-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 11 September 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (10):
Abdul
Muthalib Rayakan Kelahiran Muhammad
Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Pada hari Senin pagi,
tanggal 12 Rabiul Awwal, pada tahun yang sama dengan penyerbuan Abrahah (tahun
gajah), Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat itu bertepatan dengan
bulan Agustus tahun 570 Masehi. (Sebagian pendapat mengatakan bahwa Aminah
melahirkan pada tanggal 20 atau 21 April tahun 571 Masehi).
Aminah mengutus seseorang
sambil berkata, “Pergilah kepada Abdul Muthalib dan katakan, Sesungguhnya telah
lahir bayi untukmu. Oleh karena itu, datang dan lihatlah.”
Abdul Muthalib bergegas
datang. Ketika mengambil bayi itu dari pelukan Aminah, dadanya bergemuruh
dipenuhi rasa sayang.
“Kehadiranmu mengingatkan
aku kepada ayahmu. Sungguh, di hatiku kini dirimu hadir sebagai pengganti
Abdullah,” kata Abdul Muthalib.
Dengan penuh rasa syukur,
orangtua itu menggendong cucunya berthawaf, mengelilingi Ka’bah. Kali ini tidak
kepada berhala, tetapi kepada Allah. Abdul Muthalib berdoa dan bersyukur.
“Aku memberimu nama
Muhammad,” kata Abdul Muthalib.
Muhammad berarti terpuji,
sebuah nama yang tidak umum di kalangan masyarakat Arab, tetapi cukup dikenal. Kemudian,
ia memerintahkan orang untuk menyembelih unta dan mengundang makan masyarakat
Quraisy.
“Siapa nama putra
Abdullah, cucumu itu?” tanya seseorang kepada Abdul Muthalib.
“Muhammad,” jawab Abdul Muthalib.
“Mengapa tidak engkau
beri nama dengan nama nenek moyang kita?” tanya mereka.
“Kuinginkan ia menjadi
orang yang terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di bumi,” jawab
Abdul Muthalib.
Cahaya
Aminah
Ketika Aminah mengandung
Nabi Muhammad, ia melihat seberkas sinar keluar dari perutnya dan dengan sinar
tersebut ia melihat istana-istana Busra di Syam.
Saat itu, di kalangan
bangsawan Arab sudah berlaku tradisi yang baik, yakni mereka mencari
wanita-wanita desa yang bisa menyusui anak-anaknya.
Anak-anak disusukan di
pedalaman agar terhindar dari penyakit, memiliki tubuh yang kuat dan agar dapat
belajar bahasa Arab yang murni di daerah pedesaan.
Tidak lama kemudian, datanglah
serombongan wanita dari kabilah Bani Sa’ad ke Mekah mencari bayi untuk disusui.
Di antara mereka ada seorang ibu bernama Halimah binti Abu Dzu’aib.
“Suamiku,” panggil
Halimah, “tahun ini sungguh tahun kering tak ada tersisa sedikit pun hasil
panen di kampung halaman kita. Lihat, unta tua kita tidak lagi menghasilkan
susu sehingga anak-anak menangis pada malam hari karena lapar.”
“Semoga kita mendapat
bayi seorang bangsawan kaya yang dapat memberi kita upah yang layak untuk menanggulangi
kesengsaraan ini,” jawab sang suami.
Namun harapan mereka tak
terkabul, hampir semua bayi bangsawan kaya telah diambil oleh teman-teman
serombongan mereka. Hanya ada satu bayi dalam gendongan ibunya yang mereka
temui.
“Namanya Muhammad,” kata
Aminah kepada pasangan tersebut.
Aminah melanjutkan, “Ia
anak yatim, tinggal aku dan kakeknya yang merawatnya.” Mendengar penjelasan
tersebut, Halimah dan suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza, saling berpandangan.
Mereka enggan menerima
anak yatim karena tidak ada ayah yang dapat memberi mereka upah yang layak.
Pasangan tersebut menggeleng dan pergi mencari bayi lain, Aminah memandangi
bayi dalam dekapannya dengan sendu. Setiap wanita Bani Saad yang mendapat
tawaran untuk menyusui Muhammad, selalu menolaknya karena anak yatim.
Tsuwaibah
Sebelum kedatangan para
wanita Bani sa'ad, Muhammad disusui Tsuwaibah budak perempuan Abu Lahab. Hanya
beberapa hari Muhammad disusui oleh Tsuwaibah.
Akan tetapi, di kemudian hari, di sepanjang hidupnya, Muhammad selalu memperlakukan Tsuwaibah dengan baik. (bersambung)
-------
Keluarga Halimah Mendapat Berkah Setelah Menyusui Muhammad
Kisah bagian ke-9:
Kisah Nabi Muhammad SAW (9): Abdullah Menikah dengan Aminah
Kisah bagian ke-8:
Kawanan Burung Besar Membunuh Abrahah dan Seluruh Pasukannya