----------
PEDOMAN KARYA
Senin, 15 November 2021
Khazanah
Sejarah:
Prof
Zainuddin Taha dan Rekonstruksi Sejarah Islam Lokal
Oleh:
Ahmad M Sewang
Pagi hari sekali di awal
Oktober 2021, Prof Dr H Zainuddin Taha, datang ke rumah saya. Beliau membawakan
saya sebuah buku sebagai hadiah. Buku tersebut berjudul, “Sulawesi 1940-1960
(Dari Ratulangi ke Andi Pangerang Petta Rani)” yang ditulisnya sendiri.
Pada pertemuan itu, saya
manfaatkan kesempatan menggali masa lalu Sulawesi Selatan yang beliau pernah
lewati. Ternyata Prof Zainuddin Taha termasuk manusia langka yang memiliki banyak
informasi historis tentang Sulawesi Selatan.
Beliau dikenal berperan
banyak di Sulawesi Selatan. Beliau adalah perintis pendirian organisasi HMI,
tokoh NU, salah seorang perintis MTQ I (pertama) di Indonesia yang dilaksanakan
di Makassar.
Beliau adalah mantan Badan
Pengurus Harian Gubernur Sulawesi Selatan, seorang yang pernah berperan aktif
di perguruan tinggi IKIP makassar, mantan Rekor Universitas Islam Makassar
(UIM).
Jabatan terakhir beliau
di masyarakat adalah Ketua Asosiasi Professor Indonesia (API) I (pertama)
2004-2017.
Dengan sederet jabatan
tersebut saya manfaatkan untuk menggali sejarah Sulawesi Selatan, terutama pada
pertengahan pertama abad-20 ke mari.
Bukan kali ini beliau
datang ke rumah saya. Beliau selalu menggembirakan sebab setiap kedatangannya,
selalu membawa hadiah buku yang sebelumnya belum pernah saya baca. Saya pun
berupaya membalasnya dengan menghadiahi buku. Memang, cara membangun
persahabatan dengan saling menghadiahi seperti itu disunahkan Rasulullah SAW.
Pertama kali ke rumah
beliau membawa konsep naskah untuk diterbitkan dalam bentuk buku tentang “Sejarah
NU Sulawesi Selatan,” sambil meminta agar saya, sebagai guru besar di bidang
sejarah peradaban Islam, “paling tepat memberi sambutan pada buku itu”, kata
beliau.
Saya tentu dengan senang
hati menyambutnya sambil berkata bahwa memang Sulawesi Selatan dari segi
hisroris masih perlu banyak diteliti. Ia masih merupakan hutan belukar yang
perlu dibabat oleh para sejarawan atau peminat sejarah. Menurut perkiraan,
sejarah Sulawesi Selatan baru lima persen yang bisa digali. Sisanya masih
tenggelam dalam lautan misteri sejarah.
Itu sebabnya, saya merekomendasikan
Sejarah Islam Sulawesi Selatan, khususnya sejarah lokal abad ke-20 (karena
lebih mudah diingat) perlu segera ditulis. Agar diketahui generasi muda secara
utuh, maka sejarah ormas-ormas Islam, seperti Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti,
dan ormas lainnya diteliti secara bersamaan, menyusul sejarah Nahdatul Ulama
yang sudah dalam proses percetakan.
Hal ini sangat urgen
semenjak (1) para pelaku sejarah masih hidup. Mereka adalah sebagai saksi
pandangan mata peristiwa penting di masa lalu, (2) dengan penulisan itu,
generasi muda akan memiliki khazanah sejarah Islam secara utuh, sekaligus upaya
melestarikan pesan presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno, yakni “jasmerah”,
jangan sama sekali melupakan sejarah.
Makassar, 11 November 2021