(Mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel / Sekjen PP Kerukunan Keluarga Turatea Jeneponto)
--------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 02 September 2021
Mengenang
KH Iskandar Tompo
Oleh:
Abdul Rachmat Noer
(Mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel / Sekjen PP
Kerukunan Keluarga Turatea Jeneponto)
Inna lillahi wainna ilaihi raji’un. Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, KH Andi Iskandar Tompo, meninggal dunia di kediamannya, Kompleks Griya Cipta Hertasning, Jalan Aroepala, Kabupaten Gowa, Kamis dinihari, 02 September 2021.
KH Andi Iskandar Tompo, bagi saya adalah guru, orang
tua dan seorang kakak. Saya mengenal beliau sejak pertama kali mengenal
Muhammadiyah dan aktif di Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) yaitu sejak masih di
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Ketika saya mengikuti Taruna Melati II IPM Kota
Makassar tahun 1984, beliau membawakan materi “Taktik dan Strategi Perjuangan”.
Saya sangat terkesan dengan cara beliau membawakan materi tersebut. Gaya Pak Is
(sapaan akrab KH Iskandar Tompo), membawakan materi kemudian banyak mewarnai
cara saya berbicara di setiap kesempatan pengkaderan.
Hubungan saya dengan Pak Is semakin dekat ketika
saya aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sejak tahun 1986, apalagi
ketika saya terpilih sebagai Ketua Pimpinan Cabang IMM Kotamadya Ujung Pandang
pada tahun 1991, saya sering berkonsultasi dengan beliau di rumahnya tentang
masalah kaderisasi dan ke-Muhammadiyah-an.
Antara tahun 1986 sampai akhir masa periode saya
sebagai Ketua IMM Cabang Kotamadya Ujung Pandang, saya banyak menimba ilmu dari
beliau. Waktu itu hampir setiap hari saya bertemu di Sekretariat Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah (PWM) Sulsel, Jl Gunung Lompobattang, Makassar.
Saat itu beliau sebagai sebagai Ketua Badan
Pendidikan Kader PWM Sulsel, sehingga banyak berinteraksi dengan AMM Sulsel.
Dan ketika saya berniat maju di Musywil Pemuda
Muhammadiyah Sulsel tahun 2007, saya sering menemui beliau di rumahnya untuk
meminta nasehatnya, dan alhamdulillah akhirnya saya terpilih sebagai Ketua
Pimpinan Wilayah Pemuda Sulsel 2006-2010 (pelaksanaan Musywil PM mundur
setahun), juga berkat bimbingannya.
Hal yang tak terlupakan dalam kehidupan beliau
ketika saya minta kesediaan Pak Is untuk
mengisi ceramah pengajian di rumah saya sehari sebelum acara pernikahan saya.
Seminggu sebelum acara pernikahan, saya
bersilaturrahim ke rumah beliau di Jl Urip Sumoharjo, depan Kantor DPRD Sulsel,
dan menyampaikan rencana pernikahan saya. Saya minta Pak Is mengisi pengajian
sebagai pengganti malam mappacci di
rumah saya. Pak Is dengan suka cita bergembira mendengar saya mau menikah dan
berjanji akan mengisi acara pengajian di rumah saya.
Pada malam pengajian itu, Pak Is banyak memberikan tausiyah
tentang perkawinan. Alhamdulillah nasehat yang beliau sampaikan malam itu, saat
pengajian, yang menjadi pegangan saya mengarungi kehidupan rumah tangga bersama
istri dan anak-anak saya sampai hari ini.
Saya sangat kehilangan atas kepergian beliau, dan
rasanya masih banyak pelajaran dari
beliau yang menjadi ilmu bermanfaat dan menjadi amal jariyah buat beliau.
Bagi saya, Pak Is adalah guru, orang tua sekaligus
kakak yang sangat saya hormati sampai akhir hayatnya. Allahummaghfirlahu
warhamhu wa’afihi wa’fuanhu, amin.