-----
PEDOMAN KARYA
Kamis, 19 Agustus 2021
Dari Pramuwisata Biasa Hingga Terima Satyalancana Kepariwisataan dari
Presiden RI
Oleh: Asnawin Aminuddin
Presiden RI memberikan
penghargaan Satyalancana Kepariwisataan 2021 kepada lima orang putra terbaik
bangsa pada perayaan HUT ke-76 Proklamasi RI, Selasa, 17 Agustus 2021.
Penghargaan Satyalancana
Kepariwisataan dari Presiden RI diserahkan secara virtual oleh Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga
Salahuddin Uno.
Salah satu dari lima
peraih penghargaan tersebut yaitu Suhardi SPd, seorang pengusaha dan assesor
bidang pariwisata yang kini mendapat amanah sebagai Ketua Gabungan Industri
Pariwisata Indonesia (GIPI) Sulsel dan Ketua Asosiasi Jasa Angkutan Wisata
(ASJATA) Sulsel.
Empat putra terbaik
lainnya yang menerima Satyalancana Kepariwisataan 2021 yaitu Yohan Tangke Salu (Ketua
PHRI Toraja Utara dan Pengusaha Bidang Pariwisata), Ida Pedanda Gde Ngurah
Karang (almarhum, pengusaha di Provinsi Bali).
Tjokorda Gede Pura Artha
Astawa Sukawati (penggiat dan pengusaha pariwisata di Provinsi Bali), serta Nuryanto
(Founder Galery dan Workshop Produk Inovatif Lidiah Art, dan Wisata Seni Budaya
Omah Mbudur - Magelang, Provinsi Jawa Tengah).
Suhardi Patawari berasal
dari keluarga perantau. Ayahnya bernama Patawari Dg Massiri (alm) dan ibunya
bernama Aminah. Keluarga ini semula menetap di Kuala Enok, salah satu desa yang
ada di Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.
Suhardi yang anak kedua
dari delapan bersaudara bahkan lahir di Kuala Enok, pada 09 September 1972.
Pada sekitar tahun 1980, wilayah Kuala Enok mengalami abrasi, dan keluarga
Patawari dan ratusan keluarga lainnya memilih hijrah, dan orangtua Suhardi memilih
pulang kampung di Kecamatan Cina, Kabupaten Bone.
Di Bone, Suhardi kecil dimasukkan
sekolah di SD Negeri 200 Lompu, Kecamatan Cina, kemudian lanjut ke SMP Negeri
Cina, dan selanjutnya di SMA Negeri 2 Watampone.
Ketika hijrah dari Riau
ke Bone, orangtua Suhardi bekerja sebagai petani, maka Suhardi bersaudara pun
akrab dengan sawah.
“Kami biasa bermain bola
di tanah sawah yang kering,” ungka Suhardi.
Ia juga sering mencari
kayu bakar di pinggiran hutan setelah pulang dari sekolah, dan juga selalu
mengambil air di sumur pada musim kemarau untuk dibawa pulang ke rumah.
Saat masih sekolah di
Bone, Suhardi sempat dua tahun berturut-turut terpilih menjadi Anggota Pasukan
Pengibar Bendera (Paskibra) Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan RI.
Kuliah
di IKIP Ujungpandang
Pada tahun 1990, Suhardi
melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 di Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) Ujungpandang (sekarang Universitas Negeri Makassar) dengan
mengambil program studi Pendidikan Bahasa Jerman.
Sebagai mahasiswa, ia
bukan hanya fokus belajar di kelas, melainkan juga aktif berorganisasi di
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) hingga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Jadi
Pramuwisata
Saat kuliah, ia
iseng-iseng mengikuti pelatihan yang diselenggarakan salah satu travel di Makassar,
dan dari situlah ia mengenal dunia pariwisata. Ia mulai paham tentang
pariwisata dan akhirnya tertarik dengan duna pariwisata.
Ketertarikannya itulah
yang kemudian membawanya terjun ke dunia pariwisata. Bermodalkan pengetahuan Bahasa
Jerman dari bangku kuliah, ia lalu memilih menjadi guide atau pemandu wisata (pramuwisata)
dan mengantar wisatawan mancanegara berkeliling Sulawesi Selatan dan beberapa
daerah lainnya di Indonesia.
Suhardi mengawalil karirnya
sebagai pramuwisata berbahasa Jerman tahun 1994 dan bekerja freelance di Wira
Tours, dengan tugas memandu wisatawan mancanegara dari Jerman, Swiss, dan Austria
ke berbagai destinasi di Sulawesi Selatan.
“Selama menjadi pramuwisata
berbahasa Jerman sejak tahun 1994, saya juga aktif mempromosikan pariwisata
Sulawesi Selatan ke wisatawan mancanegara,” kata Suhardi.
Suhardi selalu mengantarkan
para wisatawan untuk berkeliling melihat keindahan potensi alam yang disuguhkan
Indonesia. Ia kemudian sadar betapa banyak hal yang tidak disadari oleh orang
kebanyakan tentang indahnya pariwisata Nusantara.
“Hal-hal sepele bagi kita,
mereka (para wisatawan) anggap sesuatu yang berharga, seperti pohon pisang, sapi
dipelihara, dan lain-lain,” tutur Suhardi. (bersambung)
Keren kisah hidupnya skrg sukses jadi pengusaha...
BalasHapusAmazing..👍
BalasHapus