misalnya,
“Kenapa bersedia menjadi pendonor?”
Isa menjelaskan, di
Amerika Serikat sudah menjadi anggota
salah satu organisasi sosial yang siap mendonasikan organnya dipindahkan ke
orang lain yang lebih membutuhkan.
“Kebetulan ayah membutuhkan, saya merasa lebih pas lagi
karena berkesempatan berbakti kepada orangtua,” Isa menjelaskan kepada Komite.
“Cepat atau lambat, saya
pasti mendonorkan organ tubuh,” kata Isa
menjawab pertanyaan tim itu yang ternyata terus mencecarnya.
“Apakah saya tidak menyesal?”.
“Kenapa harus menyesal?
Justru ini kewajiban seorang anak mencoba meringankan penderitaan ayahnya,” Isa
menjawab.
Sebelumnya, ADS juga
sempat diwawancarai oleh Tim Komite.
“Apakah Anda sadar bahwa
transplantasi ginjal itu operasi besar dengan berbagai kemungkinan terburuk
yang bisa menimpa?,” tanya Tim.
“Saya sadar sepenuhnya.
Lagipula tidak ada pilihan lain. Setelah lima tahun rutin menjalani proses cuci
darah, memang sudah saatnya transplanrtasi ginjal. Bahwa setiap tindakan
operasi bisa berdampak buruk, saya pikir tidak ada persoalan. Saya punya Tuhan
yang akan memberikan yang terbaik buat diriku,” balas ADS.
“Kalau Anda sehat
nantinya, dan ternyata di kemudian hari anakmu justru membutuhkan ginjalnya,
apakah Anda bersedia mengembalikannya?,” kejar Tim itu lagi.
“Tidak ada persoalan,
saya siap memberikan sebab memang dia yang punya,: balas Ayah lagi.
Beberapa hari menjelang
operasi, sejumlah tindakan medis dilakukan sebagai persiapan. Kondisi ADS diperiksa
melalui pemeriksaan fisik, tes darah, pencintraan seperti “Rontgen (pemeriksaan
menggunakan sinar X), “Computerized Tomography” (CT) scan” atau “Magnetic
Resonance Imaging” (MRI) –pencintraan resonansi magnetik – bagian badan yang
diambil menggunakan daya magnet. Bahkan juga pemeriksaan psikologi guna
memastikan kesiapan ADS.
Lantaran letak kamar Isa
dengan kamar ayahnya berhadapan, ADS sempat mendatangi Isa untuk mengucapkan terima kasih atas
keikhlasan mendonorkan ginjal. ADS juga melihat persis saat Isa melintas,
didorong oleh perawat di atas kursi roda menuju kamar operasi.
Spontan ADS berdiri
menuju pintu kamarnya sekadar mengantarnya dengan pandangan. Rupanya ayahnya
sempat melihat anaknya itu dengan senyum
merekah.
“Aku duluan, Pak,” kata
Isa sembari melambaikan tangan kepada
ayahnya.
ADS kemudian menjelaskan,
hanya bisa mengangguk sembari balas melambaikan. Suara ayahnya seolah tercekak
di kerongkongan. Katanya, tak terasa air matanya menggenang di pelupuknya.
Ayahnya membayangkan betapa besar pengorbanan sang anak yang ikhlas menyerahkan
organ ginjal hanya karena ingin melihat ayahnya sehat.
“Aku bersyukur dikaruniai
Tuhan anak yang berhati mulia,” Ayahnya membatin.”.
Perjuangan ADS termasuk
campur tangan dan mukjizat yang diberikan Tuhan. Seperti terungkap di dalam
buku ini, bertahan lima tahun terus menjalani cuci darah, termasuk langka. Kita
di Makassar kerap mendengar ada sahabat yang harus cuci darah dan berbilang hari kemudian sudah berhenti cuci
darah karena meninggal dunia.
Kini, ADS sudah
menuntaskan masa mukjizat hidup yang diberikan kepadanya dan Allah SWT memanggilnya.
Inna lillahi wainna ilaihi rajiun....
Dari
Catur ke Sepakbola
ADS dilahirkan di Kota
Pahlawan Surabaya, 25 Agustus 1950. Ia, anak pertama pasangan mendiang Andi
Tabusalla dan (almarhumah) Hj Maryam
Mattalitti. Suami Andi Tenriangka Yasin Limpo ini mengarungi kehidupan yang
penuh multidimensi. Meski ‘core’ kepiawaiannya berorganisasi di sepakbola,
namun ADS ‘’start’’ dengan organisasi catur, ketika menjadi Pengurus Persatuan
Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Jakarta tahun 1970-an.
