Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) RRI, Rusdin Tompo (kiri) foto bersama Ketua AMSI Gorontalo, Verrianto Madjowa, seusai tampil sebagai pembicara pada “Pertemuan Para Pihak untuk Merumuskan Panduan dan Konsep Dasar: Indikator Kepercayaan Media Online”, di Swiss Belhotel, Makassar, Sabtu, 16 Oktober 2021. (ist)
---------
Rabu, 20 Oktober 2021
Di
Era Digital, Informasi di Ujung Jari, Warga pun Ikut Membuat Berita
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Kita merupakan masyarakat informasi yang
hidup di era digital, sehingga mudah mendapat informasi, cukup dengan satu klik
di mesin pencari, informasi akan datang. Mereka yang bukan generasi milenial
dan gen Z bahkan dituntut bertransformasi ke digital, agar adaptif terhadap
perkembangan zaman.
“Era digital membuat kita
tak lagi mengakses dan mengkonsumi informasi atau berita melalui media-media
tradisional, tapi melalui media baru. Perlahan, kita tak lagi membaca koran
atau majalah secara cetak tapi secara daring. Orang perlahan-lahan tak lagi
mendengar radio melalui pesawat radio, tapi secara streaming atau melalui
aplikasi, seperti RRI Play Go, milik Lembaga Penyiaran Publik RRI,” tutur Ketua
Umum Pengurus Pusat Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) Radio Republik Indonesia
(RRI), Rusdin Tompo.
Ia mengemukakan hal
tersebut saat tampil sebagai pembicara pada “Pertemuan Para Pihak untuk
Merumuskan Panduan dan Konsep Dasar: Indikator Kepercayaan Media Online”, di
Swiss Belhotel, Makassar, Sabtu, 16 Oktober 2021.
Acara yang berlangsung
selama dua hari itu diadakan oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bekerja
sama dengan USAID dan Internews.
Pesertanya berasal dari
wilayah Indonesia timur dan sebagian dari Sumatera dan Kalimantan, yang
seluruhnya merupakan anggota AMSI. Mereka berasal dari Riau, Banda Aceh, Solo,
Kalbar, Papua, Maluku, Sulteng, Sultra, Manado, Gorontalo, Sulbar, Makassar,
dan NTB.
Rusdin Tompo mengatakan, televisi
juga alternatifnya bisa disaksikan melalui YouTube, atau akun-akun Medsos
lainnya. Digambarkan, ada banyak saluran informasi yang tersedia karena kita punya
multimedia, multiplatform, dan multichannel.
“Masyarakat tak hanya
jadi konsumen media, tapi juga ikut mewartakan, mengemas, dan memproduksi
informasi layaknya berita. Mereka mencari informasi sesuai minat, kebutuhan,
profesi, usia, gender, latar belakang budaya dan agama, serta preferensi
politik,” kata Rusdin.
Mereka aktif, seperti
berlomba mau mengabarkan informasi, mau yang pertama, dan tentu mau viral info
yang dibagikannya. Karena informasi itu bisa dikonversi dan dikapitalisasi,
punya nilai ekonomis.
“Itu karena konstitusi
kita, UUD 1945, menjamin hak atas informasi,” ujar Rusdin yang mantan Ketua
KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Sulawesi Selatan.
Rusdin yang penulis buku
dan penggiat literasi mengisahkan, ramalan tentang kemajuan masyarakat informasi itu dia baca sejak akhir
80-90an lewat buku-buku yang ditulis futurolog sosial, Alvin Toffler.
Dia lantas menyebut
buku-buku dimaksud, seperti “Kejutan Masa Depan”, “Kejutan dan Gelombang”,
serta “Gelombang Ketiga.”
“Dahulu, saat membaca
buku-buku itu, dan beberapa buku sejenis, hanya membuat saya berimajinasi.
Sekarang, lingkungan sosial berbasis digital itu kita jalani,” ungkap Rusdin saat
sesi materi yang dipandu moderator Verrianto Madjowa, Ketua AMSI Gorontalo.
Dia lantas mengutip
sejumlah data yang disebutnya sebagai peluang sekaligus tantangan. Penduduk
Indonesia, yang berjumlah hampir 275 juta jiwa, pengguna internetnya di awal
2021, mencapai 202,6 juta orang. Sedangkan pemakai smartphone ada sebanyak
160,27 juta atau nomor 4 di dunia setelah Tiongkok, India, dan AS.
Mengutip data yang pernah
disampaikan mantan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo (2016-2019), bahwa
terdapat 43.300 media online, 2000 media cetak, 674 radio, dan 523 TV, termasuk
TV lokal.
“Jumlah yang besar dan
banyak ini perlu dibarengi dengan idealisme, sikap profesional dan tanggung
jawab agar media daringnya dipercaya, apalagi produk jurnalisme itu memiliki
disiplin pada verifikasi,” kata Rusdin.
Secara subyektif, dia mengaku
biasa membaca media-media daring yang juga bagian dari grup media mainstrem.
Selain itu, media yang punya ciri dan karakter kuat, media yang memberi
perspektif dan wawasan, serta media yang bisa jadi referensi dan kaya data. Juga
media yang ramah anak, tidak bias gender, yang mengusung nilai-nilai humanisme,
dan edukatif.
“Saya suka berita dari
media-media yang melakukan literasi kebangsaan, dan media yang tidak menggoreng
isu hanya sekadar untuk mendapatkan ckikbait atau umpan klik demi meraih
keuntungan finansial,” papar Rusdin.
Kegiatan ini diadakan
secara hybrid, yakni secara tatap muka dan daring. Selain Rusdin Tompo, panitia
juga menghadirkan Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan
Persandian Provinsi Sulawesi Selatan, Amson Padolo.
Ada juga pembicara dari
Mabes Polri, PT PLN Indonesia, AMSI, dan korporasi yang merupakan bagian dari
stakehokder media daring. (asnawin)