-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 18 Desember 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (58):
Setelah
Baiat Aqabah Kedua, Kaum Muslimin Mekah Mulai Hijrah ke Yatsrib
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Ikrar
Mereka mengulurkan tangan kepada
Rasulullah dan berikrar. Inilah yang tercatat dalam sejarah sebagai “Baiat
Aqabah Kedua.”
Dalam Ikrar kedua ini, mereka berkata, “Kami
berikrar mendengar dan setia pada waktu suka dan duka, pada waktu bahagia dan
sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami
tidak takut kritik siapa pun atas jalan Allah ini.”
Rasulullah menjabat tangan para lelaki,
tetapi tidak menyentuh tangan wanita. Setelah itu, beliau berkata, “Pilihlah
dua belas orang pemimpin dari kalangan tuan-tuan yang akan menjadi penanggung-jawab
masyarakatnya.”
Mereka lalu memilih sembilan orang
Khazraj dan tiga orang Aus. Kepada para pemimpin itu, Rasulullah berkata, “Tuan-tuan
adalah penanggung-jawab masyarakat seperti pertanggungjawaban pengikut-pengikut
Isa binti Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggung jawab.”
Peristiwa ini selesai tengah malam di
celah Gunung Aqabah, jauh dari masyarakat ramai. Saat itu,mereka berharap hanya
Allah saja yang mengetahui urusan mereka. Namun, ternyata ada orang lain yang
kebetulan sedang lewat dan merasa curiga dengan suara-suara dari puncak bukit.
Orang itu memanjati lereng gunung dan menyaksikan baiat Aqabah kaum Muslimin.
Ketentuan
Perang
Salah satu isi penting ikrar Aqabah
kedua ini adalah dicantumkannya ketentuan tentang perang. Pihak Anshar berjanji
akan membela Rasulullah sekali pun harus berperang dan mengorbankan jiwa. Semua
itu dilakukan kaum Anshar tanpa pamrih, sama sekali tidak mengharapkan apa pun
dari Rasul kecuali keridhaan Allah.
Quraisy
Terkejut
Orang yang mengintai peristiwa ikrar
tadi berteriak, memberi tahu penduduk Quraisy yang tinggal di Mina, tidak jauh
dari Aqabah, “Muhammad dan orang-orang yang pindah agama itu sudah berkumpul!
Mereka akan memerangi kamu!”
Walau cuma mendengar selintas, orang itu
mengetahui maksud kaum Muslimin. Dengan berteriak keras-keras, ia bermaksud
mengacaukan baiat kaum Muslimin. Orang itu berharap kaum Muslimin jadi takut,
gelisah, dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah.
Namun, tekad kaum Muslimin sudah tidak lagi
tergoyahkan. Bahkan, dengan semangat menyala, Abbas bin Ubadah berkata kepada
Rasulullah, “Demi Allah yang telah mengutus tuan atas dasar kebenaran, kalau
sekiranya tuan berkenan, penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan
pedang kami!”
Rasulullah menjawab, “Kami tidak
diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah tuan-tuan.”
Dengan cepat dan diam-diam, kaum
Muslimin kembali ke kemah mereka dan tidur sampai pagi, seolah-olah tidak
pernah terjadi apa pun.
Akan tetapi, pagi itu, orang Quraisy
sudah mengetahui berita adanya ikrar. Mereka benar-benar sangat terkejut. Para
pemuka Quraisy berkumpul dengan cepat dan segera bertindak. Mereka mendatangi
para pemimpin rombongan Aus dan Khazraj.
“Apa yang terjadi? Kami dengar tadi
malam kalian menjanjikan sesuatu kepada Muhammad!” ujar pemimpin Quraisy
setengah menuduh.
Tidak semua rombongan Aus dan Khazraj
adalah Muslim. Kebetulan para pemimpin rombongan adalah mereka yang belum
beriman.
“Tidak! Kalian pasti salah! Tidak
seorang pun dari rombongan kami keluar perkemahan tadi malam!” bantah para
pemimpin rombongan dari Yatsrib itu.
Tadi malam, kaum Muslimin memang
bergerak diam-diam. Mereka tidak memberi tahu anggota rombongan yang belum
beriman tentang perjanjian mereka dengan Rasulullah. Akhirnya, orang-orang
Quraisy kembali dengan hati ragu. Sementara itu, dengan tenang, anggota
rombongan dari Yatsrib berkemas dan berangkat pulang.
Hijrah
Kaum Anshar atau 'para penolong',
demikianlah Rasulullah menjuluki para sahabat barunya dari kota Yatsrib.
Sebelum kaum Anshar datang, rasanya
dakwah Islam akan berputar di sekitar Mekah saja. Padahal, seluruh penduduk
Mekah sudah diancam habis-habisan oleh para pemimpin Quraisy agar tidak menjadi
pengikut Rasulullah.
Di mata orang Quraisy, tiba-tiba saja
Islam sudah menjadi kuat nun jauh di Yatsrib sana dan itu di luar jangkauan
mereka.
Tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah
memerintahkan para sahabatnya menyusul kaum Anshar ke Yatsrib. Dengan sangat
cerdik, beliau memerintahkan kaum Muslimin hijrah dengan berpencar-pencar dan
diam-diam agar tidak menimbulkan kepanikan Quraisy.
Mulailah mereka berhijrah
sendiri-sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Cara seperti itu berbeda dengan
yang dilakukan Nabi Musa yang membawa kaumnya berhijrah dalan kelompok besar
sekaligus. Ketika orang Quraisy tahu, mereka mulai panik.
“Tahan mereka yang mencoba mengungsi
itu! Kurung orang yang mencoba pergi!” perintah seorang pemimpin.
“Mengapa tidak kita bunuh saja?” seru
yang lain.
“Apa kamu sudah tidak waras? Kalau kita
bunuh, kabilahnya akan menuntut balas! Quraisy akan dipecah dalam perang
saudara! Itu sudah pasti akan menguntungkan Muhammad! Tidak, tidak ada yang
dibunuh. Bujuk saja supaya mereka kembali kepada sesembahan lama. Iming-imingi
dengan harta kalau perlu. Jika tidak mau juga, siksa dengan keras!” kata yang
lain.
Demikian keras orang Quraisy bertindak,
sampai-sampai ada istri yang dipisahkan dari suaminya. Kalau istrinya orang
Quraisy, ia tidak boleh ikut suaminya hijrah. Jika tidak menurut, wanita itu
akan mereka kurung.
Semua itu rela dijalani kaum Muslimin. Mereka rela berpisah dari keluarga bahkan meninggalkan harta untuk berhijrah demi kebebasan menyembah Allah. (bersambung)
------
Kisah sebelumnya:
Kisah Nabi Muhammad SAW (57):
Shalat Jumat Pertama dalam Sejarah Islam
Kisah berikutnya:
Kisah Nabi Muhammad SAW (59):
Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab Menantang Pembesar Quraisy