Sambil menyandang pedang, meletakkan busurnya di pinggang. Umar bin Khattab pergi melewati Ka'bah. Tangannya menggenggam anak-anak panah.
Di hadapan para pembesar Quraisy yang sedang duduk-duduk disitu, ia berkata, “Siapa di antara kalian yang ingin ibunya merasakan kematian anaknya, yang ingin anaknya menjadi yatim, dan istrinya menjadi janda, temuilah aku di belakang lembah ini.”
------
PEDOMAN KARYA
Senin, 20 Desember 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (59):
Hamzah
bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab Menantang Pembesar Quraisy
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Umar
dan Hamzah Hijrah
Akhirnya berangkatlah kaum Muslimin secara
berangsur-angsur. Yang tinggal di Mekah saat itu hanyalah Rasulullah, Abu
Bakar, Ali bin Abi Thalib, Hamzah, Umar bin Khattab, dan beberapa gelintir
orang yang tidak menemukan cara untuk meloloskan diri.
Ketika Abu Bakar meminta izin untuk berhijrah,
Rasulullah menjawab, “Jangan tergesa-gesa, mungkin saja Allah memerintahkan aku
berhijrah dengan disertai seorang kawan.”
Akhirnya, Hamzah pun berangkat bersama beberapa orang.
Namun, beda dengan saudara-saudara Muslimnya yang berangkat dengan
sembunyi-sembunyi. Hamzah bin Abdul Mutthalib berangkat terang-terangan sambil
menyandang pedang.
Sorot matanya
seolah-olah berkata, “Siapa pun yang berani mencegahku pergi, akan
menghadapi tebasan pedang!” Melihat sorot mata itu, tidak seorang Quraisy pun
yang berani bertanya-tanya.
Setelah itu, Umar bin Khattab pun menyusul. Ia pergi
bersama beberapa orang lemah dan miskin yang tidak mungkin dibiarkan pergi jika
tidak dikawal seorang pelindung yang disegani Quraisy.
Sambil menyandang pedang, meletakkan busurnya di
pinggang. Umar bin Khattab pergi melewati Ka'bah. Tangannya menggenggam
anak-anak panah.
Di hadapan para pembesar Quraisy yang sedang
duduk-duduk disitu, ia berkata, “Siapa di antara kalian yang ingin ibunya
merasakan kematian anaknya, yang ingin anaknya menjadi yatim, dan istrinya
menjadi janda, temuilah aku di belakang lembah ini.”
Namun, tidak seorang pun beranjak memenuhi tantangan
itu. Melihat tantangannya tidak terjawab, Umar bin Khattab melompat ke atas
kuda dan pergi memimpin rombongan hijrah. Kepergiannya diikuti tatapan penuh
rasa takut sekaligus benci orang-orang yang memusuhi Islam.
Kini, tinggallah Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin
Abu Thalib yang belum berhijrah. Melihat Rasulullah sendirian, para pemuka
Quraisy merencanakan sesuatu yang jahat untuk mencelakakan beliau.
Quraisy
Mengincar Rasulullah
Pada sebuah pertemuan bernama Darun Nadwah, para
pemimpin Quraisy berkumpul untuk menentukan sikap terhadap Rasulullah.
“Sudah berkali-kali kita membicarakan kepergian
Muhammad dan pengikutnya ke Yatsrib, tetapi sampai saat ini tidak ada satu pun
tindakan yang bisa kita lakukan!” ujar seseorang.
“Betul, padahal persoalan ini begitu gawat buat kita.
Sadarilah oleh kalian, jika Muhammad dan pengikutnya berkumpul di Yatsrib,
suatu saat bisa saja mereka datang ke sini untuk menyerang kita!” kata yang
lain.
“Dan kafilah-kafilah dagang kita!” jerit yang lain, “Kafilah-kafilah
dagang kita harus melalui daerah pinggiran Yatsrib untuk bisa sampai ke Syam!
Apa jadinya jika perdagangan kita mereka tutup? Kita akan kelaparan dan
menderita! Persis seperti kita mengurung Muhammad dan keluarganya selama
beberapa tahun di Syi'ib Abu Thalib!”
Semua orang bergidik ngeri membayangkan kemungkinan
itu. Sejenak tidak seorang pun tahu harus berkata apa. Sampai akhirnya,
seseorang memecahkan keheningan,
“Kita harus segera bertindak! Kemukakan usul kalian
tentang apa yang harus kita lakukan!” kata orang itu.
“Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya
rapat-rapat, kemudian kita awasi biar dia mengalami nasib seperti
penyair-penyair semacamnya sebelum dia, seperti
Zuhair dan Nabighah!” usul yang lain.
Namun pendapat ini tidak mendapat dukungan yang lain.
“Kita usir dia! Buang saja dia keluar Mekah!”
“Tapi, nanti dia bisa bergabung dengan pengikutnya di
Yatsrib!”
Akhirnya mereka menyetujui usul Abu Jahal yang sangat
kejam, “Kita ambil seorang anak muda yang tangguh dan terpandang dari setiap
suku. Kemudian suruh mereka menusuk Muhammad secara bersama-sama dengan
pedang-pedang yang telah diasah setajam mungkin. Bani Abdu Manaf dan Bani
Hasyim tidak akan bisa membalas kematian Muhammad karena seluruh suku di sini
terlibat pembunuhan itu! Paling-paling kita hanya harus membayar ganti rugi
yang bisa kita tanggung bersama-sama!”
Persiapan
Hijrah Rasulullah
Pada hari dilaksanakannya rapat untuk membunuh
Rasulullah. Jibril turun dan menyampaikan firman Allah yang membongkar rencana
Quraisy tersebut. Setelah itu, Jibril berkata,
“Ya Rasulullah!
Jangan Anda tidur malam ini di atas tempat tidur yang biasa,
sesungguhnya Allah menyuruh Anda agar berangkat hijrah ke Yatsrib.”
Jibril juga menyampaikan bahwa kawan hijrah Rasulullah
adalah Abu Bakar. Setelah mendengar perintah tersebut, tanpa membuang waktu
lagi, Rasulullah pergi ke rumah Abu Bakar.
Saat itu, tengah hari. Panas matahari terasa membakar
kepala. Rasulullah berjalan sambil menutup muka dan kepala. Begitu tiba di
depan rumah Abu Bakar, beliau segera memanggil-manggil sahabatnya itu.
Abu Bakar terkejut, “Rasulullah sampai memerlukan
datang di tengah panas yang amat menyengat begini, pasti ada sesuatu yang
penting.”
Tergesa-gesa Abu Bakar keluar menyambut Rasulullah dan
menyilakan beliau masuk. Rasulullah duduk dan berkata, “Allah telah mengizinkan
aku keluar dan hijrah.”
Dengan hati berdebar dan penuh harap, Abu Bakar
bertanya, “Berkawan dengan ..... saya ya Rasulullah?”
Rasulullah tersenyum, “Ya dengan izin Allah.”
Saat itu juga, Abu Bakar menangis karena begitu
bahagia. Sudah berbulan-bulan lamanya ia berharap agar Allah memberinya
kehormatan untuk menemani hijrah Rasulullah. Saat ini, impiannya itu menjadi
kenyataan.
Abu Bakar bangkit dan menunjukkan dua ekor unta yang
sangat bagus, “Ya Rasulullah ambillah salah satu dari kedua ekor unta ini untuk
kendaraan Tuan.”
Rasulullah kemudian memilih seekor unta dan beliau
namakan Al-Qushwa. Abu Bakar segera berkemas. Beliau memerintahkan kedua
putrinya, yaitu Aisyah dan Asma, untuk membantu menyiapkan bekal.
Rasulullah cepat-cepat kembali ke rumah dan memanggil
Ali bin Abi Thalib. Beliau berpesan agar Ali mengembalikan semua barang
orang-orang yang sebelumnya dititipkan kepada Rasulullah.
Pemandu
Rasulullah dan Abu Bakar menyewa seorang pemandu atau
penunjuk jalan bernama Abdullah bin Uraiqith. Ia termasuk orang Quraisy yang
tinggal di luar kota Mekah. Ia hafal benar jalan-jalan dan situasi di daerah
itu. Ia masih seorang musyrik, tetapi dapat dipercaya.
Daya
Tahan Rasulullah
Hijrah menandai berakhirnya periode Mekah dalam dakwah Rasulullah. Selama 13 tahun berdakwah di Mekah, Rasulullah telah menunjukkan daya tahan, kesabaran, dan ketabahan yang luar biasa. Beliau menerima semua perlakuan buruk orang kafir selama bertahun-tahun tanpa amarah, apalagi hingga patah semangat. (bersambung)
Kisah sebelumnya:
Setelah Baiat Aqabah Kedua, Kaum Muslimin Mekah Mulai Hijrah ke Yatsrib