“Teringat ucapan Kiyai AR Fachrudin, 'Jangan tergesa-gesa menjadi orang Muhammadiyah, karena menjadi orang Muhammadiyah sangatlah berat'. Modal sosial yang terbentuk seperti itu yang membangun fondasi dasar persyarikatan itu. Banyak orang yang mengira, kebesaran jumlah amal usaha yang dimiliki persyarikatan itu karena sokongan dan sumbangan dana dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Padahal PP Muhammadiyah hanya memberi sokongan moral, arah, orientasi, dan motivasi untuk melangkah sesuai koridor.”
- Mukhaer Pakkanna -
(Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan / ITB AD, Jakarta)
--------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 20 November 2021
Jangan
Tergesa-gesa Menjadi Orang Muhammadiyah
Oleh:
Mukhaer Pakkanna
(Rektor Institut
Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan / ITB AD, Jakarta)
Model gerakan
Muhammadiyah itu bottom-up. Bergerak dari partisipasi anggota dan simpatisan di
level bawah. Doktrinnya sederhana, yakni gerakan al ma’un dan al ashr. Gerakan
ini menekankan aspek perbuatan nyata dan bermanfaat bagi masyarakat. Kajian
filosofis dan konseptual boleh, tapi harus segera diimplementasikan dalam amal
nyata, yang disebut amal usaha.
Para aktivis Muhammadiyah
di tingkat akar rumput, misalnya di ranting atau cabang, selalu terdoktrin
untuk selalu berlomba-lomba demi kebaikan (fastabiqul khaerat). Maka, antara
ranting dan cabang selalu ingin berlomba dan terobsesi membuat amal kebajikan.
Tidak heran, jika Amal
Usaha Muhammadiyah (AUM) bertebaran di seantero negeri. Mulai dari sekolah
(PAUD, TK, SD, SLTP, SLTA), perguruan tinggi, rumah sakit, klinik, panti asuhan,
panti jompo, rumah singgah, koperasi, retail, hingga dana pensiun, Persero,
jaringan tani / nelayan, jaringan usaha, Lazis, wakaf, hibah, dan seterusnya.
Dan harap diingat,
amal-amal usaha yang terbentuk itu, acapkali banyak tidak terdesain untuk
menjadi besar. Yang penting bergerak mengikuti irama keikhlasan dan sikap
keistiqamahan anggota dan pengurus. Bahkan, kerapkali pula, para pendiri suatu
AUM kaget sendiri melihat berkembang pesatnya AUM yang mereka dirikan.
Para aktivis Muhammadiyah
juga selalu diingatkan agar di mana pun mereka berada tidak lupa untuk
mengembangkan misi dakwah persyarikatan. Namun demikian, amal usaha yang dikepakkan
itu, bukan untuk kepentingan pribadi atau pengurus melainkan untuk misi dakwah
rahmatan lil ‘alamin.
Dalam mengepakkan sayap
dakwah bil hal Muhammadiyah itu, mereka tidak sungkan merogoh kocek sendiri
alias iuran rutin. Bahkan, energi waktu untuk keluarga terkuras untuk persyarikatan.
Dukungan atau sumbangan dari pemerintah atau pihak lain sebagai komplementer,
bukan yang utama.
Maka, aktif di
Muhammadiyah itu sejatinya jangan berharap menjadi orang kaya raya, karena rezeki
yang para aktivis Muhammadiyah terima selalu disumbangkan kembali untuk
peningkatan jumlah dan kualitas gerakan.
Teringat ucapan Kiyai AR
Fachrudin, “Jangan tergesa-gesa menjadi orang Muhammadiyah, karena menjadi
orang Muhammadiyah sangatlah berat.”
Modal sosial yang terbentuk seperti itu yang membangun fondasi dasar persyarikatan itu. Banyak orang yang mengira, kebesaran jumlah amal usaha yang dimiliki persyarikatan itu karena sokongan dan sumbangan dana dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Padahal PP Muhammadiyah hanya memberi sokongan moral, arah, orientasi, dan motivasi untuk melangkah sesuai koridor.
Lebih dari itu, adanya aturan organisasi yang diputuskan bersama dan kepemimpinan kolektif-kolegial yang menjadi semen perekat pergerakan.
Tidak heran, jika setiap
hasil usaha dari amal usaha Muhammadiyah (AUM), bukan dialokasikan terbesar ke
pengurus semacam deviden, tapi dialokasikan untuk re-investasi untuk
mengepakkan sayap baru amal-amal usaha. Hanya sebagian kecil untuk pengelola
(manajemen) AUM dan persyarikatan sebagai dana operasional.
Para warga dan pengelola
amal usaha selalu teringat ucapan Kiyai Ahmad Dahlan: “Hidup-hidupilah
Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Petuah Kiyai Dahlan kepada
para muridnya saat mendirikan persyarikatan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta
itu, sangat membekas hingga detik ini.
Kalimat ini sebagai
pengingat bagi warga dan kader Muhammadiyah, agar dalam ber-Muhammadiyah
mengutamakan rasa tulus dan ikhlas dalam berkhidmat tanpa mengharapkan imbalan
tatkala menjadi bagian dari persyarikatan.
Pesan imperatif moral ini,
juga bermakna jangan memanfaatkan Muhammadiyah untuk keuntungan pribadi dan
keluarga. Menjadikan Muhammadiyah sebagai tempat bekerja berorientasi hanya
materi tanpa ada rasa berkhidmat dan menghidupkan dakwah Muhammadiyahlah, tentu
sangat dilarang.
Pesan ini sebagai etos
gerakan bagi para warga dan aktivis persyarikatan agar tidak memanfaatkan
aset-aset Muhammadiyah untuk kepentingan pribadinya. Persyararikatan adalah
alat dakwah dan tempat berikhtiar untuk mencari keridhaan-Nya.
Selamat milad
Muhammadiyah ke 109 (18 November 1912 – 18 November 2021). Semoga selalu
menggores zaman dengan tinta emasnya untuk Indonesia yang majemuk, berkeadilan,
dan berkemajuan.
Ciputat, 18 November 2021
@mukhaerpakkanna
Baca juga: