Kaum Muslimin mengikuti unta Rasulullah, Al Qushwa, yang berjalan perlahan-lahan. Di suatu tempat milik dua orang anak yatim, unta Rasulullah itu berhenti dan merebahkan perutnya ke pasir. Rasulullah mengajak Al Qushwa berjalan lagi. Namun, tidak lama kemudian, ia kembali ke tempat semula dan merebahkan perutnya lagi ke pasir.
“Inilah tempat kediamanku, insya Allah,” demikian sabda Rasulullah.
------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 31 Desember 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (66):
Rumah
Abu Ayyub, Rumah Pertama Yang Ditempati Rasulullah di Yatsrib
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Tempat
Rasulullah Menginap
Semua keluarga di Yatsrib berebut menawarkan diri
menjadi tuan rumah kepada Rasulullah. Semuanya ingin agar Rasulullah bersedia
tinggal di lingkungan mereka. Rasulullah mengetahui bahwa jika ia menentukan
pilihan, keluarga yang tidak terpilih akan malu dan kecewa. Karena itu, beliau
memasrahkan pilihan itu kepada Allah. Dengan halus, beliau berkata kepada semua
kepala keluarga,
“Biarkanlah untaku ini berjalan karena ia diperintah
oleh Allah dan akan berhenti di tempat yang Allah kehendaki,” kata Rasulullah.
Kaum Muslimin mengikuti unta Rasulullah, Al Qushwa, yang berjalan
perlahan-lahan. Di suatu tempat milik dua orang anak yatim, unta Rasulullah itu
berhenti dan merebahkan perutnya ke pasir. Rasulullah mengajak Al Qushwa
berjalan lagi. Namun, tidak lama kemudian, ia kembali ke tempat semula dan
merebahkan perutnya lagi ke pasir.
“Inilah tempat kediamanku, insya Allah,” demikian
sabda Rasulullah.
Kemudian, beliau berdoa empat kali, “Ya Allah, semoga
Engkau menempatkan aku di tempat kediaman yang diberkahi dan Engkaulah
sebaik-baik yang memberi tempat kediaman.”
Rasulullah membeli tanah dari kedua anak yatim
tersebut. Rasulullah turun dan bertanya, “Di mana rumah saudaraku yang paling
dekat dari sini?”
Dengan penuh gembira, Abu Ayyub segera menjawab, “Saya,
ya Rasulullah! Itu rumah saya!”
Rasulullah tersenyum dan berkata, “Baiklah Abu Ayyub,
jika Anda berkenan, aku akan tinggal di rumah Anda untuk sementara waktu. Silahkan
sediakan tempat untukku.”
Abu Ayyub tergopoh-gopoh memasuki rumahnya karena
begitu gembira. Disiapkannya tempat untuk Rasulullah serapi mumgkin. Kemudian,
ia kembali menghadap Rasulullah dan berkata,
“Ya Rasulullah, sungguh saya sudah menyediakan tempat
beristirahat bagi Tuan. Dengan berkah Allah, silahkan berdiri dan masuk ke
dalam,” kata Abu Ayyub.
Gentong
Pecah
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub. Abu Ayyub ingin
Rasulullah tinggal di lantai atas, tetapi Rasul menolak.
Suatu ketika gentong Abu Ayyub pecah dan airnya
tumpah. Abu Ayyub dan istrinya segera menggunakan selimut satu-satunya untuk
menyerap air agar tidak menetes ke tempat tinggal Rasulullah. Setelah itu, Abu
Ayyub mendesak Rasulullah agar tinggal di atas. Akhirnya Rasulullah pun
bersedia tinggal di atas.
Mendirikan
Masjid
Tujuh bulan lamanya, Rasulullah dan keluarganya
tinggal di rumah Abu Ayyub. Selama itu, Abu Ayyub, Sa'ad bin Ubadah, As'ad bin
Zurarah, dan yang lainnya mengirim makanan untuk keluarga Rasulullah
secukup-cukupnya.
Setiap pagi dan petang, Ummu Ayyub memasak makanan dan
tidak mereka makan sebelum terlebih dahulu mereka sajikan kepada Rasulullah dan
keluarganya. Demikianlah budi Abu Ayyub dan keluarganya kepada Rasulullah.
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub sampai beliau mendirikan
masjid dan rumah sendiri. Ketika akan mendirikan masjid, Rasulullah mengumpulkan
Bani Najjar yang menjadi pemilik tanah ditempat itu.
“Wahai Bani Najjar,” demikian sabda Rasulullah, “Hendaklah
kalian tawarkan harga kebun-kebun ini kepadaku karena aku akan membelinya.”
“Ya Rasulullah, kami tidak akan menghargai kebun-kebun
itu karena mengharap ridha Allah saja,” jawab mereka.
Namun, Rasulullah tetap meminta mereka memberikan
harga walaupun rendah. Akhirnya, Abu Bakar membayar harganya sebesar sepuluh
dinar.
Setelah itu, bersama para sahabat, Rasulullah
membenahi tanah itu, membersihkan pohon, dan membongkar serta memindahkan
kuburan yang sudah rusak. Setelah itu barulah mendirikan masjid.
Rasulullah meletakkan batu pertama, lalu beliau
meminta Abu Bakar meletakkan batu selanjutnya, kemudian beliau menyuruh Umar
bin Khattab, setelah itu Utsman bin Affan, dan terakhir Ali bin Abu Thalib.
Beliau bersabda, “Mereka itulah khalifah-khalifah
setelah aku.”
Setelah itu, semua orang bekerja keras dengan gembira dan
penuh semangat. Sambil bekerja, Rasulullah bersyair, “Ya Allah sesungguhnya
pahala itu pahala akhirat, maka kasihilah sahabat-sahabat Anshar dan Muhajirin.”
Para sahabat menjawab syair Rasulullah, “Jika kami
duduk termenung, padahal Nabi bekerja, yang demikian itu sungguh perbuatan yang
tidak pantas.”
Batu diangkat, diletakkan, disusun, dan disisipkan
sampai akhirnya masjid pun selesai. Pagarnya dari batu dan tanah, tiangnya dari
batang-batang kurma, atapnya pelepah kurma. Kiblatnya menghadap ke Baitul
Maqdis. Ketika itu, Ka'bah belum menjadi kiblat.
Di sisi masjid, didirikan dua buah kamar untuk tempat
tinggal Rasulullah dan keluarganya. Sungguh, sebuah masjid sederhana yang penuh
berkah.
Warna
Masjid
Umar bin Khattab pernah berkata tentang bagaimana sebuah masjid dibangun. Kata beliau, “Lindungilah orang-orang dari tampias hujan. Janganlah kalian mewarnai (dinding masjid) dengan warna merah atau kuning sehingga dapat menimbulkan fitnah.” (bersambung)
-----
Kisah sebelumnya:
Singgah di Quba, Rasulullah Membangun Masjid Pertama dalam Islam