--------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 11 November 2021
Kegalauan
Guru SD di Jeneponto tentang Penerapan Kurikulum 2013
Catatan Kecil dari Diklat Literasi dan Numerasi POP Intelektual Madani
Oleh: Asnawin Aminuddin
Guru Sekolah Dasar (SD) sepertinya masih
galau atau terganggu dengan penerapan Kurikulum 2013. Salah satu yang membuat
para guru terganggu yaitu tidak singkronnya antara metode pembelajaran di kelas
dengan pengisian buku rapor
“Sehari-hari kita mengajar di kelas dengan metode
tematik (materi pelajaran menggabungkan beberapa mata pelajaran sesuai dengan
tema, red), tapi saat mengisi buku rapor, justru diisi per mata pelajaran,”
ungkap Ibu Andi Sulastri Naim.
Andi Sulastri Naim mengungkapkan kegalauannya tersebut
saat sesi diskusi pada pertemuan ke-16 di Kelas C, Diklat Literasi dan Numerasi Program
Organisasi Penggeraknya (POP) Ditjen Kemedikbud-Ristek RI Tahun 2021, yang
dilaksanakan oleh Perkumpulan Intelektual Madani Indonesia dan diikuti 171 guru
Sekolah Dasar (SD) se-Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto, via zoom
meeting, Kamis, 11 November 2021.
Apa yang diungkapkan Andi Sulastri itu sebenarnya
keluar dari materi yang dibahas, yakni “Merencanakan Tes Literasi Numerasi”,
yang dibawakan oleh Asrinan SPd MPd, dan dipandu oleh Irfan Arsid SPd MPd, di
Kelas C.
Namun apa yang diungkapkan oleh Andi Sulastri
menunjukkan masih adanya kegalauan atau semacam gangguan psikologis dan mungkin
juga gangguan teknis dalam penerapan Kurikulum 2013, khususnya pada tingkat
sekolah dasar.
Kegalauan atau gangguan psikologis tersebut ialah
tidak singkronnya antara metode pengajaran di kelas dengan pengisian nilai pada
buku rapor murid.
Logikanya, mata pelajaran matematika misalnya,
seharusnya diajarkan tersendiri, begitupun mata pelajaran Bahasa Indonesia,
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan atau olahraga, dan mata pelajaran lainnya.
Dengan mata pelajaran berdiri sendiri tersebut, maka
pembelajaran akan lebih mendalam dan guru pun akan lebih mudah memberikan nilai
untuk selanjutnya diisi dalam buku rapor.
Kenyataannya, guru dipaksa mengajar sesuai tema tertentu
pada setiap pertemuan di kelas, dan selanjutnya harus memilah per mata pelajaran
untuk diberikan penilaian.
Kegalauan tersebut sesungguhnya bukan hanya dirasakan
oleh para guru di sekolah, melainkan juga oleh para orangtua murid di rumah.
Para orangtua umumnya kebingungan dan merasa geli dengan model pembelajaran
tematik.
“Belajar apa hari ini, nak?” begitu biasanya
pertanyaan orangtua kepada anaknya saat akan berangkat ke sekolah.
“Tematik,” jawab anaknya.
Meskipun pertanyaan itu sudah sering diajukan oleh
orangtua dan jawabannya pun selalu sama, tetap saja orang tua selalu merasa geli.
“Apa temanya hari ini?” tanya orangtua murid.
“Tema tujuh,” jawab anaknya.
Jawaban itu kembali membuat orangtua jadi geli dan kadang
ketawa sendiri. Geli karena pada zamannya dulu ketika mereka (para orang tua
murid) duduk di bangku SD, semua mata pelajaran berdiri sendiri. Tidak ada
istilah tematik.
Mata pelajaran matematika, ya matematika. Mata
pelajaran Bahasa Indonesia, ya Bahasa Indonesia. Mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam, ya Pendidikan Agama Islam. Tidak digabungkan ketiga mata pelajaran
tersebut dalam satu tema.
Para murid mungkin menikmati pembalajaran tematik
tersebut, tetapi ketika mereka diperhadapkan pada soal-soal yang berdiri
sendiri sebagai satu mata pelajaran, atau ketika mereka melanjutkan pendidikan
ke jenjang lebih tinggi, maka pada saat itulah mereka merasa galau atau
terganggu.
Dengan melihat kenyataan tersebut, maka mungkin sudah
saatnya Kurikulum 2013 ditinjau kembali, dan dibuat kurikulum baru yang lebih
memudahkan terjadinya proses belajar mengajar dengan baik.
Diklat
Literasi dan Numerasi POP
Sekadar informasi, Diklat Literasi dan Numerasi Program
Organisasi Penggeraknya (POP) merupakan salah satu program Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud-Ristek RI.
Salah satu organisasi kemasyarakatan yang mendapat
kepercayaan melaksanakan Diklat Literasi dan Numerasi POP yaitu Perkumpulan
Intelektual Madani Indonesia yang berpusat di Makassar.
Perkumpulan Intelektual Madani Indonesia dipercayakan
melaksanakan Diklat Literasi dan Numerasi bagi 171 guru dan 20 kepala sekolah
SD dari 20 SD se-Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto, Provinsi
Sulawesi Selatan.
Diklat dibuka secara resmi oleh Gubernur Sulsel diwakili Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, Sabri, Senin, 27 September 2021, dan akan berlangsung hingga Desember 2021. (Penulis adalah praktisi pendidik dan pemerhati pendidikan)