Wartawan senior dan tokoh pers Sulawesi Selatan versi Dewan Pers, yang juga akademisi dan penulis buku, Dr HM Dahlan Abubakar MHum menerbitkan buku autobiografinya. Buku setebal 596 halaman tersebut diterbitkan Penerbit Pinatama Media (PM) Makassar dan dicetak di Yogyakarta.
-----
Kamis, 04 November 2021
Wartawan
dan Dosen Senior Dahlan Abubakar Terbitkan Buku Autobiografinya
Rektor
dan Dua Mantan Rektor Unhas Makassar Turut Memberikan Testimoni
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Wartawan senior dan tokoh pers Sulawesi
Selatan versi Dewan Pers, yang juga akademisi dan penulis buku, Dr HM Dahlan
Abubakar MHum, menerbitkan buku autobiografinya.
Buku setebal 596 halaman
tersebut diterbitkan Penerbit Pinatama Media (PM) Makassar dan dicetak di
Yogyakarta.
Buku yang dicetak di atas
kertas “bookpaper” (yang ringan) tersebut sebanyak sekitar 600 eksemplar (19
dos) tiba di kediaman penulis di Makassar, Rabu sore, 03 November 2021. Sebanyak
196 eksemplar lainnya dikirim ke Mataram, dan selanjutnya dibawa ke Bima, dan
sudah tiba di tanah kelahiran penulis pada hari yang sama.
“Sebanyak 200 eksemplar
dicetak dalam bentuk hardcover dan
masih di percetakan di Yogyakarta,” ujar Dahlan Abubakar, kepada wartawan di
Makassar, Rabu malam, 03 November 2021.
Di dalam buku itu, Rektor
Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, yakni Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu,
dan dua mantan Rektor Unhas yakni Prof Basri Hasanuddin, dan Prof Idrus A
Patrusi, turut memberikan testimoni dan menempati halaman awal dan lampiran
buku.
Buku ini dibuka dengan
prolog yang ditulis Prof Ahmad Thib Raya, mantan Pelaksana Tugas Rektor UIN
Alauddin Makassar (2015) dan ditutup dengan epilog Dr Hamdan Zoelva, mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi RI (2013-2016).
Selain itu, terdapat 41
testimoni yang terdiri atas sembilan profesor, seorang mantan direktur utama
bank pemerintah, 11 (mantan) wartawan, dan selebihnya sahabat dan mantan
mahasiswa penulis yang terangkum ke dalam 10 bab.
Isinya bertutur tentang
perjalanan anak desa sejak lahir hingga menjalani masa purnabakti sebagai abdi
negara di Tanah Makassar.
“Buku ini mulai ditulis
sudah sangat lama. Saking lamanya, saya sudah lupa dan tidak tahu dimulai tahun
berapa,” ungkap Dahlan sambil tertawa.
Setiap file naskah
dibuka, katanya, selalu ada perubahan kisah. Terakhir karena alasan buku akan
terlalu tebal, akhirnya sejumlah naskah dipangkas. Salah satu pengalaman
penulis di dalam buku ini yang mungkin tidak pernah dialami wartawan lain
adalah meliput sumpah pocong di Masjid Katangka Kabupaten Gowa.
“Meskipun naskah-naskah
tersebut dihilangkan, tidak mengurangi daya tarik buku ini,” ujar Dahlan, doktor
ilmu bahasa dengan kajian bahasa jurnalistik bernada promosi. (asnawin)