GURU BESAR. Prof Hj Elly Lilianty Sjattar (berdiri, kiri) tercatat sebagai Guru Besar ke-429, sedangkan Prof Hj Gusnawaty tercatat sebagai Guru Besar ke-430 Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Penerimaan Jabatan Guru Besar atau Profesor kepada Elly Lilianty Sjattar dan Gusnawaty dilakukan dalam Rapat Paripurna Senat Akademik Terbatas, di Ruang Senat Akademik Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar, Senin, 15 November 2021. (ist)
-----------
Selasa, 16 November 2021
Gusnawati, Guru Besar ke-430 Unhas Makassar
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Prof Hj Elly Lilianty Sjattar tercatat
sebagai Guru Besar ke-429, sedangkan Prof Hj Gusnawaty tercatat sebagai Guru
Besar ke-430 Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Penerimaan Jabatan Guru
Besar atau Profesor kepada Elly Lilianty Sjattar dan Gusnawaty dilakukan dalam
Rapat Paripurna Senat Akademik Terbatas, di Ruang Senat Akademik Unhas, Kampus
Tamalanrea, Makassar, Senin, 15 November 2021.
Prof Hj Elly Lilianty
Sjattar yang kelahiran lahir Ujung Pandang, 22 April 1974, adalah Guru Besar
dalam Bidang Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, sedangkan Prof Hj Gusnawaty yang
lahir di Soppeng, 31 Desember 1965, adalah Guru Besar dalam bidang Bidang Ilmu
Lingustik.
Rektor Unhas, Prof Dwia
Aries Tina Pulubuhu, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukurnya karena pada
situasi Pandemi Covid-19 yang belum cukup aman ini, proses akademik tetap
berjalan dan produktif dengan pengukuhan dua guru besar.
Dwia mengatakan,
pengukuhan dua guru besar tersebut adalah sebuah fakta bahwa peningkatan sumber
daya Unhas semakin hari semakin baik.
“Kami sangat
mengapresiasi kinerja yang dilakukan pada situasi saat ini. Para sivitas
akademika tetap mengoptimalkan seluruh pencapaian akademik dengan menunjukkan
kompentensi dalam indikator kinerja masing-masing. Dengan demikian, melalui
pengukuhan ini, kita melihat bersama bagaimana fokus bidang keilmuan yang
dilakukan oleh kedua profesor hari ini dalam hasil kajian penelitiannya,” tutur
Dwia.
Pada kesempatan tersebut,
Prof Hj Elly Lilianty Sjattar dan Prof Hj Gusnawaty masing-masing menyampaikan
pidato pengukuhannya.
Prof Elly Lilianty
Sjattar menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Integrasi Teori Orem dan Model
Friedman dalam Keperawatan Medikal Bedah: Optimalisasi Peningkatan Kemandirian
dalam Mencegah Resiko Luka Kaki Diabetes.”
Dalam Teori Self Care,
kata Elly, suatu pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja meningkatkan
kemampuan dan kemandirian klien dan keluarga sesuai tingkat ketergantungan
klien dalam memelihara kesehatannya.
Peran perawat dan klien
saling melengkapi untuk memaksimalkan kebutuhan perawatan diri orang yang sakit
atau terluka.
“Potensi dan keterlibatan
keluarga menjadi makin besar ketika salah satu anggota keluarganya memerlukan
bantuan terus-menerus dalam masalah kesehatan yang bersifat kronik seperti pada
penyandang Diabetes Melitus. Mengoptimalkan implementasi self care dan
peningkatan kualitas asuhan keperawatan dengan meningkatkan manajemen diri,
kontrol glikemik dan metabolik pasien,” jelas Elly.
Dia menambahkan, dalam
penelitiannya tersebut berbagai kegiatan telah dilakukan dalam meminimalkan
risiko terjadinya luka kaki melalui edukasi perawatan kaki, seperti
membersihkan kaki menggunakan air dan sabun cair, mengeringkan kaki dan sela
jari, potong kuku kaki secara lurus setiap minggu, gunakan kaos kaki yang
bersih berbahan katun berukuran pas dengan kaki, dan periksa bagian dalam dan
luar alas kaki sebelum dan setelah digunakan.
Kembalikan
Kehalusan Bahasa Bugis
Prof Gusnawaty menyampaikan
pidato pengukuhannya berjudul “Kesantunan dan Konsep Hubungan Sosial dalam
Bahasa Bugis: Revitalisasi Lokal
Perspektif Global.”
“Pemilihan judul
penelitian tersebut dimaksudkan untuk menjawab secara akademik irisan dari
perspektif harmoni sosial dan perspektif kesantunan berbahasa. Mengingat
realitas interaksi sosial menunjukkan banyaknya akibat yang ditimbulkan dari
cara berbahasa,” katanya.
Selain itu, penelitian yang
dilakukannya bertujuan mengembalikan kehalusan budi bahasa dan perilaku
berbahasa, khususnya masyarakat Bugis dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
“Pada akhirnya
berkontribusi terhadap perbaikan kualitas perilaku berbahasa dalam interaksi
komunikasi masyarakat Indonesia,” kata Gusnawaty.
Lebih lanjut dijelaskan
bahwa dalam perspektif Budaya Timur, hubungan sosial yang diwujudkan dalam
kesantunan berbahasa merupakan internalisasi nilai ungkapan kata-kata tercermin
karakter sebagai manusia.
Pada strategi Sipakatau
(Mutual Humanizing) adalah dasar umum dari semua aspek kehidupan dalam
interaksi orang Bugis, baik dalam situasi formal maupun informal dengan mitra
yang lebih muda dan atau lebih tua dan di antara status sosial yang sama dan
atau berbeda.
“Sedangkan strategi sipakaraja atau mutual respect adalah cara berbicara yang menunjukkan pengetahuan
pembicara tentang dunia. Kemudian pada strategi sipakalebbi atau mutual glorification
adalah perilaku tertinggi dari semua
interaksi di antara masyarakat Bugis, yang meliputi tindakan verbal dan
non-verbal dalam situasi formal seperti ritual budaya,” tutur Gusnawaty. (kiya)