Jika berbicara mengenai
olahraga catur, ADS akan selalu mengenang satu tindakan penyelamatan, bagaikan
seorang penjaga gawang yang berhasil menggagalkan satu ekskusi tendangan
penalti pemain bintang. Peristiwa ini tidak saja diingat oleh ADS sendiri,
tetapi masyarakat catur Indonesia dan dunia.
Ketika kepengurusan PB
Percasi di bawah pimpinan Bob Hasan antara tahun 1990-1994, ada pertandingan
perebutan gelar sangat bergengsi yang dihelat Federation International d’Echess
(FIDE) -- Federasi Catur Internasional. Presiden FIDE waktu itu adalah
Campomanes. Yang bertanding adalah juara dunia Gary Kasparov (Uni Soviet) melawan
Nigel Short dari Inggris.
Pertandingan itu, tulis
Machnan Kamaluddin, dalam ‘’Andi Darussalam Tabusalla Manusia Multi Dimensi’’
editor Suryopratomo (Penerbit PT Pundi Laras Media, Jakarta, 2010), dijadwalkan
berlangsung di Amsterdam Negeri Belanda. Tatkala semuanya siap, mendadak
Kasparov dan Short mengundurkan diri. Kedua pecatur itu mendirikan Persatuan
Grand Master Profesional sekaligus menyatakan dirinya hengkang dari FIDE.Posisi
gelar juara dunia organisasi FIDE pun kosong. Campomanes tentu saja kelabakan.
Campomanes tidak
kehilangan akal. Dia mengontak Bob Hasan dan menanyakan kesediaannya menjadikan
Indonesia sebagai tuan rumah kejuaraan dunia FIDE yang kosong mempertemukan
petingkat III Anatoly Karpov (Uni Soviet) melawan Jan Timman (peringkat ke-4)
dari Negeri Belanda. Bob Hasan menyatakan OK dan menunjuk Machnan Kamaluddin
dan ADS sebagai pelaksana.
Singkat cerita,
pertandingan pun diselenggarakan di sebuah ruang tertutup Jakarta Hilton
Convention Centre. Meski lokasi pertandingan ‘tersembunyi’’ dari pandangan
umum, namun penggila catur tidak kecewa. Sebab, pertama kali di dunia, sebuah
kejuaraan catur dunia disiarkan langsung melalui Close Circuit Televisi (CCTV)
tanpa mengusik konsentrasi pemain. Luar biasa!
Dari catur, ADS
menyeberang ke sepakbola, ketika dipercaya M.Jusuf Kalla sebagai manajer klub
Makassar Utama dan pada tahun 1985 klub tersebut praktis di bawah kendalinya.
Mengurus MU (Makassar
Utama) ternyata memberikan pelajaran berharga bagi ADS dalam berurusan dengan
olahraga bola kulit ini ke depan. Kiprahnya di tingkat nasional tidak
terbendung lagi, saat Acub Zaenal, Nabon Noor, dan Ismet Tahir menariknya
menjadi Sekretaris Eksekutif Galatama (Liga Sepakbola Utama). Pada tahun 1986,
ADS sempat menjadi manajer tim Liga Selection dan manajer tim itu ke turnamen
sepakbola bergengsi King Cup (Piala Raja) di Bangkok tahun 1987.
Langkah awal itu
mengantarnya terus maju ketika dipercaya menjadi manajer tim nasional PSSI ke
Piala Kemerdekaan 1988 dan tim nasional PSSI yang lolos ke putaran final Piala
Asia di China tahun 1990. Tak berhenti di situ, ADS juga diberi tanggung jawab
memimpin Tim Nasional menghadapi Kejuaraan ASEAN Football Federation (AFF) dan
putaran final Piala Asia di Jakarta 2007.
Pada tahun 2008, ADS
menjadi Direktur Badan Liga Indonesia. Pada peringatan HUT ke-80 PSSI di Gedung
Jakarta International Exoo Kemayoran, 30 April 2010, ia menerima penghargaan
‘’Suratin Utama’’ atas pengabdiannya di persepakbolaan nasional selama lebih
dari 25 tahun.
Dari catur, sepakbola,
ADS juga merambah ke organisasi olahraga angkat besi, atletik, senam, dan
catur. Di bawah Bob Hasan, ia memasuki organisasi yang tidak ada hubungannya
olahraga, Asosiasi Pengusaha Kayu Lapis Indonesia (Apkindo). Namun yang paling
luar biasa, ADS dipercaya sebagai negosiator utama dalam penyelesaian masalah
lumpur Sidoarjo tahun 2008.
Kini, tokoh olahraga
nasional ini pergi,meninggalkan kenangan tak terbilang. Dia pergi bagaikan,
harimau meninggalkan belangnya dan gajah meninggalkan gadingnya. Selamat jalan
Andi Darussalam Tabusalla, semoga mendapat tempat yang layak di sisi-Nya.
Aamiin ya rabbil alamiin. (*).